SERANG, BANPOS – Pembatalan proyek dan kegiatan di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemprov Banten sebesar Rp400 miliar pada APBD tahun 2022. Untuk membiayai pembanguan mercusuar tersebut, terungkap diambil dari program tak prioritas.
Pj Gubernur Banten, Al Muktabar ditemui usai menghadiri rapat paripurna pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda Dana Cadangan Pemilu Serentak 2024 di DPRD, KP3B, Kota Serang, Selasa (9/8) mengungkapkan, apa yang dilakukan tidak melanggar peraturan perundang-undangan berlaku.
“Kalau itu kita melihat basis-basis, dengan kita melihat itu maka, pada asas yang utama (rencana jangka panjang daerah/RJPD sampai 2025) tadi, koridornya itu, jadi bukan soal yang terkait menyisir atau memproteksi terhadap OPD itu, bukan. Tapi lebih pada mengurai aspek- aspek yang disebut prioritas,” katanya.
Ia menjelaskan, selain RJPD, ada dua aspek utama lainya atau basis yakni visi misi Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi-Maruf Amin, serta rencana jangka panjang nasional (RJPN).
“Yang bisa menjadi panduan prioritas utama itu adalah peraturan perundangan. Nah peraturan perundangan itu untuk rencana tiga parameter utama tadi, disamping ada asas demokrasi lainya,” ungkap Al Muktabar.
Anggaran yang disisir sebesar Rp 400 miliar tersebut, yang akan dibangun Kantor Penghubung Provinsi Banten dan hotel di Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimatan Timur (Kaltim) serta Rest Area di Pelabuhan Merak, Cilegon kata Al, tidak melenceng dari Rencana Pembangunan Daerah (RDP) yang merupakan pijakan seorang Pj gubernur.
“Kita membuat dokumen perencanaan yang pengganti RPJMD yang sudah habis berlakunya pada tanggal 12 Mei 2022 lalu. Kita menyusun RPD itu basis dasarnya adalah RJPD sampai 2025, visi misi presiden dan wakil presiden, serta RJPN. Dan didalam visi misi presiden itu, didalamnya terdapat banyak hal yang tentu kita dalam alur bagaimana pelaksanaan implementasi visi misi presiden. Tentang ibu kota negara adalah agenda kerja pemerintah, dan normatif kalau kita melakukan lompatan berfikir untuk kita terkonekvitas karena peraturan perundangan telah menetapkanya. Jadi tentang kantor penghubung itu tertulis dalam RPD,” terangnya.
Lompatan pemikiran tersebut lanjut Al, saat ini telah ditindaklanjuti dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
“Jadi tidak ada yang diluar RPD semua yang kita lakukan ini adalah panduanya RPD. Boleh di cek satu persatu, tersurat ada disana. Nah komposisi -komposisnya tergantung dalam dokumen perencanaanya itu, sehimgga saya tidak mungkin memproses satu agenda yang tanpa aturan. Itu prinsip. Dan saya sudah menemui langsung pemilik dari lahan (calon rest area Pelabuhan Merak) tersebut,” ungkapnya.
Adapun perencanaan pembangunan Rest Area di Pelabuhan Merak sendiri kata Al, dimaksudkan guna mengatasi persoalan yang dihadapi setiap tahun di wilayah tersebut.
“Rest Area Merak, adalah kita masih berpikir saja, rest area itu sudah jadi. Bisa dilihat disana ada partisipasi masyarakat yang luar biasa, yang rancangannya adalah Selter, untuk tempat kita antisipasi terjadi tsunami. Tadi saya lihat disana dan disaksikan oleh Pangdam Siliwangi, yang itu bisa menampung kurang lebih 1.000 kendaraan, dan itu bisa difungsikan bersama. Sehingga rest area itu adalah jawaban atas Sumatra-Jawa di peristiwa-peristiwa tertentu sangat menjadi masalah dalam penyebrangan,” ujarnya.
Bahkan tidak hanya rencana pembangunan proyek Rest Area Pelabuhan Merak, APBD Banten juga akan membangun proyek sejenis dikawasan wisata Situ Rawa Arum, Kota Cilegon.
“Sekarang kita sedang pendekatan lagi, dengan partisipasi yang sama untuk kita bangun, kita kerjasama dengan TNI. Yang lain, rest area yang kita pikirkan juga, disamping upaya memikirkan tata ekonomi Kota Cilegon, karena disitu ada Situ Rawa Arum yang tidak berfungsi selama ini, dan kita akan coba bersama nanti” ungkap dia.
Sebagai seorang Pj yang bekerja sesuai dengan RDP, Al juga meminta pihak-pihak terkait tidak menudingnya sebagai seorang, pemberi harapan palsu (PHP).
“Jangan di bilang PHP nanti. Jadi ini kan design. Design bolehkan kita berfikir perencanaan, kita dalam rangka baik juga untuk Kota Cilegon design itu kedepan, karena baik untuk kawasan wisata dan juga bisa berfungsi sebagai kawasan akhir area. Dengan beberapa titik itu,kalau kita mau satu hamparan karena space wilayahnya susah,maka kita melakukan pendekatan parsial beberapa titik itu, nah ini semua sedang kita upayakan dalam perencanaan ini, bagian dari kita menjawab probelem Jawa- Sumatera, walaupun tidak menyelesaikan secara menyeluruh paling tidak kita sudah punya solusi,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama-sama dengan OPD baru saja selesai melakukan penyisiran terhadap proyek-proyek sebesar kurang lebih Rp400 miliar yang akan dilaksanakan tahun 2022 ini, namun dibatalkan.
Rencananya, uang tersebut akan dipakai untuk mendanai dua proyek mercusuar yang akan dilakukan pada APBD Perubahan tahun 2022, dan akan segera disampaikan usulannya ke DPRD pada bulan Agustus ini.
Adapun proyek mercusuar itu yakni pembangunan hotel berbintang lima berikut kantor penghubung didekat Ibu Kota Negara (IKN) di Kaltim dan pembangunan
Rest Area di Pelabuhan Merak, Cilegon.
Salah seorang ASN Pemprov Banten kepada BANPOS, menyebutkan, proyek-proyek yang sudah disepakati oleh pemprov dan DPRD pada APBD tahun 2022 dan dibatalkan ini menyebar di OPD besar, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Perumahan dan Permukiman Rakyat (Disperkim), Dinas Pendidikan dan Kebuadayaan (Dindikbud), serta Dinas Kesehatan (Dinkes).
“Paling banyak di Dinas PUPR dan Perkim. Tapi ada juga dinas-dinas lainnya yang proyeknya juga dibatalkan, seperti Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Sosial, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Kalau di Sekretariat Dewan (Setwan) semuanya aman, Pemprov Banten nggak berani merubah dengan membatalkan item proyek atau kegiatan dewan” katanya.
Adapun rincian dari OPD besar yang proyeknya dihapus kisaran Rp100 sampai Rp150 miliar. Sedangkan dinas-dinas kecil lainya, dibawah Rp1 miliar. “Paling besar itu di Dinas PUPR, proyek-proyeknya di Pak Arlan. Makanya yang paling pusing adalah orang-orang PUPR. Karena harus merombak sebagian kegiatanya,” terangnya. (RUS/AZM)
Tinggalkan Balasan