UNTUK menekan angka pencabulan terhadap anak, pihak pemerintah daerah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasinya. Sejauh mana efektifitas langkah-langkah itu?
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang, Anton Gunawan, mengtakan, untuk menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan, khususnya kekerasan seksual, pihaknya telah membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di seluruh kelurahan, meskipun dilakukan tanpa anggaran.
“PATBM itu anggotanya tokoh masyarakat, RT, RW dan sebagainya. Alhamdulillah di tahun 2021 sudah terbentuk. Tahun ini kami baru bisa melakukan sosialisasi kepada PATBM sampai pada bagaimana cara membina anak. Karena pembinaan anak saat ini dengan dulu itu berbeda, tidak bisa menggunakan pendekatan kekerasan,” katanya.
Menurutnya, pendekatan kekerasan seperti yang terjadi pada zaman dulu, berpotensi membuat anak mencari pelampiasan kepada orang lain. Hal itu yang justru berpotensi dijadikan sebagai kesempatan bagi para predator anak.
“Nanti mereka pelampiasan dengan ngobrol, curhat melalui WhatsApp. Kalau yang dicurhati itu orang baik, akan diberikan pemahaman untuk sabar. Bagaimana kalau yang dicurhati orang yang buruk, diajak main, begadang dan kegiatan buruk lainnya. Atau ada orang dewasa yang mengambil kesempatan, pada akhirnya jatuh ke perangkap tersebut,” terangnya.
Dengan anggaran yang masih minim tersebut, pihaknya akan berupaya agar di tahun 2023 mendatang teranggarkan untuk kegiatan-kegiatan PATBM. Dengan demikian, keberadaan PATBM dapat lebih maksimal dalam menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Selain PATBM, pihaknya juga membuat inovasi dengan meluncurkan program Konsultasi Keliling Perlindungan Perempuan dan Anak (Koling PPA). Menurutnya, inovasi yang belum berbasis anggaran tersebut akan ditugaskan berkeliling Kota Serang, untuk mensosialisasikan program Koling PPA.
“Misalkan nanti ada gelagat korban kekerasan seksual, bisa langsung ke Koling PPA. Bisa melaporkan ke situ. Kalau belum siap, masyarakat bisa mencari bukti terlebih dahulu sebelum melaporkan. Jadi sosialisasinya itu agar masyarakat tahu kalau ada Koling PPA, dan bahwa kekerasan seksual terhadap anak itu sudah sangat marak saat ini,” tegasnya.
Kepala DKBP3A Kabupaten Serang, Tarkul Wasyitmengaku, sejauh ini pihaknya terus melakukan langkah antisipasi dan persuasif, untuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak, agar bisa melaksanakan sosialisasi di masing-masing tempat.
“Sosialisasi terkait dengan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dan kami juga melaksanakan sosialisasi terkait dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” tuturnya.
Menurutnya, anggaran pencegahan tindak kekerasan seksual saat ini telah didistribusikan ke seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Serang. Dengan demikian, pihaknya nanti hanya akan bertindak sebagai narasumber setiap sosialisasi.
“Anggaran sosialisasi P2TP2A itu anggarannya sudah di kecamatan. Jadi yang menyelenggarakan juga masing-masing kecamatan dan kita sebagai pemateri dari dinas DKBP3A Kabupaten Serang,” ucapnya.
Ia mengaku bahwa pihaknya sudah membangun komunikasi dengan lembaga-lembaga di luar pemerintahan, untuk bisa bersinergi dalam menekan angka kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
“Semuanya kita bantu dan tentunya kita sudah sinergi dengan lembaga-lembaga yang sudah konsen dan merupakan pemerhati terhadap anak dan perempuan,” tuturnya.
Sejauh ini, pihaknya merasa bahwa hambatan yang dihadapi oleh pihaknya dalam menekan angka kekerasan seksual ialah minimnya anggara. Selain itu, luasnya wilayah Kabupaten Serang pun menjadi hambatan yang cukup berat untuk pihaknya hadapi.
“Hambatannya saya pikir setiap melaksanakan program kegiatan itu pertama terkait dengan anggaran. Kedua, jangkauan luas wilayah di Kabupaten Serang yang merupakan salah satu persoalan dan yang terpenting bagaimana agar masyarakat memahami bagaimana untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak (P2KP) DP3AKB Cilegon, Dewi Herlina mengatakan, pihaknya bekerjasama dengan kader Cilegon Mandiri menampung keluhan masyarakat.
“Kalau terima laporan, kita assessment dulu, terus kalau memang perlu menempuh jalur hukum, kita dampingi korban ke jalur hukum, kalau korban menginginkan mediasi nanti kita mediasi. Tetapi kalau kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan pada anak pemukulan dan sebagainya kita lakukan langkah ke APH (Aparat Penegak Hukum), kita bekerjasama dengan Unit PPA di Polres Cilegon,” tuturnya.
Dewi menjelaskan, pada sebuah kasus kekerasan, pihaknya terlebih dahulu melakukan assesment. Jika korban mengalami trauma dan membutuhkan pendampingan pihaknya juga melakukan pendampingan.
“Kita lakukan trauma healing jika memang korban mengalami trauma, kita assesment dulu setelah menerima laporan, kemudian proses trauma healingnya seperti apa, apakah home visit atau korban ke kita,” jelasnya.
Pada bagian lain, Ketua Lembaga PErlindungan ANak (LPA) Kabupaten Lebak, Oman Rohmawan mengemukakan upaya pencegahan dini yang bisa dilakukan. Selama dua tahun terakhir, LPA Lebak lebih banyak mensosialisasikan terkait peraturan perlindungan anak.
“Kami sampaikan konsekuensi hukum bagi pelaku kekerasan terhadap anak baik secara fisik, psikis, seksual atau eksploitasi. Dan bagi anak-anak, kami lebih memberikan pemahaman untuk bagaimana bisa melakukan langkah-langkah antisipasi dan upaya perlindungan apabila di lingkungan sekitarnya terjadi perlakuan kekerasan terhadapnya,” kata Oman.
“Kami berharap semua pihak ikut memberikan bagian dalam rangka melindungi anak-anak dari aksi kekerasan. Bagi pemerintah, bisa membuat kebijakan yang lebih pro terhadap perlindungan anak salah satunya dengan memasifkan sosialisasi tentang undang-undang perlindungan anak baik di masyarakat maupun di kegiatan pemerintahan,” imbuhnya.
Oman Rohmawan pun mengharapkan semua pihak untuk terlibat dalam melakukan upaya dini protektif dengan memberikan pemahaman terhadap keberadaan kaum Generasi Alpha itu,
“Bagi masyarakat, orangtua, para pendidik dan kita semua agar lebih memahami tentang hak-hak anak. Ketidak tahuan terhadap hak-hak anak ini lah yang membuat masyarakat menjadi abai terhadap tumbuh kembang dan hak terbaik anak dalam lingkungannya.
Terangnya lagi, juga bagi media massa, penting ikut serta mengedukasi. “Misal dengan memberitakan tips-tips terhindar dari kekerasan seksual untuk anak-anak dan menyuarakan konsekuensi hukum agar menjadi efek jera dan antisipasi agar tidak coba-coba. Selain itu, bagi pihak kepolisian dan pengadilan agar memberikan hukuman yang seberat-beratnya bagi pelaku, agar menjadi efek jera,” tegas Oman.
Sementara, hingga tulisan ini dirilis, BANPOS belum berhasil mendapat jawaban konfirmasi dari Unit PPA Reskrim Lebak dan juga PN Lebak.(LUK/MUF/DZH/WDO/ENK)
Tinggalkan Balasan