SERANG, BANPOS – Kantor perusahaan plat merah yang beroperasi di Kota Cilegon yakni Unit Pelayanan Syariah (UPS) PT Pegadaian Cibeber, menjadi lahan dari tersangka Wardiana dalam melakukan tindak pidana korupsi. Wardiana melakukan korupsi salah satunya akibat ketagihan dalam bermain trading mata uang digital atau kripto.
Selain bermain kripto, Wardiana pun menggunakan uang hasil korupsi yang mencapai Rp2,6 miliar itu, untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, seperti perawatan tubuh hingga jalan-jalan ke luar negeri.
Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, didampingi oleh Kepala Tim Penyidikan, Yusuf Permana, mengatakan bahwa Wardiana merupakan pengelola UPS PT Pegadaian Cibeber. Wewenangnya meliputi penaksiran harga barang, menetapkan peminjaman dan mengelola administrasi.
Dengan kewenangan meliputi proses awal pegadaian hingga pada penetapan pinjaman, Wardiana pun menyelewengkan kewenangannya sejak Januari hingga November 2021. Modus yang digunakan yakni dengan menerbitkan Rahn fiktif, Arrum emas fiktif dan penaksiran barang jaminan tertinggi.
Dari penerbitan Rahn fiktif, Wardiana meraup uang hingga sebesar Rp2.359.359.410 dengan cara melakukan 90 kali transaksi menggunakan 40 KTP orang lain tanpa seizin pemiliknya. Transaksi pinjaman itu pun dilakukan dengan menggadaikan perhiasan bukan emas alias imitasi, yang dibeli secara online.
Adapun dari transaksi Arrum emas fiktif yang dilakukan sebanyak enam kali dengan lima KTP orang tanpa izin dan perhiasan imitasi, Wardiana berhasil meraup uang sebesar Rp230.854.628. Wardiana juga meraup uang sebesar Rp54.730.320 dari hasil penafsiran tertinggi barang jaminan emas dan berlian.
“Sehingga Dengan total keseluruhan sebesar Rp2.644.944.350 dan uang tersebut oleh tersangka W (Wardiana) digunakan untuk kebutuhan pribadi,” ungkapnya.
Menurutnya, tindak pidana korupsi tersebut mulanya terendus oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) PT Pegadaian. Melalui kuasa hukumnya, SPI PT Pegadaian pun melaporkan penyimpangan kewenangan tersebut kepada Kejati Banten.
Dari hasil penyidikan, uang hasil korupsi tersebut kerap digunakan oleh Wardiana untuk jual beli instrumen kripto seperti Bitcoin, instrumen investasi seperti saham serta keperluan pribadi seperti jalan-jalan hingga ke luar negeri.
“(Hasil dari trading kripto) buntung, bukan untung. Dan itu yang menjadi penyebab dia harus mengajukan permohonan pengajuan fiktif menggunakan KTP orang lain. Sekitar 45 KTP orang lain digunakan untuk pengajuan pinjaman fiktif,” ungkapnya.
Menurut Ivan, para korban yang identitasnya digunakan untuk melakukan pinjaman dan gadai barang fiktif tersebut mayoritas merupakan keluarga dan kerabatnya. Selain itu, ada pula data dari nasabah serta guru dari anaknya.
“Ada PNS, ada keluarganya, suaminya sendiri, ibunya sendiri. KTP mayoritas merupakan warga Kota Serang. Sejauh ini sudah ada pengembalian sebanyak kurang lebih Rp350 juta,” ucapnya.
Atas perbuatannya, Wardiana pun disangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 3, Jo. Pasal 8, Jo, Pasal 9, Jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Tersangka W dilakukan penahanan di Rutan Kelas IIB Pandeglang selama 20 hari terhitung sejak hari ini tanggal 6 Juni 2022 sampai dengan tanggal 25 Juni 2022,” tandasnya.(DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan