Posisi Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi kembali digoyang. Saat ini, menggema desakan ke Presiden Jokowi agar mencopot Yudian.
Desakan itu menggema setelah disuarakan Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, saat menghadiri Puncak Peringatan Hari Lahir ke-62 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), di Museum Nasional, Jakarta, Senin (18/4) malam. Imin, sapaan akrab Muhaimin, melihat kinerja Yudian selama 2 tahun ini, tidak efektif. Yang terjadi, malah banyak penolakan terhadap mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu.
“Kalau tidak efektif, ya diganti saja. Supaya lebih efektif,” usul Ketua Umum PKB ini.
Menurut Imin, sejak dilantik Februari 2020, Yudian langsung mendapat banyak penolakan. Terlebih, saat dia kepleset lidah dalam wawancara khusus dengan salah satu media, yang menyebut musuh utama Pancasila adalah agama.
“Pak Yudian, setelah dilantik sudah salah ngomong. Sehingga banyak penolakan di kanan dan kiri,” tambah Imin.
Imin menerangkan, tugas BPIP adalah menyatukan bangsa. Namun, hingga kini, Yudian belum menjalankan tugas itu secara optimal. Ketegangan antar-anak bangsa masih terjadi. Tidak sedikit terjadi saling menyalahkan dan menyerang.
“Ini terbukti, api dalam sekam masih terjadi. Yang merasa Islam tapi bodoh soal Islam. Yang paling merasa nasionalis, tapi menyatakan nasionalismenya dengan menyakiti saudaranya. Ini terjadi. Harusnya BPIP hadir sebagai penjembatan dialog yang terbuka,” ujar dia.
Imin menambahkan, saat ini Indonesia memang masih aman. Namun, dengan api dalam sekam tersebut, belum tentu 15 tahun lagi situasi akan serupa. Karenanya, Ketua Majelis Pembina Nasional PMII itu menyebut, dialog nasional antar-anak bangsa mutlak dilakukan. Sayangnya, BPIP tidak menjalankan hal itu dengan baik.
Selain meminta Yudian dicopot, Imin juga mengusulkan ke Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri untuk mengikutsertakan anak muda, termasuk yang ada di PMII, dalam dialog nasional itu. “Kalau Bu Mega bisa ditambah anak muda seperti di PMII, saya yakin dialog terbuka antar-kekuatan bangsa akan terjadi. Dan tidak terus (hidup) api dalam sekam,” ucapnya.Soal hubungan pribadi dengan Yudian, Imin mengaku tidak ada masalah. Bahkan dia mengaku sebagai sahabat. “Terus terang, Ketua BPIP sekarang sahabat saya,” imbuhnya.
Diserang Imin seperti itu, pihak BPIP tidak ambil pusing. Menurut Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, sifat Imin memang suka begitu. “Kalau Cak Imin itu biasa lah. Itu otokritik. Intinya, kritik kita terima sebagai koreksi untuk memperbaiki kinerja BPIP,” ucap Benny.
Mengenai kinerja Yudian yang dianggap tidak efektif, Benny beralasan, upaya rekonsiliasi anak bangsa yang terbelah di tengah cepatnya arus teknologi dan digitalisasi, tak mudah. “Tapi kita jembatani, rekonsiliasi akan kita lakukan. Memang itu nggak gampang, harus kita akui. Orientasi BPIP bagaimana sinergi dengan lembaga terkait dan melakukan kerja gotong royong,” jelasnya.
Benny menambahkan, situasi saat ini sangat berbeda dengan Orde Baru. BPIP belum memiliki kekuatan sampai ke akar rumput. Tak seperti Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) yang dibentuk Orde Baru. Kala itu, BP7 memiliki struktur hingga tingkat kabupaten.
“Kita memiliki tugas koordinasi dan itu tak gampang dalam situasi demokrasi seperti sekarang. Dan BPIP tak punya kekuatan sampai ke akar rumput seperti zamannya BP7. Ada perbedaan itu,” terang dia.
Benny memastikan, BPIP terus berupaya menjalankan fungsinya secara optimal. Salah satunya lewat jalur pendidikan. BPIP telah membuat kegiatan dan pendidikan mengenai aktualisasi nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat. Contohnya, BPIP akan menghidupkan kembali Pancasila sebagai mata pelajaran dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi mulai Juli 2022. “BPIP telah menyiapkan materinya dan animasi agar materi mudah diterima anak-anak,” ulas Benny.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurniasyah menilai, kritik Imin sudah tepat. Dia setuju, Yudian pantas dicopot. “Yudian tidak perform, dan tidak berhasil memperkuat implementasi dan pemikiran Pancasila, sehingga sah saja didorong untuk mundur,” ucapnya. [UMM]
Tinggalkan Balasan