Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengakui, telah melakukan kesalahan. Hingga mendorong negaranya masuk ke dalam krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Dia berjanji bertanggung jawab dan memperbaikinya.
Pengakuan ini dia sampaikan, Selasa (19/4), di hadapan 17 menteri kabinet baru yang ditunjuknya, Senin (18/4). Sri Lanka kini ada di ambang kebangkrutan dengan menumpuk utang luar negeri mencapai 25 miliar dolar AS. Sekitar 7 miliar dolar AS utang mereka rencananya akan dibayarkan tahun ini.
Minimnya devisa, membuat negara ini kekurangan uang untuk membeli barang-barang impor. Rakyatnya pun telah mengalami kekurangan kebutuhan pokok. Seperti makanan, gas untuk memasak, bahan bakar minyak, dan obat-obatan, selama berbulan-bulan.
“Hari ini, masyarakat berada di bawah tekanan besar karena krisis ekonomi ini. Saya sangat menyesali situasi ini. Kondisi ini perlu diperbaiki. Kita harus memperbaikinya dan bergerak maju. Kita perlu mendapatkan kembali kepercayaan rakyat,” kata Rajapaksa, seperti dikutip Associated Press (AP).
Dia menyebutkan, Pemerintah seharusnya mendekati IMF (International Monetary Fund/Dana Moneter Internasional) sejak awal untuk mendapatkan bantuan. Dan semestinya tidak melarang pupuk kimia dalam upaya membuat pertanian Sri Lanka sepenuhnya organik.
Banyak pihak yang mengkritik larangan penggunaan pupuk impor ditujukan untuk memperpanjang penurunan devisa negara dan merugikan petani.
Pekan lalu, Pemerintah Sri Lanka mengatakan, sedang menangguhkan pembayaran pinjaman luar negeri sambil menunggu pembicaraan dengan IMF. Sri Lanka juga telah mendekati China dan India untuk bisa mendapatkan pinjaman darurat.
Kabinet baru dipilih, menyusul protes selama bermingguminggu gara-gara krisis bahan bakar minyak dan makanan. Masyarakat juga menuntut Rajapaksa dan keluarganya mengundurkan diri dari Pemerintahan.
Kemarahan publik sebagian besar ditujukan kepada Rajapaksa dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri (PM) Mahinda Rajapaksa. Kakak beradik ini memimpin dinasti politik yang telah berkuasa di Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir.
Ribuan pengunjuk rasa menduduki pintu masuk kantor presiden, Senin (18/4). Ini merupakan hari ke-10 dari aksi yang sama. Sayangnya, aksi tersebut masih belum mampu melengserkan Rajapaksa dan sang kakak. Namun, sejumlah kerabat Rajapaksa sebelum ini telah didepak dari kursi kabinet. Masyarakat menilai, langkah tersebut tidak tulus dan hanya bertujuan menenangkan pengunjuk rasa.
Pihak oposisi pun menolak tawaran Presiden Rajapaksa untuk membentuk Pemerintahan Persatuan, selama dia dan sang kakak masih menjabat.[PYB/RM.ID]
Tinggalkan Balasan