Peran Menantu WH dalam Gerombolan Bajak Pajak Dipertanyakan

SERANG, BANPOS – Penahanan empat orang pembajak pajak di Samsat Kelapa Dua mendapatkan apresiasi. Namun timbul pertanyaan, apakah kelompok bajak pajak itu hanya terdiri dari empat orang itu saja?

Terlebih, Kejati Banten turut menyita uang tunai sebesar Rp29 juta dari laci meja kerja Sekretaris Bapenda Provinsi Banten, dan fakta bahwa hanya Kepala UPT Samsat saja yang memegang akses masuk ke sistem Samsat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada. Menurutnya, langkah cepat dari Kejati Banten dalam melakukan penahanan terhadap empat orang pembajak pajak di Samsat Kelapa Dua patut diapresiasi.

“Meski banyak pihak mempertanyakan, apa betul hanya di level kasi ke bawah saja yang terlibat dalam persekongkolan jahat menjarah uang pendapat daerah itu,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima BANPOS, Jumat (22/4).

Menurutnya, terdapat beberapa catatan penting dari perkara pembajakan pajak tersebut. Pertama, perkara itu merupakan pengungkapan kasus korupsi yang langka, lantaran sumber perkara tersebut berasal dari pendapatan daerah.

“Sebab pada umumnya terjadi pada penggunaan atau realisasi anggaran melalui beragam kegiatan/proyek. Karenanya hemat saya, harus dilakukan audit investigasi oleh BPKP di semua Samsat dan sumber pendapatan daerah lainnya,” kata Uday.

Kedua, Uday menuturkan bahwa diamankannya barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp29 juta dari meja kerja Sekretaris Bapenda Provinsi Banten, Berly Rizky Natakusumah, turut menjadi hal yang harus disoroti agar dapat diungkap ke publik.

“Pak Kajati Leo menyebutkan bahwa tim Kejati juga turut mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp29 juta dari laci meja kerja Sekretaris Bapenda Berly Rizky Natakusumah. Tentu Tim Penyidik lebih faham langkah apa yang harus diambil untuk mengungkap uang apa itu?” ucapnya.

Selain itu, peran dari Kepala UPT Samsat Kelapa Dua pun perlu diperjelas. Sebab, pemegang akses masuk ke sistem Samsat hanya dimiliki oleh Kepala Samsat saja.

“Dalam mekanismenya, pemegang password sistem itu Kepala UPT, bukan kasie, apalagi seorang TKS (Tenaga Kerja Sukarela). Artinya, Kepala UPT Samsat telah memberikan password itu ke orang lain (TKS),” terangnya.

Pengembalian uang dari para pembajak pun turut menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, mereka secara sadar mengembalikan uang kepada Bapenda, meskipun belum ada hasil resmi yang menyatakan besaran nominal uang pajak yang telah dibajak.

“Pertanyaan berikutnya muncul, mengapa mereka (para tersangka) mengembalikan Rp6 miliar? Sementara audit belum dilakukan atau belum selesai,” tandasnya. (DZH)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *