INDONESIA, BANPOS – Di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global yang diikuti prediksi terjadinya resesi dunia pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III- 2022 kembali mencatatkan kinerja impresif. Dengan angka 5,72 persen (yoy) atau 1,81 persen (qtq). Melanjutkan tren pertumbuhan yang solid, sejak awal 2022.
Ditopang fundamental ekonomi dalam negeri yang kuat, kinerja ekonomi Indonesia masih tetap terjaga.
“Capaian ini patut kita syukuri. Karena ini membuktikan bahwa roda pemulihan ekonomi domestik terus bergerak cepat, di tengah pelambatan ekonomi global yang sedang berlangsung,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers PDB Triwulan III-2022 secara daring, yang juga dihadiri oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHIJSK) Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri, Senin (7/11).
Dari sisi pengeluaran, Konsumsi Rumah Tangga menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar Produk Domestik Brutto (PDB) dengan mampu tumbuh tinggi sebesar 5,39 persen (yoy). Sementara konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), tumbuh signifikan mencapai 6,09 persen (yoy).
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), mampu tumbuh sebesar 4,96 persen (yoy). Sejalan meningkatnya kapasitas produksi dunia usaha.
Daya beli masyarakat terdorong berkat adanya peningkatan realisasi program perlindungan sosial sebesar 12,46 persen (yoy). Serta peningkatan realisasi subsidi BBM sebesar 111,96 persen (yoy).
“Mobilitas masyarakat yang semakin pulih, menjadi determinan utama pendorong aktivitas ekonomi. Baik dari sisi pengeluaran maupun sisi sektoral,” ujar Airlangga.
“Di saat yang sama, pemerintah juga mengambil langkah-langkah responsif, dalam menjaga daya beli masyarakat di tengah tren kenaikan inflasi global,” imbuhnya.
Kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik pada Triwulan III-2022, juga ditopang oleh kinerja neraca perdagangan Indonesia yang menunjukkan surplus sebesar 14.92 miliar dolar AS atau tumbuh sebesar 12,58 persen (yoy).
Lebih lanjut, Indonesia juga masih mendapatkan windfall profit, akibat tingginya harga beberapa komoditas unggulan yang didominasi oleh batu bara 13,31 persen. Disusul minyak kelapa sawit 8,95 persen, serta besi dan baja di angka 6,38 persen.
Alhasil, sektor ekspor mampu tumbuh double digit sebesar 21,64 persen (yoy).
Sementara itu, impor juga tumbuh tinggi sebesar 22,98 persen (yoy) selama Triwulan III-2022. Didorong kenaikan impor bahan baku dan barang modal, untuk mendukung aktivitas ekonomi yang menciptakan nilai tambah lebih tinggi. Sehingga, masing-masing mampu tumbuh 34,22 persen dan 44,08 persen (yoy).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia, hampir terjadi di seluruh sektor lapangan usaha selama Triwulan III-2022.
Sektor Industri Pengolahan sebagai kontributor terbesar PDB tumbuh positif sebesar 4,83 persen (yoy).
Sektor utama lainnya, seperti Sektor Pertambangan dan Pertanian mengalami pertumbuhan, masing-masing sebesar 3,22 persen (yoy) dan 1,65 persen (yoy).
Di saat yang sama, Sektor Transportasi dan Pergudangan merupakan sektor dengan pertumbuhan paling tinggi, sebesar 25,81 persen (yoy). Diikuti Akomodasi dan Makanan Minuman 17,83 persen (yoy) dan Administrasi Pemerintahan 12,42 persen (yoy).
“Pulihnya berbagai sektor usaha di Triwulan III-2022 juga mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja,” ungkap Airlangga.
Melansir data per Agustus 2022, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat menjadi 68,63 persen. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), menurun menjadi 5,86 persen. Lebih baik dibandingkan tahun 2021.
Sektor Pertanian menjadi sektor usaha yang mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja paling besar.
Selain itu, keyakinan dunia usaha untuk mulai merekrut pegawai, juga tercermin dari peningkatan persentase komposisi penduduk bekerja di kegiatan formal sebesar 0,14 persen (dibandingkan Agustus 2020).
Secara umum, aktivitas ekonomi yang terus pulih, telah berhasil menurunkan jumlah penduduk usia kerja, yang terdampak Covid-19 menjadi sebesar 4,15 juta orang di Agustus 2022. Lebih baik dibanding tahun lalu, dengan penurunan sebesar 17,17 persen (yoy).
Secara spasial, seluruh daerah di Indonesia juga melanjutkan pertumbuhan positif pada Triwulan III-2022.
Meski masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa, yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 56,30 persen.
Kelompok provinsi di Pulau Sulawesi, mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi mencapai 8,24 persen secara (yoy). Industri pengolahan dan pertambangan dan penggalian menjadi sumber pertumbuhan utama.
Prospek ekonomi Indonesia diperkirakan semakin cerah. Ini tercermin dari berbagai leading indicators, seperti indeks keyakinan konsumen (IKK) yang terus berada di level optimis.
Sejalan dengan itu, aktivitas dunia usaha juga semakin bergeliat. Ini tergambar dari level Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada September 2022, yang kembali melanjutkan level ekspansif selama 14 bulan beruntun, dengan berada di tingkat 51,8.
Nilai PMI Indonesia juga tercatat lebih tinggi dibanding negara-negara di ASEAN lainnya. Seperti Thailand (51,6), Vietnam (50,6), Malaysia (48,7), dan Myanmar (45,7).
Kebijakan dan strategi pemerintah akan diarahkan untuk menjaga keseimbangan, antara mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi, dan tetap menjaga inflasi di level yang stabil.
Kebijakan fiskal masih menjadi instrumen utama sebagai shock absorber. Sementara stabilitas harga akan dijaga melalui Program kebijakan 4K yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif.
“Untuk jangka menengah panjang, pemerintah akan terus memperkuat fundamental ekonomi bangsa melalui peningkatan kualitas SDM, dan melanjutkan reformasi struktural,” tutur Airlangga, saat menjelaskan strategi pemerintah ke depan, dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Dengan resiliensi perekonomian domestik yang masih tetap terjaga hingga Triwulan III-2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap berada di atas level 5 persen pada Triwulan ke-IV tahun 2022. Serta mencapai target pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pada sesi tanya jawab dengan awak media, Airlangga menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2022 ini dapat menjadi bekal yang cukup kuat, untuk menghadapi potensi resesi global di 2023.
Di sisi lain, Indonesia juga mengalami deflasi di bulan terakhir. Sehingga, pertumbuhan ekonomi menjadi berkualitas. Reformasi struktural yang dilakukan melalui implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, juga terus dilanjutkan.
Berbagai upaya ini diharapkan bisa menjadi langkah kita untuk menghindari resesi global di tahun 2023. OECD, IMF, EDB, dan World Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 4,8-5,1 persen.
“Artinya, beberapa lembaga juga sepakat dengan Indonesia bahwa Indonesia bisa menjadi the bright spot in the dark. Jadi, masih bisa keluar dari resesi di tahun depan,” tutur Airlangga optimis.
Terkait dengan penyelenggaraan KTT G20, Menko Airlangga meyakini, event tersebut akan membuat perekonomian Indonesia secara nasional baik.
“Dari segi recognition, Indonesia akan menjadi perhatian dunia. Ini membawa dampak positif ke depan. Apalagi, pada saat G20 ini, ekonomi Indonesia tumbuh baik di 5,72 persen. Inflasi juga kita bisa tekan, turun di 5,7 persen,” papar Airlangga.
“Jadi, kita dalam performance baik memimpin G20. Apalagi, kita juga akan memegang keketuaan ASEAN. Ini tentu akan membuat Indonesia semakin diperhitungkan,” tegasnya.(RM.ID)
Tinggalkan Balasan