Perketat Pengawasan Impor Hewan Ternak!

JAKARTA, BANPOS- Banyaknya hewan ternak yang terpapar Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), membuat Perum Bulog memastikan daging kerbau beku impor dari India dalam kondisi sehat, dan layak dikonsumsi.

Untuk itu, Bulog melakukan uji PCR (Polymerase Chain Reaction) di Pusat Veteriner Farma – Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hasilnya dinyatakan bebas PMK.

Pengamat pertanian yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengatakan, langkah yang dilakukan Bulog sudah tepat. Pasalnya, PMK ini tak hanya menjangkiti hewan ternak pada sapi saja.

“PMK ini bisa menular dengan cepat di antara hewan ternak. Bisa saja ke sapi, kerbau, domba dan hewan lain. Sudah sewajarnya Bulog melakukan langkah tes atau pemeriksaan,” ujar Dwi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Wabah PMK diduga berasal dari daging impor, seperti sapi dan ternak lain yang didatangkan dari negara-negara yang masih ada wabah PMK. Seperti India dan Brazil.

“Kemungkinan potensi masuknya wabah PMK ini, memang dari hewan ternak yang diimpor. Karena, Indonesia sebenarnya sudah dinyatakan bebas PMK sejak tahun 1990,” katanya.

Lantaran penularan ini terjadi dengan cepat, kata Dwi, kini semakin banyak ternak yang ditemukan terpapar PMK. Kasusnya tak hanya ditemukan di Jawa Timur dan Aceh saja, juga menyebar ke banyak daerah lain.

Dia menilai, penanganan wabah PMK ini harus cepat diatasi. Sebab, ini sangat berdampak negatif bagi para peternak. Khususnya yang berskala kecil.

“Bayangkan, peternak yang cuma punya satu atau dua ekor ternak, lalu kena wabah ini. Tentu sangat berdampak bagi mereka. Sudah harga jualnya terganggu, produktivitasnya juga menurun,” ucapnya.

Untuk itu, dia berharap, Pemerintah memberi perhatian khusus pada para peternak. Baik itu berupa pemberian bantuan pemeriksaan kesehatan hewan, maupun dalam bentuk ganti rugi jika terkena PMK.

“Pemberian kompensasi atau ganti rugi perlu juga dilakukan. Khususnya, pada peternak yang kecil-kecil. Karena mereka mengalami penurunan pendapatan,” katanya.

Ke depan, diharapkan proses pengawasan dilakukan dengan lebih ketat untuk ternak impor. Dan menjalankan program karantina yang baik guna meminimalisir penyebaran penyakit menular hewan.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta mengatakan, setiap pulau juga perlu memiliki pusat karantina hewan dan bibit hewan ternak yang diimpor. Ini untuk menghindari penyebaran virus yang dapat menyebar dengan cepat melalui udara.

Termasuk pengetatan pengawasan dari dokter hewan dan pengawasan hewan dalam setiap Rumah Potong Hewan (RPH).
“Titik-titik pemeriksaan, pengawasan dan karantina untuk sapi impor perlu menjadi fokus Pemerintah. Supaya PMK tidak semakin meluas,” tegas Aditya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Outlook Daging Sapi 2020 dari Kementerian Pertanian (Kementan), kata dia, sekitar 30-40 persen kebutuhan daging sapi nasional dipenuhi melalui impor. Baik impor daging sapi atau hewan sejenis lembu lainnya maupun impor sapi bakalan.

“Meski impor didominasi oleh Australia, beberapa tahun terakhir Indonesia mulai mendiversifikasi dan mengimpor dari India,” katanya.

Karena itu, untuk memberikan perlindungan pada konsumen terkait risiko penyakit hewan, Pemerintah sebaiknya mulai fokus pada peningkatan kinerja sistem pemantauan kesehatan hewan ternak yang diimpor.

Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementan, saat ini PMK atau Foot and Mouth Disease (FMD) telah menyebar ke 16 provinsi di Indonesia.

Dari 16 provinsi yang memiliki kasus PMK, tercatat sudah ada 82 kabupaten atau kota dengan 5,45 juta ekor hewan yang terkena PMK. Atau 39,4 persen dari total hewan ternak nasional pada akhir 2021.

Adapun ke-16 provinsi yang memiliki kasus PMK, yakni Aceh, Bangka Belitung, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau dan Sumatera Utara.

Guna menyikapi maraknya pemberitaan PMK yang menyerang ternak sapi di beberapa daerah, Perum Bulog juga turut melakukan pemeriksaan untuk meyakinkan lagi kondisi daging kerbau beku yang diimpornya dari India beberapa waktu lalu.

Direktur Supply Chain Pelayanan Publik Bulog Mokhamad Suyamto menjelaskan, uji laboratorium dilakukan secara rutin, termasuk uji PMK. Sehingga daging beku yang dimilikinya saat ini benar-benar memenuhi persyaratan kesehatan yang ditetapkan Pemerintah.

“Kami telah melakukan uji PCR di Pusat Veteriner Farma pada 2 Juni 2022 terhadap sampel daging kerbau beku yang kami miliki. Hasilnya, Sabtu (4/6) sudah keluar, yaitu negatif,” tegas Suyamto melalui siaran pers, Minggu (5/6).

Dengan begitu, Bulog lebih yakin lagi untuk mendistribusikan komoditas daging kerbau beku ini guna mencukupi kebutuhan daging di Tanah Air.

Dia menuturkan, Pemerintah memberikan penugasan kepada Bulog untuk mengimpor daging kerbau beku sebanyak 100 ribu ton pada tahun ini.

“Hal ini sebagai alternatif pilihan bagi konsumen dalam memenuhi ketersediaan akan daging. Serta menjaga stabilisasi harga daging di tingkat konsumen,” katanya.

Karenanya, sebelum ada wabah PMK pun, mekanisme importasi daging kerbau yang dikelola Bulog telah lolos verifikasi dari Kementan.

Dia menjelaskan, ketika tiba di Indonesia, daging kerbau langsung diperiksa tiap kontainer oleh Balai Karantina Tanjung Priok Kementan. Lalu diberi sertifikat oleh Balai tersebut.

Bahkan, sebelum dilakukan pengiriman ke Indonesia, daging kerbau yang diimpor Bulog ini dipastikan hanya dilakukan oleh supplier yang telah mendapat sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Selain itu, juga telah memenuhi kriteria kesehatan hewan dan dinyatakan layak di konsumsi manusia (fit for human consumption). Sebagaimana dinyatakan dalam sertifikat kesehatan (Health Certificate) dari Lembaga Veteriner di India,” ucapnya.

Hingga saat ini, jumlah stok daging kerbau beku yang dikuasai Bulog sebanyak 46 ribu ton. Dia pun mengklaim, Bulog berhasil membantu mengatasi kebutuhan lonjakan permintaan daging beku. Khususnya saat Ramadan dan Idul Fitri lalu.
“Ini terlihat karena di momen itu harga daging di pasaran bisa stabil,” pungkasnya. (IRM/FIR/AZM/RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *