SERANG, BANPOS – Aksi 1104 ditindaklanjuti oleh mahasiswa Banten dengan menyuarakan terkait penolakan perpanjangan masa jabatan presiden, penuntasan kasus laskar FPI, dan pembangunan ibu kota negara (IKN) baru di depan Gedung DPRD Banten. Dalam hal ini, DPRD sepakat dengan tuntutan mahasiswa, dan ikut menandatangani nota kesepahaman.
Diketahui, puluhan mahasiswa yang berasal dari Politeknik Piksi Input Serang menggeruduk kantor DPRD Provinsi Banten. Mereka menuntut kepada lembaga perwakilan rangkat tingkat provinsi itu untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait dengan Pemilu 2024 dan sejumlah permasalahan lainnya, Selasa (12/4).
Aksi tersebut berlangsung damai. Para massa aksi menyampaikan sejumlah orasi, puisi dan nyanyian mahasiswa selama melaksanakan aksi. Hingga akhirnya perwakilan dari massa aksi mendapatkan respon dari DPRD Provinsi Banten.
Para pimpinan mahasiswa diminta untuk masuk ke dalam gedung DPRD. Mereka diterima oleh Ketua DPRD Provinsi Banten, Andra Soni, dan anggota DPRD Provinsi Banten, Encop Sofia, di ruang Komisi I pada DPRD Provinsi Banten.
Namun sebelum dimulai audiensi tersebut, Presiden Mahasiswa (Presma) Piksi Input, Aditya Ramadan, menuturkan bahwa pihaknya enggan melakukan dialog dengan DPRD Provinsi Banten apabila dilakukan di dalam ruangan.
“Kami tidak mau melakukan dialog, jika kami di sini menyampaikan aspirasi di tempat yang begitu sejuk dan nyaman, sedangkan teman-teman kami di luar sana kepanasan. Kami meminta agar bapak dan ibu dewan keluar dan menemui massa aksi,” ujarnya.
Permintaan itu pun diamini oleh Andra Soni. Ia pun langsung beranjak menuju ke gerbang utama gedung DPRD Provinsi Banten, untuk menemui massa aksi. Tanpa pengawalan ketat, Andra bersama dengan Encop berdiri di depan massa aksi dan mendengarkan tuntutan yang disampaikan oleh para massa aksi.
Aditya dalam penyampaiannya, mengatakan bahwa tuntutan pertama yang dibawa oleh pihaknya yakni terkait dengan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan serta periode Presiden. Tuntutan tersebut masih selaras dengan tuntutan gerakan mahasiswa di tingkat nasional.
“Berdasarkan hasil kajian kami, belum ada sikap tegas dari bapak presiden terkait keputusan penundaan maupun perpanjangan periode presiden. Padahal jelas-jelas ini merupakan pelanggaran konstitusi. Padahal konstitusi itu untuk membatasi kekuasaan, bukan untuk dipermainkan oleh kekuasaan,” tuturnya.
Selain itu, ia menuntut agar Presiden dapat menindak tegas para menteri yang pernah menyampaikan wacana penundaan pemilu maupun penambahan periode. Sebab, para menteri itu dinilai telah menyakiti hati masyarakat yang tengah kesusahan dengan adanya pandemi Covid-19.
“Kita ketahui bersama bahwa di tengah pandemi Covid, di tengah kesusahan masyarakat, tapi seolah-olah pemerintah malah terus menggaungkan wacana perpanjangan kekuasaan. Padahal pemerintah memiliki fokus dan prioritas dalam hal pemulihan pasca-pandemi, malah seperti itu,” tegasnya.
Menurutnya, persoalan wacana penundaan pemilu dan penambahan periode jabatan Presiden telah membuat kegaduhan di masyarakat. Saat ini bahkan, masyarakat tambah berpecah dengan adanya dua wacana itu. Termasuk di kubu pemerintah sendiri, antara pendukung penambahan periode dengan penundaan pemilu.
“Maka Presiden harus menindak tegas para menteri-menteri itu, karena telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat,” tegasnya.
Di sisi lain, pihaknya juga mendorong agar kasus-kasus pelanggaran HAM dapat segera dituntaskan. Salah satu kasus pelanggaran HAM yang terjadi di era kepemimpinan Jokowi yaitu penambakan enam laskar FPI di kilometer 50.
“Ini tidak ada penanganan yang baik, kasusnya tidak jelas dan pelakunya masih bebas berkeliaran. Pada akhirnya kami menilai bahwa hukum di Indonesia ini hanya merupakan kesepakatan antara kekuasaan dengan para pemilik modal,” terangnya.
Sementara tuntutan lainnya yakni mengenai pembatalan megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) yang akan dibangun di Kalimantan. Menurutnya, pembangunan IKN kurang tepat, mengingat kondisi saat ini Indonesia masih dilanda pandemi Covid-19. Terlebih saat ini, sejumlah bahan pokok pun melonjak naik, seperti harga minyak goreng.
“Sudah pasti pembangunan IKN hanya akan membebani APBN. Padahal lebih baik negara alokasikan anggaran untuk memulihkan perekonomian masyarakat pasca-pandemi Covid-19 ini,” ungkapnya.
Andra Soni pun menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh para massa aksi. Menurutnya, seluruh aspirasi yang disampaikan oleh massa aksi diterima oleh pihaknya, sebab DPRD memang merupakan lembaga yang bertugas menerima aspirasi.
“Oleh karena itu, tuntutan dari adik-adik mahasiswa akan segera kami tindaklanjuti. Tujuh tuntutan yang disampaikan oleh teman-teman merupakan kewenangan pusat, maka akan kami akan sampaikan kepada pusat. Sementara sisanya merupakan kewenangan kami, maka besok kami akan memanggil OPD terkait agar melakukan rapat koordinasi mengenai hal itu,” tandasnya.
Aksi tersebut pun ditutup dengan penandatanganan Nota Kesepahaman oleh Andra Soni mewakili DPRD Provinsi Banten. Andra Soni pun sempat mengajak para massa aksi untuk berfoto bersama. Selang beberapa menit kemudian, massa aksi pun membubarkan diri.
Terpisah, politisi Demokrat yang juga Wakil Ketua DPRD Banten M Nawa Said Dimyati buka suara terkait kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) umum atau non subsidi. Menurutnya kenaikan harga tersebut berimbas terhadap permintaan bahan bakar lainnya seperti Pertalite dan Solar. Ia khawatir, harga BBM Subsidi kedepannya akan mengikuti kenaikan harga BBM non subsidi.
“Kalau ini terjadi (kenaikan BBM Subsidi) bisa memberikan beban yang berat untuk masyarakat ditengah ekonomi yang belum 100 persen pulih akibat pandemi Covid-19,” kata Cak Nawa (sapaan akrab M Nawa Said Dimyati).
Saat ini, berbagai masyarakat yang awalnya menggunakan BBM non subsidi berpindah ke BBM Subsidi seperti Solar dan Pertalite, bahkan di beberapa SPBU kerap terjadi kehabisan BBM Subsidi tersebut.
“Kita tentu ketahui sistem pasar seperti apa, tapi mudah-mudahan ini tidak terjadi pada BBM Subsidi. Karena saat ini sebagian masyarakat yang awalnya menggunakan BBM Pertamax dan Dexlite pindah ke Pertalite dan Solar,” katanya.
Dirinya juga mengatakan, seringnya kehabisan stok BBM subsidi ditengah naiknya harga BBM non subsidi bisa menimbulkan dampak sosial ditengah masyarakat. “Dampaknya yang paling kuat itu dampak sosial, ini yang kita khawatirkan sebetulnya, apalagi ditengah ekonomi yang belum 100 persen pulih,” ujarnya.
Disisi lain, ia turut menyindir kejadian pada era presiden SBY. “Kejadian itu mungkin dampak sosial hingga ada politisi yang menangis sampai akan menurunkan ribuan masa,” kata Cak Nawa sambil tertawa.
Cak Nawa juga menyampaikan, jika BBM Subsidi kedepannya akan naik maka harga-harga bahan pokok dan harga lainnya juga akan mengalami kenaikan.
“Yang lebih dikhawatirkan lagi bahan pokok akan naik seiring dengan BBM naik, semoga saja itu tidak terjadi. Dan saya berharap masyarakat tenang,” katanya.(RUS/DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan