SERANG, BANPOS – Pengalokasian anggaran sebesar Rp200 juta ke setiap kelurahan di Kota Serang untuk penanganan stunting, disorot oleh dewan. Pasalnya, anggaran untuk penanganan stunting harus proporsional, sesuai dengan kondisi dan kerawanan stunting di masing-masing kelurahan.
Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, mengatakan bahwa pengalokasian anggaran sebesar Rp200 juta untuk penanganan stunting di kelurahan memang baik. Namun, tidak bisa nilainya disamaratakan untuk setiap kelurahan.
“Itu sih kalau untuk penanganan dan benar-benar tertuju pada yang kena, itu baik sih. Cuma kalau sama rata, menurut saya itu tidak semua kelurahan ada stunting. Tiap kecamatan, tiap kelurahan itu berbeda jumlahnya,” ujarnya, Selasa (16/8).
Ia mengatakan, Pemkot Serang dalam melakukan penganggaran tentunya harus melihat kondisi dan situasi anak yang berstatus stunting terlebih dahulu. Begitu pula jika anggaran itu digunakan untuk pencegahan, harus dilihat dari potensi kerawanan stunting.
“Jika memang ini anggarannya untuk pencegahan, bisa saja. Tapi tetap kan dalam melakukan penganggarannya itu tidak bisa merata. Tentu nilainya harus disesuaikan dengan kondisi di masing-masing kelurahan,” katanya.
Ria menuturkan, agar dalam mengalokasikan anggaran tersebut dapat tepat, Pemkot Serang harus benar-benar memastikan data anak yang berstatus stunting sudah mutakhir. Dari situ, Pemkot Serang dapat mengalokasikan besaran anggaran untuk masing-masing kelurahan.
“Idealnya ya Pemerintah Kota harus mendata jumlah anak yang stunting. Lalu bagaimana langkah penanganannya sehingga mereka bisa tumbuh kembang dengan sehat kembali. Baru dilakukan penganggaran, berdasarkan programnya,” tutur dia.
Selain itu, penganggaran untuk program penanganan stunting, tentunya akan berbeda dengan anggaran untuk program pencegahan. Sebab, anggaran program penanganan dipastikan harus lebih besar dari pencegahan.
“Perlu diperhatikan juga bahwa program untuk penanganan dan pencegahan itu berbeda. Artinya, dari segi penganggaran pun berbeda. Maka seharusnya, nilainya tidak dipukul rata setiap kelurahan sebesar Rp200 juta. Harusnya kelurahan yang banyak, anggarannya yang diperbesar,” ucapnya.
Terkait dengan Kota Serang yang dinilai masih masuk ke zona aman stunting, menurut Ria hal itu tidak boleh menjadi hal yang sifatnya melenakan. Sebab jika terlena, maka Pemkot Serang akan terbebani ketika Kota Serang masuk ke zona tidak aman stunting.
“Kita jangan tergiur dengan status yang disebut zona aman stunting. Tapi yang harus kita lihat adalah bahwa di Kota Serang masih ada stunting. Mau dibilang ada satu atau dua orang, ya harus ditanggulangi. Apalagi ini sudah ribuan. Jangan sampai bergerak hanya ketika sudah masuk zona tidak aman,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Tim Percepatan dan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Serang, Nanang Saefudin, mengungkapkan bahwa Pemkot Serang di tahun 2023 mengalokasikan anggaran khusus untuk kelurahan, sebagai upaya menekan angka stunting.
Nanang yang juga merupakan Sekretaris Daerah (Sekda) serta Ketua TAPD Kota Serang ini juga mengaku telah mengalokasikan anggaran ke beberapa OPD, dengan tujuan yang sama.
Secara rinci, ia menyampaikan bahwa setiap kelurahan akan menerima anggaran tambahan sebesar Rp200 juta dari APBD. Dari jumlah tersebut, Rp50 juta khusus dialokasikan untuk penanganan stunting seperti penambahan makanan gizi dan lain sebagainya.
“Anggaran khusus penanganan stunting per kelurahan per Rp200 juta di tahun 2023, untuk stunting rata-rata sekitar Rp50 juta,” katanya.
Nanang mengungkapkan saat ini yang menjadi fokus utama penurunan stunting adalah Kecamatan Kasemen menjadi fokus. Akan tetapi, ia menegaskan bukan berate pihaknya mengabaikan kecamatan lainnya.
“Fokus Kasemen, karena memang jumlahnya relatif paling banyak dibandingkan kecamatan yang lain,” terangnya.
Diakhir ia mengatakan bahwa langkah pertama yang dilakukan dimulai dari sisi perencanaan. Perekonomian menjadi masalah utama yang kemudian sangat berpengaruh terhadap pemberian gizi bagi anak.
“Kita harus rencanakan dengan baik, ini yang menjadi masalah utama masalah ekonomi, Ini harus ada pemberdayaan, bagaimana masyarakat secara ekonomi mampu melaksanakan kewajiban memberikan asupan gizi kepada anak-anaknya,” tandas Nanang. (DZH/AZM)
Tinggalkan Balasan