Utang Luar Negeri RI Turun Jadi Rp 6.139 T Di Kuartal III

INDONESIA, BANPOS – Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III-2022 menurun. Posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan III tercatat sebesar 394,6 miliar dolar AS atau Rp 6.139,32 triliun. Jumlah ini turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan II sebesar 403,6 miliar dolar AS atau Rp 6.279,35.

Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta. Secara tahunan, posisi ULN triwulan III mengalami kontraksi sebesar 7,0 persen atau lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,9 persen.

ULN Pemerintah pada triwulan IIImasih melanjutkan penurunan. Posisi ULN Pemerintah pada triwulan III sebesar 182,3 miliar dolar AS, lebih rendah dari posisi ULN pada triwulan II 2022 yang sebesar 187,3 miliar dolar AS.

“Secara tahunan, ULN Pemerintah mengalami kontraksi 11,3 persen yoy, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 8,6 persen yoy,” jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi, Selasa (15/11).

Penurunan posisi ULN Pemerintah tersebut disebabkan oleh perpindahan investasi pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen lain, sehingga mengurangi porsi kepemilikan investor nonresiden pada SBN domestik seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global.

“Pelunasan atas beberapa pinjaman program dan proyek yang jatuh tempo juga turut mendukung penurunan ULN Pemerintah pada periode laporan,” ujarnya.

Sementara itu, penarikan ULN pada triwulan III masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah, termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel.

Dukungan ULN Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas pada triwulan III antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,6 persen dari total ULN Pemerintah), sektor jasa pendidikan (16,6 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,2 persen), sektor konstruksi (14,2 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,6 persen).

Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN Pemerintah.

ULN swasta juga melanjutkan tren penurunan. Posisi ULN swasta pada triwulan III tercatat sebesar 204,1 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya sebesar 207,7 miliar dolar AS.

Secara tahunan, ULN swasta terkontraksi 2,6 persen yoy, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 0,1 persen yoy.

Perkembangan tersebut disebabkan oleh kontraksi ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) masing-masing sebesar 4,5 persen yoy dan 2,1 persen yoy antara lain disebabkan oleh pembayaran neto surat utang.

“Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” jelasnya.

ULN Indonesia pada triwulan III tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 30,1 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 31,8 persen.

Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,4 persen dari total ULN.

Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.(RM.ID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *