INDONESIA, BANPOS – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewanti-wanti perbankan untuk mengantisipasi tren pelemahan rupiah di akhir tahun dan ancaman resesi global tahun depan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar meminta lembaga jasa keuangan agar memitigasi risiko pelemahan nilai tukar rupiah. Salah satu langkah yang dapat diambil, mendorong penguatan permodalan dan memperkuat Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
“Hal ini sebagai antisipasi dan bersiap dalam menghadapi skenario yang lebih buruk dari kenaikan risiko kredit pembiayaan dan peningkatan buffer untuk mitigasi risiko likuiditas,” ucap Mahendra dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (3/11).
OJK mendorong perusahaan untuk menjaga sumber pendanaan demi mengantisipasi keterkaitan ruang likuiditas di sektor perbankan dengan akselerasi pertumbuhan kredit.
Tak hanya itu, ditegaskannya, wasit perbankan ini terus memantau adanya penarikan valuta asing (valas), khususnya dolar Amerika Serikat (AS) dalam jumlah besar belakangan ini dari lembaga jasa keuangan seperti perbankan dan lainnya.
“OJK akan mengevaluasi exposure valas, pinjaman valas di lembaga jasa keuangan di tengah penguatan dolar AS,” sebutnya.
Mahendra menyebut, hingga September 2022, pertumbuhan kredit tumbuh double digit atau sebesar 18,1 persen. Sementara pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas hanya mencapai 8,4 persen. Menurutnya, hal ini cukup mengherankan. Pasalnya, ekspor Indonesia melonjak drastis, namun tidak masuk ke dalam lembaga jasa keuangan.
“Tentu dinamikanya akan kami cermati. Sejalan dengan itu, pertumbuhan DPK akan tetap berjalan,” tuturnya.
Ia bilang, ke depan, penguatan dolar AS yang diikuti dengan volatilitas harga komoditas berpotensi mempengaruhi kinerja lembaga jasa keuangan, mulai dari portofolio investasi, likuiditas, hingga kredit.
Meski begitu, mantan Wakil Menteri Luar Negeri ini tetap menyerukan optimisme terhadap kinerja lembaga jasa keuangan Tanah Air. Bahkan kredit di tahun 2023 diproyeksinya bisa tumbuh 1,5 kali dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Melihat hal ini, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, upaya OJK dalam mengimbau perbankan mempertebal modal dan CKPN, merupakan ajakan untuk berjaga-jaga dan mengantisipasi terhadap ancaman global terkait resesi.
“Imbauan itu bukan berarti Indonesia mengalami kondisi yang sama dengan global. Tetapi penting untuk berjaga-jaga, mengantisipasi adalah hal yang memang selayaknya dilakukan regulator,” ucap Piter kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Piter menegaskan, apa yang diserukan Bos OJK tersebut bukan bermaksud menakut-nakuti. Karena ia sangat meyakini, kondisi perbankan sejauh ini masih sehat dan stabil. “Tapi sekali lagi bukan berarti kita boleh lengah. Karena sektor keuangan bisa berubah sewaktu-waktu,” ingatnya.
Meski secara keseluruhan kinerja perbankan baik, diakuinya untuk kondisi likuiditas valas memang sedang tertekan. Salah satu penyebabnya, karena faktor hasil ekspor tidak ada yang ditempatkan atau ditukarkan ke dalam rupiah yang masuk ke Indonesia.
Piter membeberkan, hampir semua ekspor yang memenuhi DHE (Devisa Hasil Ekspor) diparkir sebentar di Tanah Air lalu ditarik untuk ditempatkan ke luar negeri. Ini karena iming-iming return luar negeri yang jauh lebih tinggi, serta risiko yang dianggap lebih rendah. Sehingga mereka lebih nyaman untuk menempatkannya di luar negeri.
“Itu mengapa DPK valas tertekan, meskipun kredit kita naik,” sebutnya.
Fenomena penempatan DHE di luar negeri, sambung Piter, dipicu nilai tukar rupiah Indonesia yang terus melemah.
“Jika rupiah kembali menguat dan stabil, saya kira para pemilik dana ini akan tetap butuh rupiah. Saya yakin kondisinya ini tidak akan berlangsung lama,” tegasnya.
Agar mata uang Garuda kembali stabil, menurutnya, harus diikuti kenaikan suku bunga acuan. Dengan begitu, fenomena likuiditas di valas bisa teratasi.
Ia mengaku masih optimistis, sampai akhir tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercapai sesuai target. Dalam waktu dekat, Pemerintah akan merilis capaian ekonomi triwulan III-2022 yang diperkirakan berada di level 5,4 sampai 5,6 persen.
Dengan pertumbuhan itu, lanjutnya, ekonomi nasional akan membaik dan berlanjut di akhir tahun. Dia juga yakin, karena triwulan III-2022 ini tidak ada gejolak yang berarti, maka tren pemulihan akan berlanjut.
“Sehingga di akhir 2022 diperkirakan pertumbuhan ekonomi kita bisa sampai 5,3 sampai 5,5 persen. Dan kredit bisa tumbuh di level 10 hingga 12 persen,” pungkasnya.
Mandiri Jaga Likuiditas
Menanggapi hal ini, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rudi As Aturridha menegaskan, penyaluran kredit valas tetap berjalan seiring dengan demand kredit valas dan kebutuhan ekspansi bisnis. Per September 2022, kredit valas Bank Mandiri tumbuh positif di angka 15,55 persen year to date (ytd) dan DPK valas tumbuh positif 12,00 persen ytd.
“Bank Mandiri secara aktif terus melakukan langkah strategis untuk menjaga likuiditas di tengah dinamika makro global (peningkatan suku bunga pasar), dan kebutuhan ekspansi bisnis,” jelas Rudi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia menyebut, beberapa strategi yang dilakukan dalam menjaga likuiditas. Pertama, optimalisasi pengelolaan likuiditas dengan strategi pricing dana secara selektif dan terukur. Ini sebagai upaya untuk mengakuisisi maupun mempertahankan DPK.
Kedua, melakukan pengelolaan kontrol dan monitoring terhadap pencairan kredit valas. Ketiga, memanfaatkan instrumen-instrumen treasury dalam memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek.
“Hal ini agar pengelolaan asset and liability, dapat mencapai tujuan finansial dengan Cost of Fund (CoF) yang terjaga dan mengontrol risiko likuiditas yang dihadapi,” ujar Rudi.
Di tengah kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang signifikan dan demand kredit valas yang meningkat sepanjang 2022, Bank Mandiri, kata Rudi, yakin dapat mengelola likuiditas valas dengan optimal.
Hal ini terlihat dari DPK valas yang juga tumbuh dan rasio-rasio likuiditas yang dapat terjaga sesuai dengan ketentuan.
“Bank Mandiri akan terus mengkaji serta memonitor kecukupan likuiditas dari waktu ke waktu serta mengelolanya secara prudent dan optimal,” yakinnya.(RM.ID)
Tinggalkan Balasan