LEBAK, BANPOS – Aktivitas kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kerja di Pemerintahan Daerah (Pemda) perlu diawasi kontrol melekat, hal ini untuk mengantisipasi kinerja yang santai dan banyak kasus mangkir kerja. Dalam hal ini, peranan masyarakat dan pers juga sangat membantu pengawasan pada mereka abdi negara yang keberadaannya digaji dari uang rakyat.
Pakar Administrasi Negara dan Kebijakan Publik Disiplin di Lebak, Harits Hijrah Wicaksana kepada BANPOS mengatakan, keberadaan ASN itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 yang mengatur kinerja mereka,
“Dalam Pasal 4 Huruf F pada PP tersebut setiap ASN memiliki kewajiban yaitu masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Dalam hal ini kewajiban seorang ASN tetap harus dipatuhi karena perintah peraturan perundang-undangan melekat pada diri pribadi ASN tersebut. Tidak terkait dengan kinerja instansi, tapi menjadi kesalahan pribadi ASN terkait kedisiplinan jika tidak menaati jam kerja dan harus dijatuhi hukuman disiplin,” ujar Harist Wicaksana, Minggu (12/06).
Menurut Harits, pada Pasal 9 ayat (2) PP itu mengatur mengenai hukuman disiplin ringan bagi ASN yang tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya. Hal itu berlaku bagi ASN yang tidak mematuhi jam masuk kerja.
“Sanksi disiplin ringan itu, pertama yakni teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama tiga hari kerja dalam satu tahun; kedua teguran tertulis bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama empat sampai dengan enam hari kerja dalam satu)m tahun; dan ketiga pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS/ASN yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 7 sampai dengan 10 hari kerja dalam satu tahun,” terangnya.
Pada bagian lain, Doktor Administrasi Publik ini pun menyebut juga Pasal 10 ayat (2) huruf f yang masuk kategori hukuman disiplin level sedang bagi ASN yang mangkir kerja.
“Pertama pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 Persen selama enam bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah. Itu bisa dirinci secara kumulatif selama 11 sampai dengan 13 hari kerja dalam satu tahun.
Selanjutnya pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan bagi PNS/ASN yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 14 sampai dengan 16 hari dalam satu tahun; dan ketiga
berupa pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 Persen selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 17 sampai dengan 20 hari kerja dalam satu tahun,” ungkap Harits.
“Selain itu, bagi yang tidak masuk selama 10 hari kerja tanpa alasan yang sah dapat dilakukan pemberhentian pembayaran gajinya,” imbuhnya.
Dijelaskan Harits, sebagai PNS/ASN mereka telah disumpah untuk mengutamakan kepentingan negara atau pekerjaannya dibandingkan kepentingan pribadi atau golongan, “Harusnya dalam hal ini pejabat pemerintah daerah provinsi harus lebih tegas dalam kedisiplinan PNS-nya lebih sering dilakukan pengawasan kepada setiap instansi pada awal masuk jam kerja sesuai dengan Permen PAN-RB Nomor 6 Tahun 2018 bahwa PNS/ASN masuk Jam kerja pada pukul 07.30 untuk melihat apakah PNS/ASN provinsi atau kabupaten kota ini tepat waktu atau tidak dalam bekerja untuk melayani masyarakat.
Dalam hal ini jelas Harits, pimpinan daerah pun harus tegas dalam memberikan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS/ASN yang melanggar kedisiplinan, terutama mereka yang ditempatkan di lokasi jauh dari kontrol. “Ini agar menjadi efek jera bagi PNS-PNS lainnya yang sering tidak tepat waktu atau sering absen dalam bekerja. Disiplin kerja yang rawan dilanggar itu bisa disebabkan banyak faktor, mulai dari pengawasan yang kurang ketat, jenis pekerjaan. Namun yang paling rawan lagi lokasi ASN yang ditempatkan di tempat jauh,” jelasnya.
Dalam hal ini, tambah Harits lagi, manajemen pengawasan yang dilakukan pimpinan daerah bisa dengan beberapa hal, seperti memanfaatkan akses teknologi dan pengawasan melekat secara langsung. Namun yang terpenting yaitu kesadaran dari diri akan tanggung jawabnya.
Harits memberikan pengecualian tidak masuk kerja karena ada perintah dinas lainnya. Menurutnya, itu masih sesuai dengan tupoksinya, dan tentu tidak masalah.
“Namun yang menjadi masalah, ketika tugas lainnya tidak berkorelasi dengan tugasnya, atau tanggung jawabnya dalam pekerjaan dinas. Sehingga dalam hal ini pun keberadaan masyarakat dan pers juga bisa bermanfaat untuk membuka informasi persoalan ini, sehingga pimpinan daerah atau atasannya bisa terbantu mengetahui keberadaan anak buahnya di lapangan yang di tempat jauh,” tegas alumni S3 UNPAD ini.
Pada bagian akhir, Haris mengatakan, tentang keberadaan ASN yang disinyalir banyak mangkir kerja lantaran ada tugas luar. Itu butuh kejelasan pasti, ini dibutuhkan informasi tambahan lain baik dari masyarakat maupun pers, selanjutnya juga di kroscek lagi melalui strategi pengawasan khusus lainnya.
“Apakah jika benar ada tugas lain perintah dinas dapat ditunjukkan dengan surat tugas yang diberikan. Selain itu juga pengawasan pun bisa menggunakan peran eksternal dari masyarakat. Karena bagaimanapun ASN itu tugasnya melayani masyarakat, dan tentu itu tidak gratis, mereka para ASN itu telah dibekali fasilitas gaji dan berbagai tunjangan. Termasuk juga rumah dinas dan alat transportasi. Jadi jika masih mangkir sangat disayangkan,” papar Harits menutup obrolan dengan BANPOS. (WDO/PBN)
Tinggalkan Balasan