SEBUAH proyek strategis nasional berupa bendungan dibangun di Kabupaten Serang. Karenan lokasinya di Desa Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, maka bendungan itu dinamai Bendungan Sindangheula. Diresmikan sebagai bendungan multifungsi, justru kini bendungan itu diselimuti misteri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari Kamis tanggal 4 bulan Maret tahun 2021 lalu telah meresmikan Bendungan Sindangheula di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang.
Bendungan yang dibangun sejak tahun 2015 dan disiapkan untuk pengendalian banjir yang kerap terjadi wilayah Kabupaten Serang dan sekitarnya. Tak hanya itu, Bendungan Sindangheula ditargetkan bisa meningkatkan produktivitas pertanian dengan kapasitas 9,3 juta meter kubik air yang bisa mengairi 1.289 hektar sawah di Serang dan sekitarnya.
Bendungan Sindangheula merupakan bendungan yang berada di Kabupaten Serang, tepatnya di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang. Bendungan tersebut dibangun dengan anggaran sebesar Rp458 miliar, dan diresmikan langsung oleh Joko Widodo pada 2021 kemarin.
Saat peresmian, Bendungan Sindangheula disebut memiliki sejumlah fungsi, diantaranya yakni peningkatan produktivitas pertanian dengan penyediaan irigasi, penyediaan air baku, mereduksi banjir dan objek pariwisata.
Berdasarkan informasi yang didapat pada laman KPPIP.go.id, diketahui bahwa Bendungan Sindangheula memiliki kapasitas 9,26 juta meter kubik dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 748 hektare, mengurangi debit banjir sebesar 50 meter kubik/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 0,80 meter kubik/detik.
Pada saat peresmian Sindangheula satu tahun lalu, Jokowi juga menjelaskan jika Sindangheula akan menyediakan air baku bagi daerah-daerah industri yang berkembang di Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon.
Jokowi juga mengklaim Sindangheula juga nantinya berfungsi untuk pembangkit listrik dengan menghasilkan 0,40 megawatt sehingga tidak lagi tergantung pada energi fosil. Serta Sindangheula bisa dimanfaatkan untuk konservasi dan pariwisata, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selang setahun setelah peresmian, Kota Serang dilanda banjir bandang yang menurut warga dan pemerintah, belum pernah dalam sejarah berdirinya Kota Serang, terjadi banjir sedahsyat itu. Hingga akhirnya, bendungan Sindangheula pun dituding menjadi penyebab banjir yang menelan korban jiwa sebanyak 5 orang itu.
Satu tahun lebih dua bulan, sejak diresmikan oleh Presiden Jokowi, saat ini banyak masyarakat yang mempertanyakan keberadaan Bendungan Sindangheula, Pasalnya, setelah Sindangheula diresmikan, beberapa pekan kemudian, masyarakat dilarang masuk ke area bendungan, tanpa alasan yang jelas.
“Saya bingung, setelah diresmikan oleh Bapak Presiden, kemudian masyarakat sekitar maupun dari luar Kabupaten Serang yang ingin berwisata dan melihat-lihat Sindangheula tidak diperkenankan oleh petugas setempat. saya tanya kenapa alasannya, tapi tidak dijawab dengan jelas,” kata Muwardi warga Kota Serang kepada BANPOS, Kamis (19/5).
Senada diungkapkan, oleh Warga Kota Tangerang, Rusli. Menurut dia, Sindangheula bisa dijadikan obyek pariwisata oleh masyarakat, tapi pada kenyataannya, untuk masuk ke lokasi tersebut ditutup.
“Dua pekan lalu, saya datang ke Sindangheula, karena katanya ada wisata airnya, tapi pas sampai sana, kami diminta untuk balik lagi, Sindangheula katanya belum selesai dikerjakan. jadi belum sempurna fisiknya,” ujar Rusli.
Mendapat jawaban dari petugas seperti itu, pihaknya mempertanyakan, jika peresmian yang dilakukan oleh Presiden Jokowi itu terkesan dipaksakan.
“Yang kami pahami, kalau fisiknya sudah sempurna, sudah 100 persen jadi, maka bisa dilakukan peresmian. Tapi Sindangheula ini belum beres tapi sudah diresmikan. Bingung saya dengan pengelolaan Sindangheula,” ujarnya.
Sementara itu, Krisna, warga Kota Serang mengaku bencana banjir di Kota Serang pada Januari lalu diduga penyebabnya adalah pengelolaan Sindangheula yang tidak baik.
“Kami ingin sekali pemerintah daerah dan pusat ini terbuka soal Sindangheula. Pertama setelah diresmikan ditutup untuk umum, kemudian ada banjir.Tolong pemerintah jangan tertutup seperti ini, sampaikan ada apa dengan Sindangheula,” katanya.
Ketua LSM Gerakan Masyarakat untuk Perubahan (Gempur), Mulya Nugraha, juga menyoroti misteriusnya Bendungan Sindangheula. Menurutnya, kebanyakan situ atau bendungan dibuat bukan hanya untuk distribusi air, tetapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat. Karenanya, sangat aneh jika Bendungan SIndangheula tidak dibuka untuk umum.
Mulya memaparkan, bendungan-bendungan yang selama ini dibangun pemerintah pusat, menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. Karena biasanya kawasan bendungan juga menjadi area wisata yang seharusnya juga dikembangkan oleh pemerintah, terutama pemerintah daerah.
“Kalau seperti sekarang, Bendungan Sindangheula ini seperti zona terlarang yang misterius. Seperti pangkalan militer yang tidak seorang pun boleh masuk kesana,” kata Mulya.
Mulya mengatakan, dengan kondisi yang terjadi saat ini, tak terlihat multifungsi yang diklaim oleh Presiden Joko Widodo. Karena, ada dua fungsi yang dia nilai gagal dijalankan BBWSC3.
“Fungsi pertama adalah penahan banjir yang terbukti gagal setelah terjadinya banjir besar di Kota Serang. Yang kedua adalah Fungsi objek wisata yang sampai saat ini tidak jelas juntrungannya,” tambah Mulya.
Atas dasar itu, Mulya menilai perlunya Pemprov Banten maupun Pemkab Serang sebagai pemilik wilayah untuk ikut mengintervensi kondisi ini. Caranya bisa dengan mendesak pemerintah pusat agar pengelolaan Bendungan Sindangheula tidak menjadi misterius dan bisa menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi yang mensejahterakan masyarakat, termasuk melalui sektor pariwisata.
“Jangan sampai apa yang dibangun di tengah-tengah masyarakat kita justru diselimuti misteri sehingga kita tidak tahu apa yang bisa menimpa kita karena keberadaan hasil pembangunan itu sendiri,” pungkas Mulya.
Bendungan Sindangheula Cuma Kolam Air Raksasa
Kritik juga disampaikan Ketua Komisi IV pada DPRD Provinsi Banten, M. Nizar, turut menyoroti kondisi bendungan tersebut. Menurutnya, dari hasil rapat dengan berbagai pihak, didapati bahwa Bendungan Sindangheula tidak memiliki pintu air untuk mengontrol jumlah air yang ditampung di sana.
“Bendungan Sindangheula ini memang tidak ada pintu airnya untuk mengalirkan air yang dibendung,” ujarnya pada 20 April lalu saat menemui massa aksi mahasiswa dari HMI MPO Cabang Serang.
Menurut Nizar, hal itu pun menjadikan Bendungan Sindangheula bukan sebagai bendungan, melainkan kolam air raksasa yang hanya menahan air saja.
“Artinya ini hanya membuat Sindangheula sebagai penahan air saja, tanpa adanya pintu aliran air. Ini kan menjadi problem yang harus diselesaikan dan kami sampaikan juga masukan ke pusat,” kata Nizar.
BANPOS pun mencoba menelusuri kebenaran pernyataan Nizar tersebut. Pada 23 April, BANPOS mendatangi Bendungan Sindangheula untuk melihat kondisi bendungan itu. Namun sayangnya, petugas keamanan yang berjaga di depan gerbang masuk kawasan Bendungan Sindangheula melarang BANPOS untuk meliput di sana.
Meskipun telah menjelaskan bahwa kedatangan BANPOS hanya untuk keperluan publikasi berita serta telah memberikan kartu pers kepada pihak keamanan, namun mereka tetap tidak memperbolehkan BANPOS untuk masuk ke dalam kawasan bendungan.
“Tetap tidak boleh. Kalaupun mau masuk ke dalam, silahkan minta izin terlebih dahulu kepada BBWSC3. Wartawan juga enggak boleh masuk,” ujar petugas keamanan yang berjaga.
Meskipun dilarang masuk, BANPOS melihat sejumlah warga tengah berlalu lalang di dalam kawasan bendungan. Saat ditanya mengapa jika dilarang masih ada warga yang dapat masuk ke kawasan bendungan, petugas keamanan menuturkan bahwa mereka adalah warga yang sedang mengurusi kebun.
Tak bisa masuk, BANPOS pun mencari info bagaimana cara masuk ke dalam kawasan bendungan selain dari gerbang utama. Salah satu warga setempat pun mengajak awak BANPOS untuk masuk ke dalam kawasan bendungan dengan melompati salah satu tembok. Hingga akhirnya BANPOS berhasil masuk ke dalam kawasan bendungan.
Pantauan BANPOS pada saat itu, terdapat banyak warga yang tengah asyik memancing di Bendungan Sindangheula. Menurut warga yang memandu BANPOS di dalam kawasan bendungan, Bendungan Sindangheula memang merupakan spot memancing yang diminati oleh banyak orang.
“Ini sudah biasa mas warga mancing. Biasanya juga bisa masuk lewat gerbang depan. Tapi kalau enggak boleh, bisa lewat tembok samping kita lompati,” ujar warga yang memandu BANPOS.
Ia menuturkan, Bendungan Sindangheula menurut sepengetahuannya, hanya memiliki satu pintu air untuk mengontrol ketinggian air pada waduknya. Ia pun menunjukkan lokasi pintu air tersebut kepada BANPOS.
Dari pantauan BANPOS, memang terdapat bangunan yang dari jauh terlihat mengeluarkan air yang cukup deras, di dataran dasar yang berada di sisi lain bendungan. Bangunan itu berbentuk kubus dengan ukuran berkisar 6×5 meter. Bangunan itu memiliki lipat layaknya toko klontong berwarna biru, dengan tembok berwarna merah batu bata.
Warga itu pun menuturkan bahwa hanya bangunan tersebut saja yang menjadi pintu pembuangan air dari Bendungan Sindangheula. Sedangkan spillway atau pelimpahan hanya berfungsi apabila air sedang tinggi saja.
“Jadi banjir kemarin itu merupakan limpahan yang keluar lewat spillway itu. Untuk kontrol air setahu saya hanya ini pintu pembuangan airnya,” terang dia.
Berdasarkan dokumen yang didapat BANPOS, pintu air yang ditunjukkan oleh warga tersebut merupakan bangunan pengeluaran. Pada dokumen yang sama, bangunan pengeluaran yang digunakan pada desain Bendungan Sindangheula menggunakan tipe Konduit Tapal Kuda dengan ukuran pasti 2 x Æ 3 meter.
Bendungan Sindangheula pun disebutkan dalam dokumen tersebut sebagai bendungan bertipe Zonal. Adapun spillway atau pelimpahan Bendungan Sindangheula bertipe ogee tanpa pintu dengan kapasitas 264 meter kubik/detik.
Akademisi Unbaja, Anis Masyruroh, mengatakan bahwa jumlah pintu air yang ada pada sebuah bendungan, akan tergantung pada fungsi dari bendungan tersebut. Menurutnya, Bendungan Sindangheula memiliki fungsi awal sebagai penyedia baku air terhadap tiga kabupaten/kota yakni Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Serang.
Namun memang pada 1 Maret lalu, terdapat masalah yakni adanya kelebihan air lebih dari batas tampung maksimal Bendungan Sindangheula. Anis menuturkan, pada saat itu terjadi kelebihan sekitar dua hingga tiga juta kubik dan tumpah ke aliran Cibanten.
“Memang karena dia (Bendungan Sindangheula) tidak punya pintu khusus seperti Bendungan Pamarayan yah (jadi tumpah tak terkendali). Memang Bendungan Pamarayan itu jelas pintu-pintunya untuk dialirkan ke irigasi. Sedangkan Sindangheula itu fokus untuk menyuplai air baku ke tiga daerah,” katanya.
Pada dokumen Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar yang dikeluarkan oleh Balai Bendungan pada Kementerian PUPR halaman 49, disebutkan bahwa kapasitas pelimpah bendungan dan penetapan banjir desain harus mengacu pada SNI 03-3432-1994.
Dalam SNI 03-3432-1994, ditentukan bahwa untuk bendungan urugan dengan ketinggian lebih dari 80 meter, dalam penentuan kapasitas pelimpahan bendungan diperlukan pengamatan hidrologis curah hujan kala ulang hingga seribu tahunan. Kepala BBWSC3, I Ketut Jayada, sempat melontarkan pernyataan bahwa banjir yang terjadi di Kota Serang akibat siklus 200 tahunan.
Menurut Anis, bisa dikatakan perhitungan hidrologis yang dilakukan pada saat pembangunan Sindangheula memang agak meleset. Hal itu lantaran dalam pembangunannya, hanya menghitung kapasitas, bukan dampaknya.
“Ini bisa jadi loh ya, menurut pandangan saya itu karena mereka membangun dengan menghitung kapasitas saja, bukan dampaknya juga. Tapi menurut saya, saat ini sudah seharusnya setiap pihak mengerjakan apa yang harus dikerjakan. BBWSC3 melakukan apa, Pemprov Banten melakukan apa, Pemkot Serang melakukan apa. Sehingga kejadian seperti kemarin tidak kembali terulang,” tegasnya.(DZH/ENK)
BANPOS mencoba melakukan konfirmasi kepada BBWSC3. Pada Kamis (19/5) sekitar pukul 11.28 WIB, BANPOS mendatangi kantor BBWSC3 untuk melakukan konfirmasi berkaitan dengan konstruksi desain maupun beragam fungsi yang menjadi misteri Bendungan Sindangheula.
BANPOS pun ditemui oleh seseorang yang mengaku sebagai Humas BBWSC3. Namun, ia menemui BANPOS bukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang akan disampaikan oleh BANPOS, melainkan memberi BANPOS formulir permohonan informasi publik.
Awak BANPOS yang datang ke BBWSC3 pun menolak mengisi formulir tersebut. Sebab, kedatangan BANPOS bukan untuk mengajukan permohonan informasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), namun untuk melakukan wawancara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pers.
“Tetap saja mas harus diisi. Karena mas bertugas dengan Undang-undang mas, saya bertugas dengan Undang-undang saya,” ujarnya.
Saat kembali dipertegas oleh BANPOS bahwa dalam melakukan wawancara tidak perlu mengajukan permohonan informasi publik, seperti pada saat BANPOS mewawancarai Kabid KPI pada BBWSC3, Nani, saat kantor BBWSC3 didemo oleh mahasiswa, ia pun menuturkan jika saat itu tidak ada pimpinan yang tengah berada di kantor.
“Pimpinan sedang berada di Waduk Karian,” ungkapnya.
Tinggalkan Balasan