SERANG, BANPOS – Politik dinasti kembali menjadi sorotan sejumlah pihak. Praktik yang sampai saat ini masih kental terjadi di Provinsi Banten itu, disebut sebagai penyakit yang mematikan bagi demokrasi. Meski diakui, politik dinasti merupakan buah dari demokrasi juga.
Sementara, Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, memastikan bahwa ia tidak mempersiapkan kebijakan yang nantinya akan mempermudah dirinya apabila akan mencalonkan diri sebagai Gubernur Banten.
Al yang sebetulnya merupakan Sekretaris Daerah (Sekda) definitif Provinsi Banten ini mengatakan, segala sesuatu telah diatur melalui takdir. Termasuk mengenai apakah dirinya akan mencalonkan diri atau tidak.
Hal tersebut disampaikan oleh Al untuk menjawab tudingan bahwa dirinya telah mempersiapkan kebijakan yang akan menguntungkan dirinya, pada pencalonan nanti. Salah satunya terkait dengan pembentukan gerbong Al, dengan mengisi pos-pos jabatan dari kalangan dia.
“Enggak, enggak. Saya murni melaksanakan tugas dalam kapasitas saya yang ditunjuk saat ini. Bahwa saya ada di lapangan dengan satu keharusan, memang agar saya tahu persis apa yang terjadi,” ujarnya kepada BANPOS, Kamis (24/11).
Pada indepth BANPOS edisi Senin, 21 November 2022 lalu, sejumlah ASN yang ada di lingkungan Pemprov Banten mempertanyakan keputusan Al yang menunjuk Virgojanti sebagai Plt. Kepala DPMD Provinsi Banten. Menurut mereka, keputusan itu tidaklah fair lantaran Virgo merupakan ‘anak bawang’ di Pemprov Banten.
“Ya ini enggak fair banget. Karena bu Virgo ini orang baru, dan belum tentu dia memahami Banten keseluruhan. Padahal masih ada orang lain yang bisa ditempatkan sebagai Plt. Kepala DPMD,” ujar salah satu sumber BANPOS di lingkungan Pemprov Banten. Ia pun menduga, keputusan itu ada kaitannya dengan penempatan gerbong dari salah satu daerah, yakni Kabupaten Lebak.
Kebijakan itu dituding untuk memuluskan upaya Al dalam pencalonan dirinya sebagai Gubernur Banten pada Pilgub 2024 mendatang. Namun menurut Al, mencalonkan diri atau tidaknya dia sebagai Gubernur Banten pada 2024 nanti, semua telah ia serahkan kepada takdir. Sedangkan saat ini, dirinya hanya fokus menjalankan tugasnya saja sebagai Penjabat Gubernur Banten.
“Saya ini selalu berprinsip untuk menjalankan takdir. Saya tidak tahu takdir saya akan bagaimana. Namun sejauh ini, yang pasti saya akan menjalankan tugas yang dibebankan kepada saya, tidak ada pikiran-pikiran lain,” ungkapnya.
Saat ditegaskan apakah dirinya benar-benar menyerahkan semua kepada takdir, atau tetap memiliki upaya untuk merealisasikan hal tersebut, Al mengatakan bahwa yang saat ini dia pikirkan adalah menjalankan tugas terlebih dahulu.
“Takdir itu kan sesuatu yang secara alami dengan segala tahapan-tahapannya. Kita sama sekali tidak tahu akan seperti apa. Jadi saya akan bekerja seoptimal mungkin, untuk masyarakat Banten. Ya saya akan bekerja saja, saya tidak tahu akan seperti apa nanti takdirnya,” tandas dia.
Terpisah, Kumala PW Serang dan Serikat Pemuda dan Mahasiswa Cendekia Banten melakukan diskusi terkait Dinasti Politik di UIN SMH Banten. Diskusi tersebut diisi oleh aktivis Banten, Nedy Suryadi dan pegiat anti-korupsi sekaligus Direktur ALIPP, Uday Suhada.
Nedy dalam pemaparannya, menyampaikan bahwa politik dinasti akan menjadi ancaman terhadap demokrasi, lantaran adanya campur tangan kepentingan dinasti yang masuk terhadap demokrasi.
“Seharusnya demokrasi ini menjadi obat penangkal terhadap dinasti, karena dinasti merupakan kultur lama pada jaman kerajaan yang menyebabkan keputusannya pun berdasarkan kesepakatan keluarga,” ujarnya.
Menurutnya, campur tangan keluarga dalam keputusan yang menyangkut hajat publik, lebih cenderung menghasilkan keputusan yang justru merugikan publik. Sebab, kepentingan keluarga lah yang menjadi prioritas.
“Bahkan setiap keputusannya pun akan menjadi keliru, dikarenakan akan terjadinya ketidaksesuaian dari hasil keputusan yang tak sesuai dengan harapan masyarakat Banten,” kata mantan aktivis mahasiswa tersebut.
Direktur ALIPP, Uday Suhada, mengatakan bahwa kesadaran politik masyarakat Banten saat ini masih minim. Hal itu menjadi celah bagi mereka yang disebut sebagai kaum feodal, untuk masuk dan menguasai pemerintahan melalui politik.
“Ini menjadi peluang bagi para feodal dinasti, untuk meraup keuntungan di balik minimnya melek politik masyarakat. Tentu kesadaran politik harus dibangun secara bersama, agar terciptanya demokrasi yang berkualitas dan mempunyai makna paling tinggi bagi segala hak masyarakat Indonesia khususnya Banten,” ujarnya.
Uday pun menegaskan bahwa Provinsi Banten kedepannya, harus mendapatkan pemimpin yang bisa menjawab berbagai masalah yang terjadi di Provinsi Banten. Salah satunya yakni permasalahan korupsi.
“Tentu ke depan kita juga membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menjawab segala persoalan masyarakat Banten, dan bersih dari tindakan korupsi. Dikarenakan Banten mempunyai catatan yang kian banyak terkait kasus korupsi yang masih akut,” tegasnya.
Ketua Serikat Pemuda dan Mahasiswa Cendekia Banten, Misbah, mengatakan bahwa politik dinasti akan terus mewariskan kekuasaan, kepada keluarganya sendiri. Dengan dalih kepentingan publik, dinasti justru malah membawa kepentingan keluarganya.
“Produk yang nantinya akan dikeluarkan pun adalah hanya untuk membangun citra keberlangsungan keluarga. Misal pada praktiknya, politik dinasti cenderung melanggengkan KKN, sehingga upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik sulit tercapai,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa politik dinasti merupakan buah dari demokrasi juga. Akan tetapi, dengan kesadaran politik yang baik, politik dinasti dapat dilawan, sehingga pemerintahan dapat berjalan benar-benar untuk kepentingan publik.
“Namun jika politik dinasti terus dibiarkan, bukan hanya mencederai upaya membangun budaya antikorupsi, tetapi kontestasi politik terhadap pemilu akan menjadi semu karena dinasti politik yang ikut dalam Pilkada, dapat menggunakan dengan mudah semua sumber daya publik yang mereka kuasai,” tandasnya.(DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan