SERANG, BANPOS – Surat Keputusan (SK) Dindikbud Provinsi Banten tentang penugasan guru dan tenaga kependidikan non-ASN tahun 2022 yang dipegang oleh sekolah dan guru/pegawai, diduga telah dimanipulasi. Sebab, SK yang dipegang oleh sekolah dan guru/pegawai non-ASN, berbeda dengan SK yang ada di dinas.
Hal itu diketahui setelah adanya temuan guru/pegawai non-ASN, yang telah diterbitkan oleh BANPOS pada edisi Jumat (16/9) lalu. Pada edisi itu, BANPOS menyebut salah satu nama pegawai non-ASN yang diduga siluman, AAS, masuk ke dalam SK itu. AAS ‘ditugaskan’ di SMKN 1 Kota Serang, tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
AAS berada pada baris yang berbeda dengan kelompok guru/pegawai non-ASN yang berasal dari SMKN 1 Kota Serang. Sebab, baris kelompok guru/pegawai non-ASN SMKN 1 Kota Serang berada pada rentang 551 hingga 630. Sementara AAS berada di baris 4.210.
Berdasarkan keterangan dari sumber internal Dindikbud Provinsi Banten, diketahui bahwa seharusnya SK yang disebarkan merupakan SK yang sudah mendapatkan paraf dari masing-masing Kepala Bidang. Namun SK yang beredar, tidak ada paraf dari mereka. Sehingga, diduga SK itu palsu.
Di sisi lain, SK yang ada di Dindikbud pun jumlah guru/pegawai non-ASN pada bagian lampiran, berbeda dengan yang sudah disebar ke masing-masing sekolah dan non-ASN. Sebagai contoh, pada SK yang disebar, jumlah guru/pegawai non-ASN yang ada di Bidang SMK berjumlah 4.223. Sementara pada SK Dindikbud, hanya berjumlah kurang lebih 4.206.
Dari baris data 4.206 ke bawah, didapati data-data yang pada edisi BANPOS sebelumnya, terlihat janggal. Selain Terhitung Mulai Tanggal (TMT) yang hampir berbarengan di tahun 2022, juga karena mayoritas data tersebut bolong atau tidak lengkap. Salah satunya yakni AAS.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Ketenagaan dan Kelembagaan pada Dindikbud Provinsi Banten, Nurmetia Priliani, tidak membantah maupun membenarkan bahwa SK yang beredar merupakan SK palsu. Namun, ia mengatakan bahwa sejumlah guru/pegawai yang ada pada baris baru dan data tidak lengkap tersebut, itu benar-benar bekerja.
“Iya ada beberapa yang ini (merujuk pada data yang diduga ditambah setelah penandatanganan, red) ya, tapi sebenarnya ada kok beberapa yang mengajar yah. Tapi kalau enggak, yah enggak dibayarkan. Kemarin kami cek, memang ada yang beberapa tidak ada. Nah kalau memang tidak ada, itu langsung di-delete di sini. Dan memang tidak dibayarkan,” ujarnya kepada BANPOS di ruang kerjanya, kemarin.
Menurut dia, SK yang dikeluarkan oleh pihaknya ditulis berdasarkan pengajuan dari masing-masing sekolah. Dia mengaku bahwa nama-nama tersebut memang didasarkan pada surat pengajuan dari sekolah.
“SK itu berdasarkan pengajuan dari Kepala Sekolah yah, mengajukan nama-namanya sesuai dengan kebutuhan. Di sini melakukan verval bersama dengan bidang masing-masing. Nanti diketahui oleh bidang teknis masing-masing, baru nanti di-SK-kan. Itu juga harus dilihat kuota anggarannya,” kata dia.
Sayangnya, saat BANPOS meminta untuk melihat surat pengajuan dari beberapa sekolah, Nurmetia enggan memperlihatkan. Ia beralasan bahwa surat pengajuan dari sekolah akan sulit dicari, karena bersama dengan ribuan berkas lainnya.
Di sisi lain, ia mengatakan bahwa segala data yang ada pada SK, merupakan tanggung jawab dari Kepala Sekolah. Pasalnya, Kepala Sekolah saat memberikan data, juga membuat Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak (SPTJM).
“Kami kan ada rujukannya, SPTJM dari Kepala Sekolah bahwa apa yang dientri pada Google Form, tanggungjawab mutlak sekolah. Kami ambil datanya dari apa yang dientri oleh sekolah,” ungkap Nurmetia.
Namun, dia mengakui jika bisa saja ada nama-nama yang terselip pada SK itu. Pasalnya, data yang ada pada SK tersebut berjumlah puluhan ribu. Akan tetapi, seharusnya jika sekolah mengetahui, bisa langsung melapor.
“Harusnya mah memang dari sekolah yah. Tapi kalau memang ada, harusnya cepat klarifikasi, cepat lapor. Karena ini berkaitan dengan pembayaran. Kalau memang dilaporkan, ya pasti tidak dibayarkan. Meskipun memang ada kemungkinan terselip, karena ini datanya sampai 10 ribu,” ucapnya.
Nurmetia juga menuturkan jika kondisi dinamika guru/pegawai non-ASN memang sangat tinggi. Sebab, mereka bisa tiba-tiba berhenti di tengah jalan, karena ada panggilan pekerjaan lainnya.
“Honorer itu memang cepat yah dinamikanya. Karena ada yang keterima di perusahaan lain, kerja dan lain-lain. Makanya memang seharusnya ditingkatkan koordinasi dan komunikasinya, sehingga bisa dikeluarkan pada SK selanjutnya,” tandasnya.(DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan