Dalam kasus kekerasan seksual ataupun kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur, restorative justice atau suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri tidak akan diberikan kepada pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur. Salah satunya kasus pencabulan yang terjadi di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang, yang menimpa IR (14) oleh terduga pelaku R (24) beberapa waktu lalu.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang, Helena Octaviane mengatakan, jika R adalah terduga pelaku pencabulan terhadap IR (14), harus diproses secara hukum yang berlaku.
“Ini kan masalah pencabulan, beda cerita dengan kasus lain. Pelaku harus diproses, tidak ada namanya perdamaian,” kata Helena kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Senin (26/9).
Menurutnya, tidak ada ruang restorative justice dalam proses penanganan kasus pencabulan atau kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur terhadap seorang pelaku.
“Tidak ada restorative justice untuk masalah pemerkosaan. Tidak bisa, pelaku itu harus diproses hukum, yang kita gunakan juga UU Peradilan anak,” terangnya.
Namun, lanjut Helena, yang boleh dilakukan dalam penanganan kasus pencabulan tersebut hanya restitusi. Akan tetapi restitusi juga tidak akan bisa memberhentikan proses penanganan hukum tersebut.
“Kalau misalnya memang nanti kedepan ada yang meminta restitusi. Tetap itu tidak bisa memberhentikan perkaranya, restitusi akan masuk dalam proses penanganan hukum tersebut,” ujarnya.
Helena menjelaskan, bahwa Langkah restitusi dapat dilakukan jika disepakati oleh kedua belah pihak yaitu korban dan pelaku, akan tetapi proses hukumnya tetap tetap berjalan.
“Restitusi juga harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Kalo terkait jumlahnya nanti tergantung kesepakatan, tapi tetap proses hukum tetap berjalan,” ungkapnya.(dhe/pbn)
Tinggalkan Balasan