INDONESIA, BANPOS – Setiap 18 Desember diperingati Hari Migran Internasional. Menjadi pekerja migran adalah pilihan rasional bagi sebagian masyarakat Indonesia, di tengah persoalan sulitnya lapangan kerja di dalam negeri.
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar menyatakan, pilihan menjadi pekerja migran tidak serta merta muncul begitu saja. Tapi ada banyak faktor yang mendasari munculnya keputusan masyarakat mengadu nasib di negeri orang.
“Faktor paling inti, yakni ingin mendapatkan penghasilan dan kehidupan yang lebih baik dan lebih layak untuk keluarga dan masa depannya,” ujar pria yang akrab disapa Cak Imin ini, kemarin.
Dia bilang, keputusan menjadi migran tidak dapat dihindari ketika pertumbuhan angkatan kerja di dalam negeri tidak se¬banding dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Terutama di daerah kantong PMI (Pekerja Migran Indonesia) di pelosok-pelosok desa.
“Karena itu, bekerja adalah hak asasi manusia, maka negara wajib hadir memberikan jaminan kesempatan kerja dan pelindungannya,” tegas Ketua Umum DPP PKB ini.
Muhaimin berkeyakinan, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mampu mengatasi masalah pekerja dengan baik dan elegan. Alasannya, 70 persen PMI di Indonesia masih didomi¬nasi kaum perempuan.
“Tentu sesama perempuan jauh lebih mudah mendapatkan human touch karena sesama perempuan. Seperti layaknya seorang ibu kepada anaknya,” imbuh mantan Menaker ini.
Dia lantas mengusung se¬mangat bangkit bekerja setelah lebih dari dua tahun masyarakat Indonesia bekerja keras melawan pandemi Covid-19. Semangat bangkit bekerja adalah suatu ke¬niscayaan dan relevan, di mana penempatan PMI 2 tahun vakum akibat Covid-19.
“Membangkitkan semangat dan optimisme harus terus kita bangun di tengah kondisi ekonomi dunia yang abu-abu ini,” ucapnya.
Karena itu, kata Muhaimin, merupakan fondasi dasar untuk berlangsungnya kehidupan ber¬bangsa dan bernegara. Para PMI diharapkan mempunyai semangat optimis untuk bangkit bekerja.
“Untuk sukses, sikap optimis itu sama pentingnya dengan kemampuan,” imbuhnya.
Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani meminta Pemerintah lebih sigap melindungi dan membela PMI. Sebab, mereka adalah pahlawan yang menyum¬bang devisa kurang lebih Rp 159,6 triliun per tahun.
“Pastikan hak-hak PMI ditu¬naikan serta keamanan mereka sebelum dan sesudah bekerja hingga tiba di Tanah Air,” ujar Netty dalam keterangannya, kemarin.
Netty mendesak, Pemerintah memperluas pelindungan ter¬hadap PMI. Caranya, dengan peningkatan keterampilan ba¬hasa dan juga berikan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Politikus PKS ini meminta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Migran Indonesia (BP2MI) merealisasi¬kan komitmen untuk menyikat sindikat penyaluran PMI non-prosedural.
“Jangan lagi ada warga negara yang tertipu dengan iming-iming, tapi justru keselamatan¬nya terancam,” kata dia.
Netty juga meminta Pemerintah memaksimalkan program penanganan pasca PMI pulang ke Indonesia. Sehingga pro¬gram tersebut dapat membuat PMI tetap bisa produktif dan mampu menggerakkan ekonomi keluarga. Berbagai pelatihan seperti keterampilan, bisnis dan sebagainya harus maksimal diberdayakan.
Selain itu, Netty juga meminta Pemerintah terlibat pro aktif menjaga dan mendampingi ke¬luarga PMI yang sedang bekerja di luar negeri. Sebab, tak jarang PMI yang pergi ke luar negeri meninggalkan keluarga yang rentan.
Karenanya, Pemerintah harus turut andil menjaga ketahanan ke¬luarga mereka, serta memastikan anak-anak mereka mendapatkan hak-haknya. Seperti, hak akan pendidikan dan kesehatan.(RM.ID)
Tinggalkan Balasan