CILEGON, BANPOS – Dua nenek tua yang tinggal di Lingkungan Lebakayang, RT 003, RW 004, Kelurahan Bulakan, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon hidup memprihatinkan. Kedua nenek tua itu bernama Miah (62) dan Sere’ah (76) masih hidup dalam garis kemiskinan. Kedua nenek tersebut sudah ditinggal suaminya meninggal dunia sejak lama.
Tempat tinggal mereka juga sudah tidak layak huni bilamana hujan turun air hujan memasuki rumah mereka masing-masing sehingga mereka membutuhkan bantuan rutilahu dan bantuan yang lainnya.
Kedua nenek tersebut, tinggal berdekatan kurang lebih 200 meter, nenek Miah (62) tinggal seorang diri sementara nenek Sere’ah (76) tinggal berdua bersama anak laki-lakinya namun kondisi anaknya mengalami gangguan jiwa. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kedua nenek tersebut bekerja serabutan.
Menanggapi kondisi tersebut Dinas Sosial (Dinsos) Kota Cilegon pada Senin (3/10) bersama dengan pendamping lansia dan TRC melakukan home visit ke rumah ibu Sereah (76) dan ibu Miah (62) yang beralamat di Lingkungan Lebakayang Rt/003 Rt/004 Kelurahan Bulakan Kecamatan Cibeber.
Menurut keterangan Kadinsos Kota Cilegon Nur Fatma melalui siaran tertulis dari hasil assessment ibu Sereah tinggal bersama dengan anak bungsunya yang bernama Jamil (47) di rumah yang tidak layak huni, tidak memiliki MCK (BABS/Buang Air Besar Sembarangan) dan air nyelang dari tetangga bayar Rp. 5.000 per jam. “Keseharian Ibu Sereah hanya memasak dengan tungku kayu di rumah, sudah tidak bisa beraktivitas dengan leluasa dikarenakan keterbatasan penglihatan,” katanya.
Ibu Sereah memiliki 4 orang anak yang tinggal di Lebakayang, Sambi Dongko, dan Cipaot, anak-anak ibu Sereah sering menjenguk. Di belakang rumah Ibu Sereah terdapat rumah cucu a.n Ibu Sulehah dan rumah ponakan a.n Hadarah. Di rumah cucunya terdapat sumur yang masih harus nimba ke kedalaman 15 meter. Jamil anak bungsu Ibu Sereah yang tinggal bersama kerja sebagai kuli panggul pasir, yang mengumpulkan pasir dari kali besar untuk di jual, penghasilan yang di dapat tidak menentu, kadang 1 bulan sekali baru bisa menjual pasirnya, menunggu tumpukan pasir banyak terlebih dahulu baru dijual dengan kisaran Rp. 150.000 – 200.000; Jamil sudah pernah menikah dan saat ini sudah bercerai. “Ibu Sereah pernah mendapat bantuan sembako 2 tahun yang lalu sebelum covid (2 kali pencairan), setelah itu sampai dengan sekarang bantuan belum tersalurkan lagi. BPJS ibu Sereah sudah aktif APBD, akan tetapi belum dicetak,” tuturnya.
Berdasarkan hasil koordinasi dengan bagian data, Nenek Sereah belum masuk ke dalam data DTKS dan belum terdaftar bantuan apapun kecuali BPJS PBI. Rencana tindak lanjut pencetakan Kartu BPJS, usulan data DTKS, usulan Bansos dan RTLH.
Sementara itu hasil assessment Ibu Miah tinggal sendiri di rumahnya, memiliki satu orang anak a.n Mian yang sudah berkeluarga dan tinggal di Pejaten Serang, setiap satu bulan sekali Mian menjenguk Ibu Miah. “Keseharian Ibu Miah membantu bersih-bersih di pondok pesantren Nurul Huda (belakang SMAN 3 Cilegon), suka dikasih makan, uang jajan, ataupun sembako,” ujarnya.
Memiliki MCK, akan tetapi tidak memiliki sumber air di rumah nya, Ibu Miah terkadang mengangkut air ataupun nyelang dari rumah depan, yakni rumah keponakannya. “Pernah mendapat bantuan sembako 2 tahun yang lalu (2 kali pencairan ), setelah itu sampai dengan sekarang belum tersalurkan lagi. BPJS Ibu Miah sudah aktif APBN, akan tetapi belum dicetak,” ujarnya.
Hasil koordinasi dengan bagian data sudah masuk di data DTKS, terdaftar mendapat bantuan BPNT Reguler, pencairan 3 bulan sekali. (hasil pengecekan yang seharusnya sudah pencairan terakhir pada bulan Februari 2022 melalui kantor pos). Rencana tindak lanjut pencetakan kartu BPJS
Update KK yang terbaru (barcode), usulan RTLH Konfirmasi ke RT, kelurahan dan pihak terkait mengenai bantuan BPNT.
Menanggapi masih banyaknya warga kurang mampu di Kota Cilegon yang belum mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon maupun dari wakil rakyat mendapat sorotan tajam dari kalangan mahasiswa.
Sekbid Advokasi dan Aksi Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Cilegon (PP IMC), Arifin Solehudin mengatakan bahwa Kota Cilegon memiliki indeks tingkat kemiskinan dengan jumlah 19.000 warga atau 4,2 persen, data tersebut didapat dari DTKS yang dimiliki Dinas sosial per bulan Juli tahun 2022.
“Kota Cilegon dengan jumlah APBD yang begitu besar seharusnya mampu menanggulangi tingkat kemiskinan yang ada di Kota Cilegon, dan kalau dilihat dari data tersebut ini menunjukan Pemerintah Kota Cilegon belum serius menanggulangi kemiskinan yang ada, jadi masyarakat juga menanyakan keseriusannya, nenek Miah, nenek Sere’ah dan ibu Rofiah adalah bukti kongkrit ketidak seriusan Pemerintah Kota Cilegon,” tegasnya.
“Bagaimana bisa program bantuan langsung yang diberikan oleh pemerintah tidak sampai kepada mereka, yang memang dilihat dari kondisinya benar-benar membutuhkan, jadi Pemerintah Kota Cilegon sebagai lembaga eksekutif harus menindaklanjuti hal tersebut dan DPRD Kota Cilegon juga harus mengawal atau mengawasi serta mengevaluasi program bantuan langsung yang di lakukan oleh Pemkot Cilegon agar tepat sasaran,” sambungnya.
Selain itu, Pemerintah Kota Cilegon melalui Dinas Sosial juga harus benar-benar menjalankan langkah kongrit untuk mengentaskan kemiskinan. “Jangan sekedar acara seremonial atau sosialisasi saja, kudu gercep, sat set sat set jereh wong Cilegone mah, karena 19.000 warga yang kurang mampu ini bukan jumlah yang sedikit dan butuh keseriusan,” tutupnya. (LUK/RUL)
Tinggalkan Balasan