JAKARTA, BANPOS – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi meminta Pemerintah untuk melarang penjualan rokok ketengan/batangan sebagai salah satu kebijakan guna optimalisasi kenaikan cukai rokok.
“Seiring optimalisasi kenaikan cukai untuk melindungi masyarakat, maka perlu adanya larangan penjualan ketengan rokok di pasaran,” katanya dalam dalam konferensi pers secara daring, Senin.
Masifnya penjualan rokok ketengan, lanjutnya, akan memudahkan anak-anak, remaja dan rumah tangga miskin dalam mengakses dan membeli rokok.
“Selain itu, agar instrumen pengendalian rokok melalui cukai efektif, Pemerintah juga harus mengeluarkan aturan lain mengenai larangan iklan rokok di internet yang makin marak, termasuk rokok elektronik,” katanya.
Berdasarkan monitoring YLKI dan Vital Strategis di 2021, selama pandemi dan meningkatnya e-commerce, iklan rokok di ranah digital sangat masif. Sebanyak 68 persen iklan rokok elektrik diunggah dalam kurun waktu Agustus-Desember 2021 dan 58 persen diiklankan via Instagram.
“Fenomena ini akan berubah karena semakin banyak industri rokok yang tertarik dengan e-chig (rokok elektrik), termasuk industri rokok nasional,” ucapnya.
Lebih lanjut Tulus menilai kenaikan cukai rokok 10 persen tidak efektif melindungi masyarakat, tetapi pemerintah lebih dominan menggali pendapatan dari non pajak.
Ia menyarankan Pemerintah menaikkan lebih tinggi lagi, minimal 20 persen agar efektif melindungi masyarakat serta diiringi oleh simplifikasi sistem cukai rokok.
Simplifikasi cukai diperlukan untuk efektivitas perlindungan pada masyarakat dan potensi menggali pendapatan Pemerintah agar lebih besar dari kenaikan cukai tersebut. Jika tanpa penyederhanaan, sebutnya, sistem cukai dan kenaikan cukai lebih banyak menguntungkan industri rokok besar.
Ia juga menilai cukai sendiri merupakan salah satu kebijakan yang cost effective untuk mengurangi prevalensi perokok. Semakin tinggi kenaikan cukai, maka semakin tinggi persentasenya dan semakin efektif untuk melindungi konsumen dan pengendalian konsumsi rokok.
“Kenaikan cukai yang kecil ini membuat target RPJMN tidak akan tercapai dalam menekan angka prevalensi di kalangan remaja menjadi 8,7 persen pada tahun 2024. Target tersebut hanya akan tercapai jika terjadi kenaikan minimal 25 persen setiap tahun,” tuturnya.
Selain itu, YLKI juga menyebut kenaikan cukai 5 tahunan sebesar 15 persen untuk rokok elektronik juga terlalu kecil, mengingat prevalensi rokok elektronik meningkat 10 kali lipat dan bahkan lebih besar di kalangan remaja. (ANT/AZM)
Tinggalkan Balasan