SERANG, BANPOS – Seorang guru di salah satu sekolah negeri di Pandeglang, NFK, dilaporkan ke Polres Pandeglang atas tuduhan pencurian listrik usai mengkritik lambatnya pengangkatan Calon Kepala Sekolah (Cakep) dan Calon Pengawas (Cawas) di Provinsi Banten melalui sebuah podcast salah satu media di Provinsi Banten. Sang guru pada saat itu menyampaikan perihal kondisi para Cakep dan Cawas, yang digantung oleh Pemprov Banten.
Koordinator Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Banten, Ucu Nur Arief Jauhar, meminta Polres Pandeglang menghentikan perkara dugaan pencurian listrik di salah satu sekolah negeri di Pandeglang tersebut. Karena, hal itu dinilai sebagai kriminalisasi terhadap guru.
“Perkara itu terlihat jelas bukan soal pencurian listrik. Tapi alat membungkam guru yang sudah menjadi calon pengawas. Bu NFK itu jadi narasumber berbagai media soal tidak dilantiknya calon Kepala Sekolah dan calon Pengawas,” ujar Ucu dalam rilis yang diterima BANPOS.
Ia mengatakan, dugaan itu lantaran sebelum dipanggil Polres Pandeglang, NFK dikabarkan telah dipanggil Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banten. NFK diminta memohon maaf kepada Pj Gubernur Banten, dan secara lisan diberitahu akan dikeluarkan dari daftar Cawas yang akan dilantik.
“Urutannya jelas. NFK menjadi narasumber di media yang dinilai memojokkan Pj Gubernur. Dipanggil BKD untuk meminta maaf. Dikeluarkan dari daftar yang akan dilantik. Dan sekarang diseret-seret ke kasus pencurian listrik yang sangat janggal. Saya menduga, NFK akan dijadikan contoh nasib bagi mereka yang mengkritik Pj Gubernur,” tuturnya.
Wawancara dengan BantenPodcast menurutnya, memang dilakukan di sekolah tempat NFK mengajar. Sedangkan terkait dengan listrik, Podcast merupakan kegiatan yang membutuhkan aliran listrik, karena menggunakan peralatan elektronik.
“Logikanya sederhana. Untuk keperluan listrik yang tidak seberapa itu, tentu sudah dibicarakan. Bu, kalau podcast di sekolah, ada listriknya kan? Mungkin kayak gitu obrolannya. Termasuk, pak Kepsek enggak keberatan kan bu, kita podcast di sekolah,” ungkapnya.
Listrik yang digunakan menurutnya, jelas listrik milik sekolah dan bukan milik PLN. Sebab, peralatan Podcast disambung ke instalasi setelah KWh dan bukan ke jala listrik yang berada di jalan.
“Yang lapor pencurian itu siapa? Harusnya Kepala Sekolah. Bukan PLN atau orang lain. Listrik itu milik sekolah dan yang berwenang itu Kepsek sebagai PA/KPA,” ucap Ucu.
Kejanggalan lain menurut Ucu, adalah soal pembuktian kerugian yang dinilai dalam rupiah. Hal itu dinilai janggal lantaran apabila kerugian dihitung menggunakan rupiah, maka pelapor harus memiliki bukti KWh sebelum dan sesudah Podcast.
“Apakah si Pelapor punya foto posisi meter KWh sebelum digunakan Podcast dan setelah digunakan Podcast? Sehingga dapat diukur dengan jelas berapa KWh yang digunakan Podcast yang dikonversikan ke rupiah? Itu pun dengan catatan, saat Podcast sekolah sedang tidak menggunakan listrik,” terangnya.
Ucu menegaskan bahwa nilai rupiah barang yang dicuri sangat penting untuk menentukan pasal yang dikenakan, apakah pasal itu pidana biasa atau pidana ringan, tergantung dari nilai barang dicurinya.
“Merujuk pada Perma No 2 tahun 2012, jika nilai barang kurang dari Rp2.500.000, maka masuk ke pidana ringan. Jadi bagaimana Polres Pandeglang menentukan nilai barang curian itu. Tidak boleh dikira-kira, harus pasti. Harus dengan bukti-bukti nyata,” tegasnya.
Menurut Ucu, Polres Pandeglang telah memaksakan perkara ini untuk berjalan. Sehingga patut diduga ada kepentingan lain dibalik perkara ini. Polres Pandeglang diduga telah melakukan kriminalisasi guru untuk kekuasaan.
“Jelas ini bukan pencurian, karena Kepsek sebagai petugas yang berwenang tidak keberatan. Jika dipaksakan, Polres Pandeglang juga harus memeriksa semua guru. Diduga guru-guru seluruh Pandeglang sering menggunakan listrik sekolah untuk mengisi ulang baterai HP. Padahal HP-nya itu belum tentu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucap Ucu.
Akademisi sekaligus Pengamat Pendidikan, Eni Suhaeni, mengatakan bahwa pelaporan NFK atas dasar tuduhan pencurian listrik sangat dipaksakan. Eni mengatakan, buru tersebut dilaporkan karena berani jujur terkait dengan Cakep dan Cawas.
“Terkait pemanggilan NFK, guru salah satu sekolah negeri di Pandeglang, yang dituduh mencuri listrik gegara memberi keterangan jujur soal keadaan nasib Cakep dan Cawas ini sungguh sangat disayangkan, dan sangat mencederai proses pendidikan demokrasi dalam menyuarakan aspirasi,” ujarnya, Minggu (4/12).
Menurut Eni, orang yang melaporkan NFK ke Polres patut dipertanyakan maksud dan tujuannya. Sebab, tidak sepatutnya guru yang menyuarakan aspirasinya melalui media dengan menggunakan fasilitas lembaga tempat dia mengabdi, justru malah dikriminalisasi dengan tuduhan mengada-ada.
“Kalaupun NFK dianggap rajin mengkritisi kebijakan yang mangkrak, mestinya dijadikan introspeksi oleh pihak-pihak terkait supaya segera ditindaklanjuti. Jangan malah dikriminalisasi. Saya sangat sedih dan jelas menyayangkan sikap-sikap yang tak mendidik seperti ini,” katanya.
Eni menegaskan, seharusnya NFK diajak untuk berdiskusi saja terkait dengan aspirasi yang disampaikan tersebut. Hal itu lebih adil ketimbang membuat NFK kesulitan dengan pelaporan kepada Kepolisian, dan dengan tuduhan yang mengada-ada pula.
“Ajak berdiskusi untuk menunjukkan dimana letak keran yang tertutup. Saking sudah lamanya hasil seleksi Cakep dan Cawas ini, banyak para calon sudah mengalami pensiun. Ini kan kondisi mubazir, negara sudah menggelontorkan anggaran untuk seleksi, namun sampai saat ini belum ada kejelasan,” tuturnya.
Menurutnya, persoalan Cakep dan Cawas harus segera direalisasikan oleh Pemprov Banten. Karena, sudah sejak zaman Gubernur Wahidin Halim (WH) hingga saat ini, Cakep dan Cawas digantung nasibnya oleh Pemprov.
“Mereka yang lolos seleksi belum juga ditempatkan, padahal banyak sekolah yang membutuhkan Kepsek dan Pengawas. Ada apa sebenarnya hingga berlarut-larut seperti ini? Ya sangat wajar kalau mereka mempertanyakan nasibnya. Karena banyak sekolah yang kosong dari posisi-posisi tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPC GMNI Pandeglang, TB Muhamad Afandi, menyayangkan dengan adanya pelaporan tersebut. Menurutnya, hal ini terkesan mengada-ngada dan tidak menunjukkan keberpihakan terhadap perbaikan pendidikan di Provinsi Banten.
“Ketimbang mempermasalahkan dugaan pencurian listrik yang tidak jelas, kenapa tidak mempermasalahkan pemerataan pembangunan pendidikan di Pandeglang yang masih tertinggal? Saya harap Polres Pandeglang dapat lebih bijak dalam menyikapi laporan yang seperti ini. Karena jelas akan membuat aura ketakutan bagi orang yang ingin berpendapat. Ini merusak demokrasi,” ujarnya.
Ia menyatakan, kedepan akan coba memperhatikan dan mengkaji permasalahan ini bersama dengan organisasinya.(DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan