Pemprov Ragu-ragu Penuhi Tuntutan Buruh

SERANG, BANPOS – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengaku mendukung keinginan dari buruh untuk menaikkan upah minimum kota (UMK) tahun 2023 mendatang. Namun, Pemprov menegaskan bahwa keputusan untuk menaikkan UMK, tetap harus sesuai dengan aturan, sehingga tidak akan digugurkan melalui mekanisme pengadilan.

Kepala Disnakertrans Provinsi Banten, Septo Kalnadi, mengatakan bahwa pihaknya merasa di tahun 2023 mendatang, akan terjadi kenaikan UMK. Namun, bukan berarti kenaikannya akan sesuai dengan besaran permintaan buruh.

“Saya kira kenaikan ada, kenaikan mungkin ada dengan kondisi seperti ini. Tapi kita juga harus melihat bahwa teman-teman dari industri, teman-teman pengusaha itu baru mulai merangkak, jadi mungkin belum bisa memenuhi apa yang menjadi tuntutan dari teman-teman buruh,” ujarnya menanggapi aksi yang dilakukan buruh pada Selasa (13/9) lalu.

Meski demikian, Septo menuturkan bahwa kenaikan UMK tetap harus mengikuti aturan yang berlaku. Pasalnya, Pemprov Banten tidak mau kejadian yang dialami oleh Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Barat, terjadi pada penetapan UMK di Provinsi Banten.

“Kami memang mengharapkan UMK naik. Tapi jangan sampai seperti DKI dan Jawa Barat, ketika sudah ditetapkan namun digugat, maka menjadi tidak berlaku. Jadilah harus mengikuti besaran yang awal,” jelasnya.

Selain itu, ia menuturkan bahwa kenaikan nominal UMK tidak serta merta dilakukan dengan memutus besarannya. Namun, ada perhitungan-perhitungan tertentu, mulai dari menghitung inflasi hingga angka kebutuhan layak sehari-hari.

“Data yang digunakan untuk kenaikan, bukan data yang ditetapkan oleh Kemenaker atau data yang digunakan oleh Disnaker. Tapi data yang kami anggap valid dan netral itu dari BPS. Mulai dari inflasi, kebutuhan layak sehari-hari,” tuturnya.

Septo mengatakan, para buruh pada aksi lalu juga menuntut agar upah sektoral kembali diberlakukan. Menurutnya, hal itu juga sangat tepat lantaran tidak semua industri terpuruk akibat Covid-19, bahkan ada yang justru meningkat.

“Makanya mereka meminta penghapusan upah sektoral untuk dibatalkan. Karena hari ini sektor kesehatan, medis dan lainnya mereka stabil dan bahkan naik. Tapi banyak juga sektor-sektor lain yang terpuruk. Seperti industri sepatu, itu kan mereka juga terpuruk. Tidak setiap hari orang membelinya,” terangnya.

Meski demikian, Septo menegaskan bahwa untuk keputusan apakah akan ada kenaikan ataupun berapa besaran kenaikan UMK pada tahun 2023 mendatang, diserahkan kepada Dewan Pengupahan masing-masing Kota/Kabupaten.

“Pertimbangan memang ada, ada pertimbangan untuk meningkatkan ke angka sekian persen. Tapi itu tetap akan diadu argumen pada forum Dewan Pengupahan di setiap Kota/Kabupaten. Provinsi itu hanya menghimpun, dan menetapkan UMP sebagai jaring pengaman,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, ratusan buruh yang berasal dari wilayah Tangerang, Serang dan Cilegon, menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Selain menolak harga kenaikan BBM, buruh juga meminta agar tahun 2023, UMK di setiap kota/kabupaten dapat dinaikkan.

Perwakilan buruh, Rudi Sahrudin, yang juga merupakan Ketua Forum SP/SB Cilegon mengatakan bahwa pihaknya secara tegas menolak kenaikan harga BBM. Pasalnya, kenaikan harga BBM itu akan berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya.

Rudi menuturkan, dengan adanya kenaikan harga BBM yang juga berimbas pada kenaikan harga lainnya, maka tidak berlebihan menurutnya juga para buruh meminta adanya kenaikan UMK sebesar 40 persen dari upah sebelumnya.

“Yang 40 persen itu penyesuaian, bukan kenaikan gaji loh. Kami minta penyesuaian dari dampak bukan hanya kenaikan BBM saja, namun juga ada kenaikan barang-barang lainnya. Mungkin masyarakat tahu lah bahwa sebelum BBM naik, yang lain juga sudah ikut naik. Jadi wajarlah kalau kami minta penyesuaian di angka 40 persen,” ujarnya.

Ia menyatakan bahwa banyak kebijakan-kebijakan dari pemerintah, yang dapat dikatakan telah memukul masyarakat. Sehingga, pihaknya pun meminta kepada DPRD maupun Pemprov Banten, untuk dapat bersama-sama melawan kebijakan tersebut.

“Kami meminta kepada orang tua kami di DPRD Provinsi Banten untuk menyampaikan aspirasi kami, atau ikut melawan daripada keputusan dan kebijakan pemerintah pusat yang betul-betul telah menzalimi masyarakat,” tegasnya.(DZH/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *