Pada Kamis 12 Mei 2022, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Jenderal (Purn) Muhamad Tito Karnavian atas nama Presiden Joko Widodo melantik Al Muktabar menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Banten di Gedung Sasana Bhakti Praja Kemendagri Jl. Merdeka Utara No.7, Jakarta Pusat. Pelantikan Al ini menjadikannya sebagai pemimpin masa transisi.
Namun, beberapa catatan dilontarkan oleh masyarakat sipil, mulai dari masih belum maksimalnya upaya Pemprov dalam mencapai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang menjadi acuan pelaksanaan program pembangunan, hingga masalah komunikasi yang terkesan seperti “pemadam kebakaran”. Kinerja kepemimpinan transisi saat ini belum teruji.
DIrektur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Publik (ALLIP) Uday Suhada
dihubungi melalui pesan tertulisnya, Kamis (29/1) menilai pemerintahan dibawah Pj Gubernur Banten Al Muktabar masih belum membawa dampak kearah positif. Salah satunya adalah reformasi birokrasi .
“Hasil kajian mendalam menunjukkan bahwa istilah reformasi birokrasi selama ini hanyalah sebatas lips service. Hal yang secara kasat mata hingga saat ini adalah masih dikosongkannya pejabat definitif di 6 SKPD,” katanya.
Ke-enam SKPD atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Kepala Biro Umum, Kadis Kominfo, Kepala Inspektorat, Kepala Biro Ekbang dan Kadis Pertambangan.
“Ini menunjukkan bahwa sistem perkaderan tidak berjalan dengan baik. Sebab disadari atau tidak, akan berpengaruh kepada jenjang karir ASN yang potensial di eselon III, IV dan staf dengan kompetensi bagus menjadi mandek,” katanya.
Apalagi ada 400 lebih jabatan struktural kini sudah fungsional, baik eselon IV maupun III. Sedangkan penempatan seorang kepala SKPD definitif untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) di SKPD yang kosong bukanlah solusi. Sebab, jangankan menjalankan tugas di dua SKPD, di satu SKPD yang ia pimpin pun, belum tentu berjalan maksimal.
“Hal ini dipastikan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik,” katanya.
Indikator lain rendahnya kinerja pemerintahan Pj Al Muktabar adalah terlalu lamanya seorang pejabat menduduki jabatan tertentu di satu dinas/badan/biro. Termasuk staf, yang hingga belasan tahun menetap dan mengakar di satu tempat kerja. Padahal di lingkungan BKD ada mekanisme yang semestinya ditempuh untuk mengevaluasi kinerja seorang ASN.
“Istilahnya, dari meletek sampai meletuk di posisi dinas/instansi yang tidak harus memiliki keahlian khusus/tertentu. Padahal jika kita mau berkaca pada pola yang digunakan oleh TNI, jabatan yang ditempati oleh seorang pejabat tidak terlalu lama, cukup dua atau tiga tahun saja,” ungkapnya.
Penyegaran jabatan dari ASN ke ASN lain lanjut Uday, dimaksudkan agar proses kaderisasi berjalan baik. Kemudian kebijakan itu sekaligus untuk menghindari adanya potensi penyimpangan di jabatan tertentu.” Itulah pentingnya mutasi, rotasi atau promosi bagi mereka yang berprestasi,” ujarnya.
Selain itu, penyegaran ASN pada jabatan-jabatan yang ada, untuk memenuhi rasa keadilan bagi pegawai. “Berikan kesempatan kepada mereka para ASN yang seumuran hidup menjadi staf dan hendak pensiun diberikan reward, bekerja di lingkungan Samsat. Toh bekerja di lingkungan Samsat tak perlu memiliki keahlian khusus. Tapi nampaknya Al Muktabar enggan melakukan itu semua,”jelasnya.
Disinggung mengenai kinerja Al Muktabar yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Transisi yang di drop dari Kemendagri, pihaknya juga melihat tidak ada pendalaman yang dilakukan oleh Pj Al Muktabar.
“Kami tidak melihat adanya perampingan SOTK (struktur organisasi tata kerja). Saya setuju dengan efisiensi, ramping struktur tapi kaya fungsi. Tapi saat ini tidak tepat. Sebab APBD 2023 sudah diketok palu di DPRD. Jadi, jika dipaksakan dipastikan akan menghambat pembangunan. Sebab dengan perampingan mendadak, butuh waktu untuk penyesuaian. Praktis akan banyak anggaran yang tidak terserap sesuai dokumen APBD 2023,” terang Uday.
Ditambah lagi dalam upaya penanganan stunting yang dilaksanakan oleh Al Muktabar dan jajaranya, terkesan masih menggunakan cara-cara tradisional.
“Dalam upaya penanggulangan stunting, saya juga sudah sarankan sejak awal, mulailah dengan pemutakhiran data dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Ada berapa, dimana saja, kondisinya seperti apa, agar memudahkan dalam penanganannya. Hingga kini saya tidak melihat upaya itu secara serius,” ujarnya.
Dengan cara-cara yang ditunjukan oleh Al Muktabar, Uday melihat masyarakat sampai belum merasakan kebijakan dari kepala daerah tersebut. “Yang jelas saya tidak melihat kebijakan strategis dari seorang Al Muktabar yang dirasakan oleh belasan juta rakyat Banten,” katanya.
Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad, mengungkapkan, semangat kinerja Pj Al Muktabar terbilang tinggi. Namun sayangnya hasilnya terlihat salah kaprah.
“Dalam konteks komunikasi personal, Pj Gubernur Banten saat ini bisa dikatakan memiliki semangat dan energy yang luar biasa dalam kerangka membangun komunikasi dengan berbagai tokoh dan kelompok kritis. Kendati demikian, gaya komunikasi ini seringkali terjebak menjadi ‘pola pemadam kebakaran’,” kata Ikhsan.
Ia menjelaskan, gaya kepemimpinan yang ditunjukan oleh Pj Al Muktabar, terlihat jelas baik, justru tidak membawa dampak terhadap masyarakat Banten.
“Kepemimpinan yang proaktif terhadap pola komunikasi personal ini sayangnya tidak juga menjadi informasi yang akurat terhadap berbagai perubahan yang diharapkan terjadi oleh masyarakat,” ujarnya.
Sebagai mandatori Presiden Jokowi, buah dari diskresi demokrasi untuk pemilu serentak ke depan, semestinya keberadaan Pj Al Muktabar lebih bisa dilihat secara tegas dan akurat dalam fungsi dan perannya sebagai pemimpin di tengah persoalan dan kebutuhan reformasi birokrasi untuk pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik.
“Sayangnya isu strategis, yakni reformasi birokrasi menjadi kecil dan sangat kecil, tenggelam dalam isu cuti ibadah yang lambat untuk diselesaikan, isu tentang makan minum, kegaduhan pengangkatan kepala sekolah dan pengawas, dan isu tidak percayanya Pj Gubernur dengan semua OPD, forum CSR yang menggantung, kegelisahan ASN di tengah pro kontra pemberlakuan SOTK dan kontradiksi keputusan APBD 2023 yang sudah disahkan. Pada akhirnya kepemimpinan Banten saat ini kembali terjebak pada momen-momen ritual simbolisme atas berbagai persoalan yang ada di dalam masyarakat, seperti stunting, isu inflasi, isu pendidikan, dan sebagainya,” paparnya.
Oleh karena itu, Ikhsan meminta kepada Pj Al Muktabar agar mampu membuktikan diri secara konkret kepada masyarakat, dan kepada pemerintah pusat atas tugas-tugasnya yang dibebani sebagai seorang Pj.
“Optimisme masyarakat tetap ada pada kepemimpinan Pj Gub (Al Muktabar) saat ini dalam kemampuannya membangun komunikasi politik di atas rata-rata, semestinya kemampuan ini dapat menjelaskan secara rinci peta persoalan dan pencapaian yang diinginkan ke depan, seperti persoalan RPD Banten, apa persoalannya, bagaimana indikator pencapaiannya, apa hasilnya, demikian pula dengan stunting, apa yang sudah dilakukan, apa evaluasinya? Kebutuhan kejelasan substantif atas masalah yang ada lebih penting dibandingkan hanya sekedar tampil dan sekedar menjadi simbol di dalamnya,” harapnya.
Pj Gubernur Banten, Al Muktabar tidak bisa diminta tanggapan terkait kinerjanya pada tahun 2022. Namun pada Desember lalu, beberapa kritikan dan pertanyaan yang disampaikan telah dijawab oleh Al.
Al menyatakan, dirinya tidak anti terhadap kritik, dan menganggap bahwa kritikan itu merupakan hal yang bagus dalam pembangunan.
“Saya itu kan tidak antikritik, itu prinsip. Dalam berbagai kesempatan saya selalu mengatakan saya tidak antikritik, apapun yang berpendapat, mangga silakan,” terangnya saat itu.
Sementara, terkait kekosongan eselon 2, pada beberapa waktu yang lalu Al mengatakan bahwa pengisian untuk pos jabatan eselon 2 yang kosong tersebut sedang dalam proses. “Nanti kita lihat perkembangan kebutuhan organisasi, semua dalam proses. Jadi untuk baik, prinsipnya,” katanya.
Kendati demikian Pj Al Muktabar mengaku, meski saat ini ada jabatan-jabatan yang kosong atau jabatan tersebut dipegang oleh seorang Plt seperti, hal itu tidak mengganggu jalannya roda pemerintahan. “Pada dasarnya semua jalan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, penempatan pejabat ASN di salah satu jabatan olehnya selaku Pj Gubernur akan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dia juga meminta kepada semua elemen masyarakat termasuk pers untuk menyampaikan jika ada informasi jual beli jabatan, termasuk pihak luar yang mengaku bisa menempatkan ASN di salah satu jabatan tertentu.
“Saya juga berkenan untuk ada informasi di luaran yang tidak baik disampaikan, dan saya respon sekali yang disampaikan di media (pers), karena itu kontrol publik, sehingga apa-apa yang diinformasikan, kita tindak lanjuti,” ujarnya.
Dia menegaskan, pihaknya memastikan dalam penempatan jabatan di lingkungan Pemprov Banten tidak ada transaksional atau jual beli jabatan. “Tidak ada Baperjakat (badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan) swasta (pihak luar). Saya pastikan tidak ada itu,” kata Al Muktabar.(RUS/PBN)
Tinggalkan Balasan