Program Pengurangan Pengangguran Terbentur Anggaran

SERANG, BANPOS – BPS  mengungkapkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Banten pada periode Februari 2022 berada di ranking pertama di Indonesia. “TPT Februari 2022 sebesar 8,53 persen, turun 0,48 persen poin dibanding dengan Februari 2021,” kata Kepala BPS Banten, Dody Herlando dalam rilisnya,  Senin (9/5).

Meski jumlah angkatan kerja turun, namun TPT terbanyak di Indonesia ternyata ditempati oleh Provinsi Banten. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2022 sebanyak 5,91 juta orang, turun 340,76 ribu orang dibanding Februari 2021,” katanya.

“Sementara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik sebesar 0,80 persen poin,” jelas Dody.

BPS Banten mengungkap, bahwa penduduk yang bekerja sebanyak 5,41 juta orang. Angka tersebut turun sebanyak 281,61 ribu orang dibandingkan Februari 2021.

Sedangkan lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan kata dia, persentase terbesar adalah Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan 4,07 persen poin

Dan untuk sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (2,77 persen poin),” katanya.

Dihubungi melalui telepon genggamnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans)  Banten, Septo Kalnadi mengungkapkan, meningkatkan angka pengangguran itu paling utama dipengaruhi Covid-19. Karena banyak perusahaan-perusahaan melakukan pengurangan karyawan.  “Misalnya PT Nikomas di Cikande ada pengurangan order, sehingga pengurangan karyawan,” katanya.

Selain itu Disnakertrans, bukan satu-satunya organisasi perangkat daerah (OPD) yang terkait langsung dengan angka pengangguran.

“Sektor pariwisata dan UMKM itu juga yang menyerap ketenagakerjaan. Kami sudah berupaya, berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan, supaya menyampaikan informasi lowongan pekerjaan ke dinas tenaga kerja terdekat. Namun jumlah lowongan pekerjaan tidak sebanding dengan tingginya angka pencari kerja,” jelasnya.

Tak hanya itu saja, Septo juga meminta kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten  menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, terutama di tingkat SMK melakukan link and match dengan dunia industri. “Saat ini juga sedang dibentuk tim koordinasi antar OPD untuk penyelenggara pelatihan ketenagakerjaan secara terpadu, namun belum berjalan karena terbentur anggaran,” terangnya.(RUS/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *