Raja-raja di Kota Baja

KARUT-MARUT pelaksanaan birokrasi di Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon disebut akibat tidak tunggalnya kepemimpinan di kota yang memiliki julukan sebagai Kota Baja itu. Sebab, peran Walikota sebagai ‘Raja’ yang memiliki kuasa untuk mengatur dan mengarahkan jalannya roda pemerintahan, terintervensi oleh para raja-raja lainnya.

Bak matahari yang seharusnya hanya satu, kehadiran matahari lainnya akan mengganggu sistem tata surya yang sudah berjalan sesuai dengan poros dan aturannya masing-masing. Begitulah ibarat yang disampaikan oleh sumber BANPOS di internal pemerintahan di kota baja.

Setidaknya, terdapat lima raja yang disebut-sebut terus berebut pengaruh di Kota Baja. Kelimanya yakni Walikota Cilegon Helldy Agustian, Wakil Walikota Sanuji Pentamarta, Eks Walikota Edi Ariadi, Eks Walikota Tb. Iman Ariyadi dan Sekretaris Daerah Maman Mauludin.

Sumber BANPOS mengatakan bahwa kelimanya kerap membuat para pegawai di lingkungan Pemkot Cilegon kebingungan. Sebab, acapkali program yang sudah tinggal eksekusi pelaksanaannya, terpaksa diundur karena ada pengaruh atau perintah berbeda antar raja. Hal itu menurutnya diperparah dengan intervensi yang dilakukan oleh para eks Walikota Cilegon.

Kondisi ini yang disebut membuat progres pembangunan di Kota Cilegon, khususnya berkaitan dengan pekerjaan fisik, mandek hingga semester kedua. Bahkan, kondisi banyaknya intervensi itu pula yang disinyalir membuat salah satu pejabat di Dinas PUTR Kota Cilegon mundur dari jabatannya.

Sumber Banpos juga menyebutkan, selama ini program-program yang diusung pasangan Helldy-Sanuji cukup baik dan memberikan angin segar bagi perubahan di Kota Cilegon. Namun, dalam eksekusinya terkesan ada ketidakkompakan antara Helldy maupun Sanuji.

Kondisi itu bisa menjadi celah bagi pihak eksternal, dalam hal ini adalah para penguasa lama yang masih memiliki jaringan di Kota Cilegon. Karena tidak dipungkiri, banyak pejabat yang memiliki ikatan pertemanan maupun ikatan batin karena pernah bekerja sama dalam satu satuan pemerintahan.

“Sebenarnya programnya bagus. Tetapi, karena pak walikota kurang mampu mengelola birokrasi, hal itu bisa dimanfaatkan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan untuk mengintervensi kebijakan di satuan kerjanya masing-masing,” kata sumber itu.

Baiknya program-program yang diusung Walikota Cilegon, sambung sumber, terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diberikan pihak eksternal kepada Pemkot Cilegon maupun kepada Helldy sebagai walikota. Namun, hal itu tidak dibarengi dengan pembenahan di internal Pemkot Cilegon sehingga, sekali lagi, kondisi itu mudah disusupi pihak-pihak lain yang punya kepentingan.

Ketua Presidium Front Daulat Pribumi, Isbatullah Alibasja, mengatakan bahwa tidak solidnya Walikota dan Wakil Walikota Cilegon memang sudah terlihat secara kasat mata. Perang antara orang nomor satu dan nomor dua di Kota Cilegon itu, membuat yang seharusnya hanya ada satu Raja, minimal terpecah menjadi dua.

“Saya sebagai masyarakatnya pak Helldy dan pak Sanuji, melihat bahwa dwi tunggal pak Helldy-Sanuji ini sudah menjadi Dwi Tanggal. Artinya yang tadinya satu, sekarang ini sudah terpecah. Jadi pengamat baik siapapun itu yang mengamati konstelasi politik akhir-akhir ini, orang paling bodoh sekalipun akan melihat ketidaknyamanan yang terjadi antara Walikota dan Wakil Walikota,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi tersebut dipastikan akan membuat Helldy dan Sanuji pecah kongsi. Bahkan menurutnya, saat ini masing-masing sosok telah membentuk gerbongnya masing-masing, termasuk melakukan gerakan-gerakan tersendiri di Kota Cilegon.

“Helldy dan Sanuji ini pada akhirnya akan pecah kongsi. Itu sudah bisa dipastikan. Karena Helldy membangun gerbong sendiri, Sanuji pun membentuk gerbong sendiri. Akhirnya, masyarakat lah yang menjadi korbannya,” katanya.

Ia mengatakan, dengan munculnya dua matahari yang saling memancarkan sinarnya masing-masing ini dipastikan akan membuat masyarakat Cilegon menjadi korban. Sebab, matahari yang beredar dengan masing-masing porosnya, akan membuat program tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Program-program tidak berjalan, jalan-jalan hancur. Lalu SiLPA pun akan semakin membengkak. Kemarin itu sudah pecah rekor dengan adanya SiLPA sebesar kurang lebih Rp450 miliar. Nah saya prediksi akan tembus Rp500 miliar tahun ini,” tegasnya.

Ia mengatakan, imbas dari perseteruan antara Helldy dan Sanuji, membuat para pejabat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bingung. Sebab, mereka menjadi pihak yang terdampak secara langsung atas pertarungan keduanya.

“Kalau kita lihat, dinas-dinas ini sedang bingung. Para Kadis, para kabid, ini sekarang sedang bingung karena menghadapi kondisi pertarungan antara dua matahari ini. Sehingga program-program tidak berjalan, rakyat lagi yang menjadi korban,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia pun meminta kepada Helldy dan Sanuji, untuk dapat menurunkan ego masing-masing, dan mengedepankan kepentingan masyarakat. Karena menurutnya, masyarakat saat ini membutuhkan pembuktian dari keduanya. Sebab, masyarakat memilih Helldy dan Sanuji lantaran memiliki harapan besar untuk memperbaiki Kota Cilegon.

“Tapi sayangnya yang terjadi adalah malah tambah acak-acakan. Karena yang terjadi adalah adanya benturan ego antar keduanya. Apasih susahnya ngobrol, ngopi berdua. Sampaikan permasalahan masing-masing, utamakan masyarakat. Faktanya hari ini banyak proyek gagal tayang. Karena memang ada dua kekuatan yang memperebutkan program-program tersebut. Akhirnya dinas-dinas bingung, kabid-kabid bingung, kasi-kasi bingung. Hingga pada akhirnya mereka angkat tangan, dibiarkan saja jadinya,” terangnya.

Walikota Cilegon, Helldy Agustian, menegaskan bahwa tidak boleh ada banyak raja atau matahari, dalam pemerintahan yang ia pimpin. Menurutnya, saat ini hanya ada satu raja yang memimpin Kota Cilegon, atau satu matahari yang bersinar di atas langit Cilegon, yakni dirinya sebagai Walikota Cilegon.

“Oh enggak bisa, enggak bisa, matahari cuma satu. Enggak ada tuh dua, enggak ada dua. Iya itu kan persepsi orang itu mah, Raja-rajanya siapa, kasih tau aja. Cuma satu matahari, Walikota,” tegas Helldy, Kamis (4/8).

Sementara itu, Wakil Walikota Cilegon, Sanuji Pentamarta, mengatakan bahwa dirinya tidak merasa bahwa terjadi perseteruan antara dia dengan Walikota Cilegon. Menurutnya, hubungan antara dia dengan Helldy dalam kondisi yang baik.

“Ya kalau akang melihatnya bagaimana? Pernah berantem enggak? Tonjok-tonjokkan enggak? Kan enggak. Kalau masyarakat menganggapnya harmonis, berarti kami harmonis. Kalau masyarakat menganggap bahwa kami masih belum sukses, ya kami harus mawas diri,” ujarnya sembari tertawa saat dikonfirmasi BANPOS.

Menurutnya, saat ini yang lebih penting adalah bagaimana penilaian masyarakat terhadap kepemimpinan dirinya dengan Helldy. Sebab bagaimanapun, yang saat ini harus dikejar ialah kepuasan dari masyarakat Cilegon.

“Sekarang yang lebih penting ditanya adalah publik, publik gimana menilainya. Masyarakat menilai seperti apa pemerintahan ini. Supaya politik ini produktif, politik kita mengarah pada kepuasan masyarakat,” terangnya.

Namun, ia mengatakan bahwa meskipun dia dan Helldy merupakan satu kesatuan, akan tetapi segala keputusan tetap ada di tangan Helldy selaku Walikota. “Saya kan hanya Wakil Walikota, yang mengambil keputusan kan pak Walikota, keputusan, tanda tangan, SK, Ketetapan, kan beliau yah,” ucapnya.

Terpisah, eks Walikota Cilegon periode 2010-2017, Tb. Iman Ariyadi, membantah bahwa dirinya kerap melakukan intervensi terhadap pemerintahan yang tengah dipimpin oleh Helldy dan Sanuji. Apalagi Helldy dan Sanuji sama sekali bukan sosok yang diusung oleh Partai Golkar.

“Saya tidak pernah intervensi apa-apa kok. Apalagi sekarang Walikota sama Wakil kan bukan urusan saya sekarang, bukan dari Partai Golkar. Makanya saya bingung, intervensi apaan yang dimaksud? Wong saya tidak pernah intervensi,” ujarnya saat dikonfirmasi BANPOS.

Menurutnya, yang saat ini dirinya lakukan sebagai mantan Walikota Cilegon dua periode, hanya memberikan kritik dan masukan saja sebagai putra daerah, bukan memainkan peran sebagai raja diantara raja-raja lainnya yang ada di Kota Cilegon.

“Saya sebagai putra daerah Cilegon, memberikan masukan sebagai mantan Walikota, memberikan masukan kepada pemerintah Kota Cilegon agar konstruktif. Memang ada yang salah? Kan tidak ada yang salah,” ucapnya.

Menurutnya, sudah menjadi hal yang lumrah di negara yang menganut sistem demokrasi, apabila ada pihak yang melakukan kritik terhadap jalannya roda pemerintahan. Hal itu menjadi sah, dan tidak boleh diartikan sebagai intervensi dari dirinya.

“Jangan alergi kritik juga. Kalau saya kritik tuh, saya dibawa-bawa soal personal saya dan lain sebagainya, enggak ada itu. Kebingungannya mereka (para OPD) bukan dari saya kok, masak iya gara-gara saya, wong ada pemimpinnya kok. Enggak ada urusannya, apa urusannya sama saya, kan enggak ada,” terangnya.

Iman menegaskan, jika memang ada bukti bahwa dirinya melakukan intervensi terhadap pemerintahan Helldy-Sanuji, ia mempersilakan untuk dibuka ke publik. Sebab, ia meyakini bahwa dirinya tidak melakukan hal itu. Malahan, ada sejumlah nama yang disebut tengah melakukan gerilya proyek di Kota Cilegon. Setidaknya Iman menyebbut tiga nama, yaitu berinisial P, AA dan M.

“Misalkan cawe-cawe soal proyek, kan enggak ada. Muncul soal rame di masyarakat, soal nama-nama itu, sudah jadi rahasia umum, siapa yang intervensi? Enggak ada tuh. Soal-soal kayak begitu enggak ada, makanya saya bingung intervensi apa,” ungkapnya.

Kendati demikian, Iman mengakui bahwa dirinya saat ini masih memiliki pengaruh di masyarakat. Terlebih, ada penelitian akademis yang menghasilkan bahwa dirinya sampai saat ini masih menjadi tokoh berpengaruh di masyarakat.

“Kalau saya mempengaruhi masyarakat, itu karena saya masih komitmen sampai hari ini di publik. Contoh misalkan saya diundang di acara masjid, acara pembangunan masjid, peletakan batu pertama, masa saya nolak. Kan enggak mungkin saya menolak,” katanya.

Ia juga mengakui bahwa mungkin saja masih ada pejabat-pejabat di lingkungan Pemkot Cilegon, yang menganggap bahwa dirinya masih merupakan atasan mereka. Akan tetapi, ia sama sekali tidak pernah memberikan perintah kepada mereka, untuk melakukan apapun.

“Saya tidak memerintahkan apa-apa kok, silakan saja Kepala Dinas, Kabid, Kasi, kalau mau berkreasi membangun program pemerintah, silakan saja. Bebas kok. Kalau soal saya mempengaruhi, mungkin mereka juga bisa merasakan dari waktu di era seperti apa dan sebagainya. Mungkin ya mungkin, saya juga enggak mau narsis, GeeR (gede rasa) sendiri,” tandasnya.

Sementara itu, eks Walikota Cilegon, Edi Ariadi, saat hendak dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, dalam kondisi tidak aktif. Begitu juga dengan pesan WhatsApp yang dikirimkan oleh BANPOS, menandakan bahwa pesan itu tidak terkirim.

Sedangkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon, Maman Mauludin, hingga berita ini ditulis belum bisa dimintai tanggapannya. Sekitar satu jam BANPOS menunggu Maman di depan ruang kerjanya, namun belum mendapat kesempatan konfirmasi lantaran sedang menerima tamu. Sementara pesan WhatsApp yang dikirimkan oleh BANPOS, tidak kunjung mendapat respon.(DZH/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *