Eksekusi mati terhadap Nagaenthran Dharmalingam, Warga Negara (WN) Malaysia yang divonis bersalah atas kasus narkoba, Singapura menjadi sorotan internasional. Pasalnya, terpidana disebut mengidap keterbelakangan mental ringan sehingga dianggap tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dilansir Reuters, Rabu (27/4), Dharmalingam disebut mempunyai skor IQ 69. Dilansir Vikaspedia yang mengutip Dr Sudha Rani, Assistant Professor of Psychiatry, Institute of Mental Health, Hyderabad, India, disebutkan, pengidap keterbelakangan mental ringan memiliki skor IQ berkisar dari 50 hingga 75.
Dalam kategori ini, pengidap keterbelakangan mental ringan hanya dapat mengikuti keterampilan akademik hingga kelas enam saja. Namun, mereka bisa mandiri apalagi ketika mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan.
Pengadilan Singapura memvonis mati Dharmalingam (34) lebih dari 10 tahun lalu. Dia kedapatan menyelundupkan 44 gram heroin ke Negeri Merlion itu. Singapura merupakan salah satu negara yang memiliki Undang-Undang (UU) anti narkoba paling keras di dunia.
Pengacara Dharmalingam telah mengajukan banding terhadap eksekusinya dengan alasan IQ-nya yang rendah. Kendati demikian, eksekusi tetap dilaksanakan dengan cara digantung.
Mengutip Reuters, 27 April 2022, saudaranya Navin Kumar mengatakan, eksekusi telah dilakukan. Jenazah Dharmalingam akan dikirim kembali ke Malaysia. Pemakaman akan dilaksanakan di kota Ipoh.
Sebelumnya, banding untuk menolak eksekusi mati Dharmalingam terus diupayakan hingga saat-saat terakhir jelang eksekusi. Sidang banding terakhir Selasa (26/4), berbuah penolakan hakim. Suasana berubah jadi haru begitu Dharmalingam berteriak pada ibunya, yang juga hadir di ruang sidang.
“Tapi itu juga bisa jadi momen penting untuk menentang hukuman mati di Singapura,” pernyataan kelompok itu, dikutip Reuters, Rabu (27/4).
“Kami sangat sedih atas kekejaman yang luar biasa ini,” pernyataan Amnesty International Malaysia di akun Twitter mereka.
Sementara organisasi anti hukuman mati Reprieve, menggambarkan eksekusi itu sebagai “keguguran keadilan yang tragis”.
Menjelang eksekusi mati berlangsung, sekelompok ahli di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan miliarder asal Inggris Richard Branson, bergabung dengan Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri, dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), mendesak Singapura meringankan hukumannya.
Di sebuah taman di Singapura, Senin (25/4), sekitar 300 orang menyalakan lilin menolak eksekusi Dharmalingam. Massa juga berkumpul di luar Kantor Komisi Tinggi Singapura di Kuala Lumpur pada Selasa malam (26/4). Mereka memohon agar Pemerintah Singapura mengabulkan grasi Dharmalingam.
Pengacara dan para aktivis mengatakan, jumlah tingkat intelijensia (IQ) Dharmalingam hanya mencapai 69. Tingkat yang diakui sebagai cacat intelekual atau keterbelakangan mental. Namun, pengadilan memutuskan, tidak ada bukti yang dapat diterima, yang menunjukkan kondisi mentalnya.
Pemerintah Singapura mengatakan, hukuman mati adalah untuk mencegah perdagangan narkoba. Sebagian besar warga Singapura juga diklaim mendukung hukuman mati. [RM.ID]
Tinggalkan Balasan