Ombudsman Masih Validasi Temuan PPDB

SERANG, BANPOS –  Ombudsman  mengaku agak kesulitan menindaklanjuti laporan masyarakat yang menyampaikan adanya dugaan isu permainan uang pada Pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) Online SMA/SMK tahun ajaran 2022/2023 di Provinsi Banten.

“Ada kendala masyarakat khawatir jika menyampaikan secara lengkap akan berdampak pada dirinya atau bahkan calon siswa yang mendaftar,” kata Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Banten, Zainal Muttaqin dalam pesan tertulisnya, Selasa (21/6).

Ia menjelaskan, adanya kekhawatiran tersebut, menyebabkan informasi yang disampaikan masyarakat kepada Ombudsman Banten tidak utuh. Karenanta pihaknya, mendorong masyarakat dapat menggunakan haknya untuk meminta identitasnya dirahasiakan oleh Ombudsman sesuai ketentuan undang-undang, tapi tetap menyampaikan informasi secara lengkap dan utuh sebagai bahan tindak lanjut.

“Kami berharap sampaikan secara lengkap. Sesuai dengan aturan, tentunya kami akan merahasiakan identitas pelapor,’ ujarnya.

Ditanya ada berapa kasus dugaan permainan uang dalam PPDB online tahun ajaran 2022/2023 di Provinsi Banten  Zainal menjelaskan  hal tersebut terjadi di Kabupaten dan Kota Tangerang. “Yang saat ini sedang kita tindak lanjuti dengan validasi ada 2,” imbuhnya.

Adapun temuan lainnya yang saat ini tengah dilakukan validasi oleh Ombudsman yakni, beberapa keluhan atau informasi awal laporan mengenai pendaftaran jalur zonasi. Ada yg berkaitan dengan dugaan pemalsuan jarak dan ada yang berkenaan dengan penggunaan SKD yang sesuai Permendikbud, Pergub Banten, dan juknis PPDB sudah tidak boleh digunakan kecuali bagi terdampak bencana alam atau bencana sosial.

“Setelah proses validasi cukup, Dindikbud Banten akan dimintakan untuk mengklarifikasi kepada pihak sekolah dan menyampaikan hasilnya,” ungkapnya.

Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum menyesalkan jika dalam  PPDB Online SMA/ SMK terjadi permainan uang.

“Jual beli kursi, bahwasanya masih terindikasi. Kami DPRD secara langsung akan melakukan langkah-langkah evaluasi bersama Dindikbud Banten. Karena belum ditemukan oknum baik dari pihak sekolah, diluar, maupun Dindik sekalipun,” kata Barhum pada saat  acara forum Discussion Group (FGD) bersama wartawan di Gedung Serbaguna DPRD Banten.

Dikatakan politisi PDIP ini, jika informasi permainan uang  di PPDB Banten diketahuinya dari  masyarakat dan media. Dan jika benar, pihaknya tak segan-segan bertindak tegas terhadap oknum tersebut.

“Kalau terbukti, kami DPRD secara langsung akan melakukan langkah-langkah evaluasi,” katanya.

Namun bila dalam perjalanannya terdapat kecurangan, maka hal tersebut lanjutnya, harus segera ditindak. Padahal kata dia, tindakan itu sangat dilarang. Dapat merusak moral pendidikan di Provinsi Banten

“Saya mengimbau dan berharap agar hal-hal seperti itu jangan dilakukan. Karena bisa mencoreng nama baik pendidikan di Provinsi Banten,” ujarnya.

Sementara itu di Kabupaten Pandeglang, sejumlah orangtua siswa mengeluhkan sistem zonasi karena dianggap menghambat pendidikan anak-anaknya ketika lulus dari SLTP.

“Di sekitar tempat tinggal saya tidak ada SMA yang jaraknya seperti yang ada dalam aturan. Karena menggunakan sistem zonasi, maka anak saya terancam tidak sekolah,” ungkap salah seorang warga Kabupaten Pandeglang yang identitasnya minta dirahasiakan.

Dia menerangkan, pengumuman penerimaan siswa sudah keluar dan anaknya dinyatakan tidak diterima di SMA, yang jaraknya kurang lebih dua kilometer dari rumahnya. Menurut informasi yang dia terima, di sekolah tujuan anaknya malah ada calon peserta didik baru yang tempat tinggalnya lebih jauh dari sekolah. Namun dinyatakan diterima di sekolah dimaksud.

“Memang informasinya belum benar-benar valid. Tapi tidak menutup kemungkinan itu terjadi. Tolonglah Dindikbud Banten dan panitia PPDB di semua daerah segera mencari solusi atas persoalan ini,” ujarnya.

Jika kebijakan zonasi tetap diberlakukan, lanjut dia, maka sangat mungkin banyak anak lulusan SLTP yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya di tingkat SLTA.

 Kebijakan dan regulasi kan dibuat tujuannya untuk memudahkan peserta didik melanjutkan pendidikan. Bukan malah kemudian menghambat. Jadi sistem zonasi seperti ini membuka peluang anak putus sekolah,” terang sumber tadi.(RUS/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *