Bentrokan hari keempat yang dipicu pembakaran Al Qur’an oleh kelompok sayap kanan anti imigran, terjadi di Swedia, Minggu (18/4).
Media lokal melaporkan, tiga orang terluka dalam insiden di wilayah timur Norrkoping. Saat polisi melepaskan tembakan peringatan ke arah perusuh.
Selain itu, polisi juga mengamankan 17 orang dalam aksi demo yang diwarnai pembakaran sejumlah kendaraan.
Sehari sebelumnya, aksi bakar-bakar mobil dan bus juga terjadi di Malmo, kota di wilayah selatan Swedia.
Sedikitnya 16 polisi dilaporkan terluka dan beberapa kendaraan polisi hancur dalam kerusuhan tiga hari berturut-turut di sejumlah tempat unjuk rasa. Termasuk, di pinggiran Stockholm, Linkoping, dan Norrkoping.
Pemerintah Iran dan Irak telah memanggil utusan Swedia untuk memprotes aksi pembakaran tersebut.
Rencana Stram Kurs
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, ekstremis Denmark-Swedia Rasmus Paludan yang memimpin gerakan Stram Kurs atau Garis Keras mengaku telah membakar Al Qur’an, teks paling suci umat Islam. Dia bahkan menegaskan akan mengulangi tindakan itu.
Deutsche Welle menyebut, Paludan mengancam akan kembali menggelar rapat umum di Norrkoping pada Minggu (18/4), dan mendorong para demonstran tandingan untuk berkumpul di sana.
Dalam pernyataannya, Kepala Polisi Nasional Swedia Anders Thornberg mengatakan, para demonstran benar-benar terlihat masa bodoh dan tak menghargai polisi.
“Sebelumnya, kami juga pernah melihat kerusuhan dengan kekerasan. Tapi, yang ini beda,” kata Thornberg.
Aksi unjuk rasa membakar Al Qur’an yang digelar Stram Kurs, bukanlah yang pertama di Swedia. Dalam bentrokan di Malmo tahun 2020, demonstran juga banyak membakar mobil dan menghancurkan pertokoan.
Paludan sempat dipenjara selama satu bulan pada tahun 2020, karena melakukan berbagai pelanggaran, termasuk rasisme di Denmark. Dia juga berusaha merencanakan pembakaran Al Qur’an di negara-negara Eropa lainnya, termasuk Prancis dan Belgia. [HES/RM.ID]
Tinggalkan Balasan