Tuan Rumah GPDRR, Peran Strategis Indonesia di Wilayah Ring of Fire

GPDRR – Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) adalah forum multi-pemangku kepentingan dua tahunan yang diinisasi oleh PBB untuk meninjau kemajuan, berbagi pengetahuan. dan mendiskusikan perkembangan penanggulangan risiko bencana. Indonesia mendapatkan kepercayaan besar sebagai tuan rumah GPDRR ke-7 di Pulau Dewata Bali pertengahan tahun ini.

Secara garis besar, nilai strategis dari perhelatan multinasional GPDRR adalah untuk meningkatkan public awareness mengenai pentingnya Pengurangan Risiko Bencana. Indonesia selalu berperan secara aktif dalam konferensi kebencanaan internasional sejak tahun 2009. Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) adalah forum multi pemangku kepentingan dua tahunan yang diinisiasi oleh PBB untuk meninjau kemajuan, berbagi pengetahuan dan mendiskusikan perkembangan dalam Penanggulangan Risiko Bencana.

Tidak ada satu pun negara yang dapat menghadapi sendiri dampak dari bencana, karenanya kerja sama internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam upaya pengurangan risiko dan penanggulangan bencana baik di tingkat global, regional, nasional, dan lokal. Pada perhelatan GPDRR Tahun 2019 lalu, Indonesia memaparkan kepada dunia tentang tantangan dan risiko bencana tersebutlah yang telah membentuk kebijakan Indonesia di bidang kebencanaan yang inklusif, berperspektif pembangunan, dan ditempatkan sebagai investasi.

Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika Wiryanta menjelaskan forum GPDRR 2022 merupakan ajang kolaborasi tangguh bencana. Indonesia dan seluruh negara di dunia akan membahas pentingnya mitigas dan pengurangan risiko bencana dalam upaya mencapai ketangguhan bencana dan pembangunan yang berkelanjutan.

“GPDRR harus menghasilkan sebuah panduan pelaksanaan terhadap pengurangan risiko bencana, karena itu sangat penting bagi Indonesia. Apalagi kita berada di ring of fire, lebih rentan terhadap bencana seperti gunung meletus dan gempa bumi” ujar Wiryanta.


Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Suharyanto menyampaikan tentang kesiapan Indonesia sebagai tuan GPDRR. Ia mengatakan, sebagai negara kepulauan dan terletak di cincin api atau ring of fire, Indonesia memiliki potensi risiko bencana yang lebih tinggi, dan menjadi penting bagi kita untuk terus melakukan investasi pada kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana.

Untuk menyukseskan GPDRR 2022, BNPB bersama kementerian dan lembaga terkait terus melakukan persiapan dan koordinasi untuk kesuksesan forum dua tahunan tersebut. Antisipasi potensi penularan Covid-19 selama kegiatan menjadi perhatian utama. Beberapa aturan pencegahan penularan Covid-19 akan diterapkan seperti mewajibkan seluruh peserta membawa surat keterangan negatif tes Covid-19 dan melakukan check-in pada aplikasi peduli lindungi setiap kali memasuki tempat penyelenggaraan acara. Selain itu, penyelenggaraan GPDRR 2022 juga dipastikan akan ramah disabilitas.

Penyelenggaraan GPDRR 2022 tidak hanya memberikan manfaat bagi hubungan Indonesia di komunitas internasional, secara nasional perhelatan ini juga memiliki manfaat strategis. Salah satunya yaitu secara langsung mendukung pertumbuhan sektor ekonomi dan pariwisata nasional, terutama Bali pasca resesi akibat pandemi.

Selain pembahasan strategis tentang mitigas bencana alam, forum GPDRR juga diharapkan menjadi kesempatan untuk mencari solusi bersama dalam penanganan bencana non alam, khususnya pandemi Covid-19. Indonesia sebagai penyelenggara berkoordinasi dengan pihak UN (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk membahas studi kasus negara mana yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan langkah-langkah penanganan yang telah dilakukan, sehingga memberikan suatu keberhasilan dalam mengendalikan wabah Covid-19.

Pembahasan di dalam forum GPDRR akan dibagi dalam empat klaster. Pertama adalah ancaman bencana alam klaster geologi dan vulkanologi. Gempa bumi dan gunung berapi itu masuk dalam klaster yang dikategorikan klaster pertama.

Klaster kedua adalah klaster ancaman hidrometeorologi kering, yaitu kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.

Klaster ketiga adalah klaster ancaman hidrometeorologi basah, yaitu banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, dan abrasi pantai. Klaster yang terakhir adalah ancaman bencana nonalam, seperti pandemi Covid-19.

Terkait bencana non alam, Koordinator Komunikasi Kesehatan, Direktorat Infokom PMK, Maroli J Indarto menjelaskan tentang pentingnya Indonesia mengambil peran terdepan isu mitigasi bencana non alam. Mengingat kondisi demografis dan geografis yang dimiliki Indonesia, kolaborasi yang bersifat global akan sangat membantu Indonesia dalam memitigasi bencana non pandemi.

“Kita harus mengambil inisisatif ini. Karena jika kolaborasi global terbentuk dan berjalan dengan baik, manfaatnya akan dirasakan oleh Indonesia dalam menghadapi bencana non pandemi di kemudian hari”. tegas Maroli.


Masyarakat harus memahami potensi bencanan non alam. Masyarakat juga harus teredukasi dalam memitigasi bencana non alam seperti pandemi Covid-19 ini yang bisa muncul di kemudian hari.

“Kita harus bersiap untuk kemungkinan-kemungkinan bencana non alam lainnya seperti pandemi covid-19 ini. Itu adalah keniscayaan, masyarakat harus memiliki kemampuan bencana alam dan non alam, itu harus”, tutup Maroli.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *