SERANG, BANPOS–Sejumlah warga Lingkungan Kantin Masjid Ats-Tsauroh, Kecamatan Serang, Kota Serang, menyambangi Walikota Serang, Syafrudin, Senin (7/11). Kedatangan warga yang didampingi oleh tokoh masyarakat itu bertujuan untuk melobi dan menyampaikan keluh kesah dalam rangka perencanaan relokasi warga, salah satunya keberatan membayar angsuran bulanan di perumahan yang baru usai direlokasi nantinya.
Pantauan BANPOS, usai berbincang dengan Walikota, salah satu warga bernama Yati, terlihat menangis tersedu di pelukan Syafrudin. Bahkan, setelah ke luar ruangan pun, ia masih menangis sembari berjalan ke luar Aula Ruang Walikota Serang.
Saat ditanyai oleh BANPOS, Yati yang merupakan seorang janda ini mengaku tidak mampu membayar angsuran rumah PT Seminung, tempat di mana warga akan direlokasi. Ia diketahui sehari-hari berjualan gorengan di sekitar Lingkungan Kantin.
“Enggak kebayar, sebulan sejuta, darimana ibu (uangnya),” ungkapnya.
Yati beserta sejumlah warga yang turut hadir dalam audiensi itu mengatakan bahwa mereka sudah lama tinggal di Lingkungan Kantin tersebut. Namun dalam pernyataannya, Yati yang tergolong keluarga pra sejahtera ini tidak menolak akan direlokasi, hanya saja tidak mampu membayar angsuran rumah, bahkan untuk makan pun seadanya.
“Sehari-hari jualan gorengan di (Lingkungan) Kantin,” ucapnya.
Rencana relokasi warga Kantin ini dalam rangka revitalisasi Masjid Agung Ats Tsauroh Kota Serang. Berdasarkan informasi, terdata sebanyak 109 Kepala Keluarga (KK) warga Kantin yang menghuni di tanah wakaf milik Yayasan Masjid Agung Ats Tsauroh Kota Serang.
Warga Kantin, Yudi, mengungkapkan bahwa belum ada hasil dari pertemuan hari itu. Sebab, antara keinginan warga dan Pemkot Serang belum ada solusi yang terbaik, sehingga perlu ada musyawarah lanjutan.
“Belum ada keputusan, masih musyawarah lagi. Jadi belum ada titik terang, karena kedua belah pihak (warga dan Pemkot) belum ada yang menyanggupi,” ujarnya.
Diketahui, Pemkot Serang berencana akan melakukan relokasi warga Lingkungan Kantin, Masjid Ats-Tsauroh Kota Serang yang bekerjasama dengan salah satu pengembang PT. Seminung. Perumahan PT Seminung sendiri berlokasi di Kelurahan Kuranji, Kecamatan Taktakan, Kota Serang.
Menurut Yudi, berdasarkan informasi yang diterima olehnya dari pihak Yayasan Masjid Ats-Tsauroh, Kota Serang, seluruh warga yang direlokasi nantinya akan membayar uang angsuran untuk setiap rumah atau unit yang ditempati. Namun, ia menyatakan bahwa keinginan warga adalah menetap.
“Kalau dari Yayasan suruh bayar, kami belum siap. Kalau dari warga secara pribadi ingin bertahan, cuma kan kalau itu harus musyawarah sampai ada kesepakatan,” katanya.
Ia mengaku bahwa dirinya sudah sejak lama tinggal di tanah wakaf Masjid Agung Ats-Tsauroh. Bahkan, sebelum dirinya lahir pun, kakek dan neneknya sudah terlebih dahulu menempati Lingkungan Kantin, hingga dirinya kini berusia 50 tahun.
“Saya sudah lama tinggal di Kantin, saya saja sudah 50 tahun, mungkin nenek kakek saya lebih lama di sana,” tandasnya.
Walikota Serang, Syafrudin, mengungkapkan bahwa audiensi baru dilakukan pertamakali bersama dirinya dan belum ada kesepakatan. Oleh sebab itu, PR yang diberikan oleh Pemkot adalah warga yang akan direlokasi dari tanah wakaf itu akan akan dimusyawarahkan ke warga.
“Hasilnya nanti bagaimana keinginan warga, akan disampaikan ke Pemkot. Jadi belum ada kesepakatan,” ungkapnya.
Ia pun memberikan penjelasan dari Yayasan, DKM dan Pemkot Serang, sehubungan dengan akan dilanjutkan pembangunan Masjid Agung Ats-Tsauroh yang dilaksanakan secara multiyears. Menurutnya, para warga tersebut menempati tanah wakaf sudah sejak lama, bahkan yang saat ini tinggal adalah anak dari orangtuanya yang sudah meninggal dan sekarang tinggal anak-anaknya, tapi tidak merubah bahwa tanah itu merupakan tanah wakaf.
“Dengan itikad baik Pemkot Serang akan melakukan relokasi, artinya tidak mengambil kesimpulan sendiri atau sepihak. Harus saya tanya dulu, kalau tujuan pemkot ini merelokasi warga Kantin, kemudian keinginan warga seperti apa, dengan dua pendapat ini mudah-mudahan ada kesepakatan,” jelasnya.
Ia berharap, audiensi hari itu diharapkan warga dapat menyadari dan berpikir ingin lebih maju lagi. Sebab, disinggung dalam audiensi, menempati tanah wakaf itu tidak baik dan kondisi di lingkungan tersebut juga kumuh.
“Karena memang dibangun mewah juga tidak bisa, dibangun asal-asalan juga (tidak bisa), untuk tidur di sana. Kami berharap dengan adanya relokasi ini, menjadi satu kesempatan yang baik bagi warga untuk bisa memiliki rumah sendiri dibantu oleh Pemkot,” tuturnya.
Berdasarkan informasi, setiap tahun warga menyewa kepada Yayasan. Akan tetapi, selama pandemi Covid-19, warga tidak lagi membayar sewa.
“Artinya mereka menyadari bahwa yang saat ini ditempati adalah tanah wakaf, bukan tanah pribadi,” ucapnya.(MUF/PBN)
Tinggalkan Balasan