Banten ‘Lockdown’ Menjelang Idul Adha

SERANG, BANPOS – Dua minggu menjelang pelaksanaan Idul Adha, Provinsi Banten akan menerapkan ‘lockdown’. Penerapan lockdown tersebut bukan berkaitan dengan perpindahan masyarakat ke Provinsi Banten, akan tetapi lockdown tersebut dilakukan untuk masuknya hewan kurban dari luar Provinsi Banten.

Hal itu diputuskan dalam rapat koordinasi pemerintah Kota/Kabupaten serta Provinsi Banten, bersama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Rapat koordinasi itu merupakan instruksi dari Jaksa Agung serta Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) untuk mencegah penularan penyakit mulut dan kuku (PMK).

Hadir dalam rapat koordinasi tersebut, Kepala Daerah Kota/Kabupaten se-Provinsi Banten, didampingi oleh masing-masing Kepala Dinas yang berkaitan dengan peternakan serta perdagangan. Adapun perwakilan dari Provinsi Banten yaitu Kepala Dinas Pertanian dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten.

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten, Agus M. Tauchid, mengatakan bahwa dalam rapat koordinasi itu, disepakati bahwa dua minggu menjelang pelaksanaan Idul Adha, gerbang masuk menuju Provinsi Banten akan ditutup untuk masuknya hewan kurban.

“Ada hal yang cukup tegas di sini, H-14 sebelum Idul Adha, beberapa pintu masuk baik di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang sudah bersepakat untuk ditutup (penerimaan hewan kurban yang akan masuk ke Banten),” ujarnya di Kejati Banten, Selasa (7/6).

Alasan dilakukannya lockdown bagi hewan kurban itu lantaran dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan PMK, setiap hewan kurban yang masuk ke Provinsi Banten harus dilakukan karantina selama dua minggu.

“Ternak sebelum masuk ke daerah pengiriman, 14 hari sudah harus dikarantina. Berarti kalau ada pengiriman ternak ke Banten sudah melewati H-14, maka sudah pasti akan ditolak oleh pintu masuk seperti Tangerang,” ungkapnya.

Agus mengatakan, sejauh ini pihaknya menemukan dua klaster daerah asal PMK. Daerah pertama yakni Jawa Timur, sedangkan daerah kedua yakni Aceh.

“Harus diakui itu justru masuknya (PMK) dari pengiriman Jawa Timur. Itu bahkan sebelum adanya wabah PMK. Makanya kami meminta agar dilakukan pengecekan bagi ternak yang berasal dari Jawa Timur dan Aceh. Sementara untuk yang di luar itu, dapat diprioritaskan (untuk masuk),” terangnya.

Kendati demikian, pihaknya tidak menolak pengiriman hewan ternak dari dua daerah itu. Akan tetapi, perlu disertakan surat keterangan kesehatan hewan dan dilakukan karantina selama dua minggu.

Agus menuturkan, sejauh ini kasus PMK di Provinsi Banten telah mencapai lebih dari 418 kasus. Adapun dari 8 kota/kabupaten, hanya tersisa tiga daerah saja yang masih dalam status hijau atau tanpa adanya kasus.

“Lima daerah sudah tidak hijau. Yang masih hijau itu Kabupaten Lebak, Kota Serang dengan Kota Cilegon. Untuk yang tertinggi kasusnya ada di Kota Tangerang,” tuturnya.

Adapun rincian kasus di setiap daerah yakni Kota Tangerang sebanyak 253 kasus secara kumulatif, Kabupaten Tangerang 124 kasus, Kota Tangerang Selatan dua kasus Kabupaten Serang 11 kasus dan Pandeglang 28 kasus.

Walikota Tangerang, Arief R. Wismansyah, mengatakan bahwa pihaknya telah menyikapi terkait dengan penanganan PMK sejak minggu lalu. Menurutnya, berdasarkan hasil penelusuran Pemkot Tangerang, maraknya kasus PMK di Kota Tangerang lantaran banyak peternak yang tidak tahu mengenai PMK.

“Selain itu kenapa jadi banyak, karena itu kami karantina semua. Jadi setelah dilakukan sosialisasi, maka mereka jadi paham bahwa ternak mereka itu terkena PMK. Nah ini juga kalau kena satu, gampang ketular. Maka suspek pun kami anggap telah terkena PMK, karena itu instruksi dari Kementan, satu kena maka anggap semua kena,” tandasnya.(DZH/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *