JAKARTA, BANPOS – Senayan mendukung langkah kepolisian memaksimalkan penerapan restorative justice atau penyelesaian perkara melalui mediasi dalam menangani kasus pidana.
Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menilai, penerapan restorative justice berdampak positif pada penghematan anggaran di kepolisian. Pasalnya, biaya penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) tergolong sangat besar.
“Semakin maksimalnya penerapan restorative justice dapat berdampak positif pada penghematan anggaran,” ujar Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Polri, Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Habiburokhman mencontohkan langkah Polda Metro Jaya menangguhkan penahanan warga Pekanbaru, Riau Masril Ardi, yang mengunggah konten ‘Orang-Orang Pilihan Ferdy Sambo’ di TikTok.
Langkah serupa bisa diterapkan untuk pengguna narkoba yang memenuhi 70 persen Lembaga Pemasyarakatan (LP).
Anggota Komisi III Muhammad Nasir Djamil juga mendorong penegak hukum menerapkan keadilan restoratif dalam penanganan kasus hukum. Apalagi di setiap instansi sudah memiliki panduan menerapkan pendekatan ini.
“Restorative justice sangat mendesak dimasukkan di dalam pembahasan revisi KUHP yang tengah dibahas Komisi III DPR bersama Pemerintah,” ujar Nasir.
Revisi KUHP, lanjutnya, bertujuan memperkuat semangat keadilan restoratif. Sehingga, hukum yang diciptakan dapat memberikan manfaat dan keadilan tidak hanya bagi pelaku, juga korban dan masyarakat.
“Kalau nanti KUHP disahkan, ini akan menjadi angin segar bagi upaya kita menyuburkan restorative justice,” harap politikus PKS ini.
Namun Nasir mengingatkan, keadilan restoratif tidak bisa diterapkan sembarangan. Sebab, tidak semua perkara bisa diberlakukan keadilan restoratif. Perlu ada kriteria seperti memperhatikan usia pelaku, ancaman hukuman, hingga kerugian yang disebabkan pelaku.
“Penerapan keadilan restoratif juga harus melalui asesmen yang dilakukan oleh aparat untuk memastikan bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan tanpa hukuman penjara,” imbuhnya.
Terpisah, Analis Kebijakan Madya bidang Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pitra A Ratulangi mengatakan, Polri telah menyelesaikan 15.811 perkara melalui mekanisme keadilan restoratif sejak 2021 hingga Juli 2022.
Mekanisme ini dimungkinkan setelah ada Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice.
Pitra menuturkan, sejak Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 terbit, terdapat 275.500 kasus tindak pidana. Dari jumlah itu, polisi menyelesaikan 170 ribu perkara, dan sebanyak 15.811 di antaranya melalui mekanisme keadilan restoratif. (RMID)
Tinggalkan Balasan