RI Ikutan Nyawer 50 Juta Dolar AS

INDONESIA, BANPOS – Negara di dunia masih sepakat, pandemi Covid-19 belum berakhir. Sebanyak 15 negara membuat kesepakatan dan mengumpulkan dana pandemi atau pandemic fund senilai 1,4 miliar dolar AS atau setara Rp 21,7 triliun.

Duit patungan itu bakal digu¬nakan untuk mengatasi serangan pandemi yang bisa terjadi di kemudian hari.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dana pandemi tersebut merupakan komitmen awal dari 15 negara.

Yaitu, Komisi Uni Eropa, AS, Italia, Indonesia, China, Jepang, Jerman, Kanada, Korsel, Uni Emirat Arab, Spanyol, Australia, Singapura, Norwegia, dan Selandia Baru.

Termasuk juga, tiga lem¬baga filantropi internasional, Bill & Melinda Gates Fondation, Rockefeller, dan Wellcome Trust.

“Sumbangan sukarela dari negara-negara pandemic fund akan terus bertambah seiring dengan kemampuan untuk mencegah dan menanggulangi ancaman pandemi,” kata Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, saat konferensi pers The 2nd Joint Finance and Health Ministers Meeting (JFHMM) G20, di Bali, kemarin.

Ani menjelaskan, dalam pertemuan gabungan menteri keuangan dan menteri kesehatan (JFHMM) G20 di Nusa Dua pada Sabtu (12/11), tiga negara akan bergabung dalam deretan penyumbang. Ketiganya yakni Australia, Prancis, dan Arab Saudi.

“Mereka akan mengumumkan besarannya saat pertemuan para pemimpin negara (KTT G20), sehingga diperkirakan dana terhimpun lebih dari 1,4 miliar dolar AS,” ungkapnya.

Ani bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, yang memimpin G20 2nd JFHMM menyebut, pandemic fund dapat memperkuat arsitektur kesehatan global. Khususnya, sisi mekanisme pem¬biayaan.

“Ini pencapaian yang sangat baik dan konkret, juga menun¬jukkan komitmen serta kolabo¬rasi dari seluruh anggota G20, didukung organisasi interna¬sional dan lembaga filantropi,” terangnya.

Di JFHMM, kata dia, Pemerintah Indonesia berhak men¬gakses pandemic fund atau dana pemulihan pandemi.

Sebab, Indonesia masih masuk dalam kategori negara berkembang. Seperti diketahui, pandemic fund yang awalnya dikenal dengan Financial Intermediary Facility (FIF) diutama¬kan bagi negara berkembang dan miskin.

Tidak hanya Indonesia, se¬jumlah negara juga mulai me¬nyampaikan proposal untuk pemanfaatan pandemic fund yang bentuknya berupa grant, atau tidak memiliki bunga ini. Sejauh ini, ada 300 proposal yang siap dikirimkan.

Selain itu, Ani mengungkap¬kan, Pemerintah Indonesia ikut berpartisipasi sebesar 50 juta dolar AS dalam penyediaan dana pandemi.

Sebagai Presidensi G20 tahun 2022 ini, Indonesia memimpin Satgas Gabungan Keuangan dan Kesehatan atau JFHMM yang berisi menteri keuangan dan menteri kesehatan dari negara anggota G-20.

Dalam pandangannya, nilai 50 juta dolar AS ini memang jauh di atas dari share Indonesia dalam ekonomi dunia.

Namun, hal ini menjadi wu¬jud komitmen Indonesia, yang saat ini memegang Presidensi G20.

Seluruh negara anggota G-20 meminta tata kelola dari dana ini harus lebih inklusif serta memberikan perhatian kepada negara-negara berpendapatan terendah dan negara-negara berkembang terkait pengembangan kapasitas untuk kesiapsediaan pandemi. “Ini deliverables yang sangat baik dan sangat konkret. Menunjukkan komitmen kuat dan kolaborasi dari semua negara anggota G-20 yang didukung oleh organisasi internasional dan komitmen yang berasal dari banyak organisasi filantropi,” tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Dari kajian yang dilakukan untuk penanganan pandemi, dibutuhkan dana 10 miliar dolar AS. Saat ini telah terkumpul dana sebesar 1,4 miliar dolar AS untuk penanganan pandemi. Artinya, sudah terlampaui.

Dalam kesempatan yang sama, Menkes Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya sinergi antara sektor finansial dan keuangan.

Sebab, dalam 20 tahun terakhir, pandemi memberikan dampak besar ke perekono¬mian.

Misalnya, pada 2003, ketika terjadi wabah flu burung, ekonomi terdampak hingga 50 miliar dolar AS. Kemudian, wabah ebola di tahun 2014 mem¬berikan dampak ekonomi hingga 50 juta dolar AS.

“Aasan G20 saat dibentuk tahun 2008 yang pada awal sepenuhnya adalah permasalahan ekonomi sekarang juga memper-hatikan permasalahan kesehatan. Alasannya adalah krisis keseha¬tan membawa dampak ekonomi yang sangat signifikan secara global,” ucap BUDI.(RM.ID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *