ANCAMAN resesi ekonomi global membuat masyarakat harus bersiap mengencangkan ikat pinggangnya, terutama bagi mereka yang terbiasa menggunakan kredit untuk kebutuhan konsumtif. Sebab, kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) membuat berutang untuk kebutuhan konsumtif menjadi hal yang perlu dihindari.
Di sisi lain, pemerintah pun harus memutar otak untuk menjaga kestabilan ekonominya. Apalagi pemerintah daerah, yang menjadi tonggak dalam menjaga kestabilan perekonomian di masing-masing daerahnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara, sebelumnya menyampaikan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, guna meminimalisir dampak resesi global. Salah satunya yakni memaksimalkan peran BUMD, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) di masing-masing daerah.
Di Provinsi Banten, pemerintah provinsi telah memiliki BPD sendiri yakni Bank Banten. Meskipun masih berada di bawah naungan Banten Global Development (BGD), BUMD milik Pemprov Banten, Bank Banten disebut dapat menjadi salah satu senjata andalan dalam menghadapi ancaman resesi global tersebut.
Menurut Bhima, BPD dalam hal ini Bank Banten, memiliki andil yang cukup besar pula. Salah satunya dengan mengucurkan kredit usaha bagi UMKM, guna menyuplai modal ke sektor-sektor yang menjadi kunci di tengah resesi. “BPD bisa perbesar porsi penyaluran kredit ke sektor UMKM dan pertanian,” ujar Bhima, Kamis (13/10).
Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, juga menaruh harapan kepada Bank Banten untuk dapat menjadi instrumen yang terdepan dalam membantu pemerintah menghadapi ancaman resesi ekonomi global.
“Instrumen keuangan, perbankan itu tentu punya peran dalam rangka meminimalisir apa yang disebut dengan krisis keuangan. Ini berlaku juga terhadap Bank Banten. Maka tentu kami Pemprov Banten selaku pemilik, mendorong Bank Banten untuk bisa memformulasikan baik dalam indikator makro maupun mikro dalam menghadapi itu,” ujarnya.
Menurut Al, manajemen Bank Banten harus bisa memikirkan segala peluang dan potensi, yang mungkin saja terjadi di masyarakat.
“Tentu manajemen Bank Banten harus tanggap terhadap itu, mereka harus bisa memiliki inovasi dan konsep yang kuat untuk bisa menjadikan Bank Banten responsif terhadap kondisi-kondisi yang terjadi di masyarakat. Kita harus bisa melihat peluang di setiap kondisi,” ucapnya.
Namun, apakah Bank Banten sudah siap untuk menjadi ‘senjata utama’ Pemprov Banten dalam menghadapi ancaman resesi global 2023?
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten sepertinya telah mengendus potensi resesi yang semakin berat, jika Bank Banten dalam kondisi yang tidak sehat. Bahkan, Kejati sampai mau ‘direpotkan’ untuk membantu menyehatkan Bank Banten dengan menagih ratusan miliar kredit macet dan tunggakan yang terjadi sejak 2017 lalu. Kepala Kejati Banten bahkan blak-blakan menyatakan bahwa upaya yang pihaknya lakukan, merupakan untuk menambah pemasukan modal Bank Banten.
Pada Senin (10/10) lalu, Kejati Banten berhasil menagih sebesar Rp9.443.667.738 tunggakan dari perusahaan asuransi yang menjadi debitur Bank Banten. Nilai tunggakan yang akan ditagih oleh Kejati Banten dari klaim asuransi, akan terus bertambah, karena tersisa sebesar Rp48.874.998.700,55 klaim asuransi yang masih macet. Sisa tunggakan itu bakal dikebut penagihannya oleh Kejati, maksimal pekan depan.
Selain tunggakan klaim asuransi, Kejati Banten juga tengah menyelamatkan kredit macet yang juga terjadi pada pemberian fasilitas Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja. Nilainya mencapai Rp199.522.651.983. Kejati bergerak menagih ratusan miliar kredit macet tersebut berdasarkan surat kuasa khusus (SKK) yang diberikan oleh Bank Banten, kepada Kejati Banten.
Kredit macet tersebut menurut Kepala Kejati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, disepakati oleh para debitur akan dibayarkan paling lambat pada akhir bulan Oktober ini. Jikapun tidak dapat dibayar, maka Bank Banten akan melelang sertifikat hak milik (SHM) aset milik debitur, yang dijadikan hak atas tanggungan senilai Rp60.907.736.398.
Secara kumulatif dari tunggakan klaim asuransi maupun kredit komersial, saat ini Kejati Banten tengah berupaya menyelamatkan uang Bank Banten sebesar Rp257.841.318.421, yang nantinya akan menjadi modal tambahan bagi Bank Banten. Menurut Leo, nilai itu akan kembali bertambah seiring dengan adanya rencana Bank Banten memberikan SKK lainnya, untuk menagih kredit macet di sejumlah kantor cabang Bank Banten sebesar Rp21.673.193.757.
Menurut Leo, apa yang pihaknya lakukan merupakan salah satu upaya untuk menyehatkan Bank Banten, agar bank milik Pemprov itu dapat menjadi tulang punggung perekonomian Banten, bahkan nasional. Termasuk dalam mengupayakan pemisahan Bank Banten dari BGD.
“Terhadap pemisahan Bank Banten dari BGD, dalam waktu dekat Tim Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Tinggi Banten akan segera menerbitkan pendapat hukum terkait pemisahan Bank Banten guna mendukung restrukturisasi Bank Banten, dengan terlebih dahulu akan dilakukan rapat/ekspose dengan pihak Bank Banten, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian dalam Negeri (Kemendagri),” ungkapnya.(RUS/DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan