Butuh Investasi Besar Capai FOLU Net Sink, Peran Swasta Ditunggu

INDONESIA, BANPOS – Dukungan semua pihak, termasuk sektor swasta sangat diperlukan untuk melaksanakan agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian dalam melaksanakan aksi-aksi untuk mencapai target yang dicanangkan pada agenda tersebut, apalagi dibutuhkan investasi tidak kurang dari 14 miliar dolar AS.

“Dibutuhkan kerja sama dan dukungan finansial dari semua pihak, termasuk para pelaku usaha untuk menyokong target ambisius Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim,” kata Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto dalam pidato kuncinya pada sesi diskusi panel bertajuk Business Actors’ Supports for Indonesia di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP27 UNFCCC di Sharm El-Sheikh, dalam keterangan tertulisnya dikutip Senin (14/11).

Berdasarkan perhitungan, investasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan agenda tersebut tidak kurang dari 14 miliar dolar AS untuk empat aktivitas utama, yaitu pengurangan deforestasi dan degradasi hutan sebesar 7,59 miliar dolar AS, pembangunan hutan tanaman (5,47 miliar dolar AS), peningkatan cadangan karbon termasuk aksi mitigasi pada pengelolaan hutan lestari (0,82 miliar dolar AS), dan pengelolaan dan restorasi gambut (0,69 miliar dolar AS).

Lebih lanjut, Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan dalam agenda FOLU Net Sink, Indonesia bertekad mencapai kondisi dimana tingkat penyerapan gas rumah kaca di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) sudah seimbang bahkan dapat lebih tinggi dari emisinya.

Target dari FOLU Net Sink 2030 adalah tingkat emisi GRK minus 140 juta ton setara karbondioksida (CO2e). “Berdasarkan skenario mitigasi, sektor FOLU Indonesia sudah bisa mencapai Net Sink di tahun 2030,” katanya.

Sekjen Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Purwadi Suprihanto mengatakan, adanya Undang-undang Cipta Kerja menjadi peluang bagi pelaku usaha kehutanan untuk berkontribusi dalam agenda FOLU Net Sink 2030. UUCK menyediakan payung hukum bagi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan untuk melaksanakan model bisnis multi usaha kehutanan.

“Selain pemanfaatan hasil hutan kayu, PBPH kini bisa memanfaatkan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan termasuk perdagangan karbon,” katanya.

Purwadi mengatakan, untuk melaksanakan multi usaha kehutanan, dibutuhkan insentif baik insentif fiskal seperti tax holiday atau suku bunga yang kompetitif dan insentif kebijakan lainnya.

Chief Sustainability Officer APP Sinar Mas, Elim Sritaba mengatakan, sebagai perusahaan pulp dan kertas terintegrasi, APP Sinar Mas siap mendukung agenda FOLU Net Sink 2030 yang telah dicanangkan pemerintah.

Salah satu program yang relevan dengan agenda FOLU Net Sink adalah program Desa Makmur Peduli Api (DMPA). Program ini mendorong masyarakat hutan untuk mengurangi ketergantungan pada penebangan pohon, dan tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar.

“Program-program DMPA sendiri telah terbukti mampu mengurangi lebih dari 80 persen kebakaran di daerah-daerah yang menerima manfaat DMPA,” kata Elim.

Pada program DMPA, pendampingan intensif yang dilakukan pada petani untuk membuka lahan secara mekanis membuahkan hasil, tidak saja mengurangi angka kebakaran hutan dan lahan tetapi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dengan agroforestry yang mereka lakukan serta pemberdayaan ekonomi.

APP Sinar Mas mengalokasikan dana dukungan sebesar 10 juta dolar AS untuk program DMPA. Hingga saat ini program tersebut sudah mencapai 407 desa program DMPA yang bermanfaat pada lebih dari 80.000 jiwa. Selain itu, ada 92 kelompok wanita yang mendapat manfaat langsung program tersebut.

Director Climate Realty Indonesia, Amanda Katili mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan APP Sinar Mas untuk pemberdayaan wanita di salah satu lokasi di Kalimantan Barat.(RM.ID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *