Ini Bahayanya Chikibul

JAKARTA, BANPOS – Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti kasus-kasus akibat konsumsi makanan kekinian yang populer dengan nama chiki ngebul atau chikbul. Ada juga yang menyebutnya ice smoke, yang dihubungkan dengan nitrogen cair.

Keterangan resmi Kementerian Kesehatan bahkan menyebutkan, puluhan anak SD di beberapa daerah mengalami keracunan, usai menyantap ciki ngebul warna warni.

Terkait hal tersebut, Prof. Tjandra yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan Guru Besar FKUI menggarisbawahi lima poin penting.

“Pertama, ada laporan bahwa penggunaan nitrogen cair dalam produksi makanan memang sudah lama dilakukan. Bahkan, sejak tahun 1800-an. Tapi, tentu bukan dalam bentuk yang langsung dijual ke konsumen seperti sekarang ini,” papar Prof. Tjandra dalam keterangannya, Kamis (12/1).

Kedua, mengenai faktor keamanan. Soal ini, Prof. Tjandra menyebut ada perbedaan penafsiran.

Menurut ahli makanan, penggunaan nitrogen cair pada makanan, dapat jadi berbahaya bila tidak sesuai aturan. Dengan kata lain, jika digunakan dengan baik, sifatnya tidak berbahaya.

Di sisi lain, Badan POM-nya Amerika Serikat (FDA) mengatakan, makanan yang dipersiapkan dengan nitrogen cair, tidak baik untuk kesehatan.

Untuk itu, FDA sudah memberi lima rekomendasi untuk mengupayakan penggunaan nitrogen cair seaman mungkin. Termasuk jenis nitrogen cairnya, cara penggunaan, penyimpanan, kemungkinan kontak serta penjelasan ke konsumen secara jelas.

Ketiga, kecelakaan paparan kontak langsung dengan nitrogen cair, dapat menyebabkan luka bakar akibat gas yang dingin. Karena itu disebut frostbite atau radang dingin.

Selain itu, bila terhirup atau tertelan secara tidak sengaja (accidental inhalation or ingestion), dapat menyebabkan gangguan saluran dan sistem pernapasan bahkan sampai asfiksia. Juga perforasi atau luka berlubang pada saluran cerna. Semuanya terjadi karena paparan yang amat dingin dari nitrogen cair.

“Kita tahu, suhunya dapat lebih rendah dari minus 100 derajat Celsius,” ucap Prof. Tjandra.

Keempat, makanan yang diproses dengan nitrogen cair dan langsung dikonsumsi begitu selesai dibuat, jelas tidak aman.

‘Seharusnya, ada selang waktu dulu yang memungkinkan residu nitrogen cair itu menguap habis. Ini lebih aman dikonsumsi,” jelas mantan Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular/Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan.

Dia menambahkan, beberapa jenis makanan beku tertentu, juga menggunakan nitrogen cair untuk memprosesnya. Namun, diproses sedemikian rupa, sehingga nitrogen cairnya menguap seluruhnya. Setelah itu, baru kemudian dijual ke konsumen.

Kelima, perlu ada status yang jelas tentang situasi kesehatan masyarakat, akibat kejadian yang sekarang ini. Sesuai peraturan yang ada dan gradasi masalahnya.

“Akan baik pula, jika Kementerian Kesehatan, Badan POM dan pihak terkait lainnya melakukan kajian mendalam. Bukan tidak mungkin juga, unit pemerintah yang menangani UMKM di lapangan,” tutur Prof. Tjandra mewanti-wanti.(PBN/RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *