Prospek Ekonomi Indonesia Cerah

Kinerja dan prospek ekonomi Indonesia pasca Lebaran masih tetap positif di tengah dinamika dan tantangan global. Ke depan, prospek ekonomi diyakini semakin solid dan mampu tumbuh lebih kuat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tren perkembangan ekonomi nasional saat ini sudah berada pada jalur yang tepat, karena ditopang oleh aktivitas ekonomi domestik yang semakin bergeliat.

Hal ini terjadi seiring dengan penanganan Covid-19 yang semakin baik dan vaksinasi yang semakin luas.

“Kondisi ini juga didukung sektor eksternal yang mampu beradaptasi dengan kondisi global,” kata Airlangga dalam keterangannya, kemarin.
Menurut Airlangga, perkembangan ekonomi Indonesia yang terus bergerak ke arah positif ini tidak terlepas dari solidnya kerja sama Pemerintah dan seluruh stakeholder dalam pengendalian Covid-19 dan menjalankan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Hasilnya, kepercayaan masyarakat maupun investor semakin menguat mendorong aktivitas ekonomi nasional.

Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, momentum pulihnya ekonomi nasional perlu dijaga dan ditingkatkan bersama-sama. Sehingga pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2022 dapat tumbuh tinggi.

Selain itu, reformasi struktural akan terus dilanjutkan sebagai strategi jangka menengah dan panjang.

“Supaya kita dapat keluar dari jebakan negara berpenghasilan rendah atau middle income trap,” ujar Airlangga.

Airlangga mengatakan, dalam jangka pendek dan di tengah kenaikan inflasi global, Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai program Perlindungan Sosial (Perlinsos).

Antara lain, bantuan sosial (bansos) reguler terhadap masyarakat miskin, serta beberapa kebijakan bantuan yang bersifat afirmatif. Misalnya, bansos minyak goreng hingga Bantuan Tunai untuk Pedagang Kaki Lima Warung dan Nelayan (BT-PKLWN).

Sedangkan untuk jangka menengah, guna memitigasi berbagai risiko ketidakpastian global, Pemerintah terus mempercepat reformasi struktural. Antara lain melalui implementasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

“Kami juga terus berupaya memberikan kemudahan perizinan melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA), mitigasi perubahan iklim melalui percepatan green economy. Serta, meningkatkan kapasitas investasi nasional melalui Indonesia Investment Authority (INA),” jelas Airlangga.Eks Menteri Perindustrian ini mengatakan, berbagai program PEN termasuk upaya front loading yang digulirkan Pemerintah berhasil mengakselerasi performa ekonomi di triwulan I-2022. Baik dari sisi lapangan usaha maupun sisi pengeluaran.

Berkaca dari capaian triwulan I, Airlangga mengatakan, prospek ekonomi pada triwulan II-2022 diperkirakan semakin solid. Terutama karena mudik Lebaran tahun ini kembali diperbolehkan.

Ditambah lagi, berbagai leading indikator juga menunjukkan prospek cerah pemulihan ekonomi. Antara lain tercermin dari peningkatan Indeks Penjualan Riil dan Purchasing Managers Index (PMI) Sektor Manufaktur.

Indikator eksternal Indonesia juga menunjukkan kondisi yang relatif baik dan terkendali. Ini tercermin dari surplus transaksi berjalan, dan nilai tukar rupiah serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta Pemerintah tidak terlena dengan capaian di triwulan I-2022.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi hingga di atas 5 persen di triwulan I dipicu kenaikan harga komoditas yang cukup tinggi.

“Permintaan batu bara dan CPO (Crude Palm Oil/minyak sawit mentah) yang naik di pasar internasional, jadi keuntungan kita,” kata Bhima di Jakarta, kemarin.

Selain itu, kinerja ekspor dan investasi yang berkaitan dengan sektor pertambangan serta perkebunan, juga sangat mendorong pemulihan ekonomi.

Namun, Bhima mengingatkan, Pemerintah jangan terlena. Tantangan ke depan jauh lebih kompleks dan berisiko menghambat pemulihan ekonomi nasional.

Dia menyebut, kenaikan harga komoditas memang memberikan surplus neraca dagang di awal tahun 2022, namun jika tidak diantisipasi, maka harga komoditas yang naik akan berimbas ke inflasi pangan maupun energi.

Pasalnya, kenaikan suku bunga secara global akan mendorong perbankan menyesuaikan bunga pinjaman.

“Cost of fund yang naik akan menekan modal kerja pengusaha maupun pinjaman konsumsi. Karenanya, kualitas pertumbuhan ekonomi harus dioptimalkan dengan menaikkan serapan tenaga kerja,” tutur Bhima. [NOV]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *