TAK hanya Panitia Pemungitan Suara (PPS), perekrutan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) di Kabupaten Lebak pun terbukti bermasalah. Lima anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lebak dinyatakan telah melanggar kode etik dalam perekrutan anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) yang rangkap jabatan dan tidak dibenarkan oleh aturan.
Hal tersebut terungkap dalam amar putusan Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Rabu (25/01).
Anggota DKPP RI, J Kristiadi mengatakan, Bawaslu Lebak tidak melakukan klarifikasi dan verifikasi keabsahan dari surat cuti dan surat pengunduran diri anggota Panwascam yang memiliki pekerjaan ganda.
“Terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan para teradu tidak melakukan klarifikasi dan verifikasi pada saat menerima kelengkapan dokumen syarat administrasi mengenai keabsahan surat izin, dan pengunduran diri anggota Panwascam dari profesi sebelumnya kepada instansi yang menerbitkan,” ungkap J Kristiadi.
J Kristiadi menyebut, jika Bawaslu Lebak terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf D, Pasal 6 ayat (3) huruf F dan Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Perilaku Penyelenggara Pemilu.
“Dalam hasil sidang ini, Ketua DKPP memutuskan untuk memberikan sanksi peringatan kepada Ketua Bawaslu Lebak sebagai pihak Teradu I dan enam orang anggotanya,” ujarnya.
Anggota DPRD Lebak Musa Weliansyah saat dikonfirmasi BANPOS menjelaskan, jika dirinya merasa banyak kejanggalan terkait surat pernyataan pengunduran diri dan surat izin cuti dari atasan seperti P3K, guru honorer, dan TPP yang diduga penuh dengan rekayasa.
“Ini semua terungkap dari beberapa data diantaranya, SK TPP Nomor 5 tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Kemendes yang didalamnya SK tersebut masih tercatat beberapa nama anggota Panwascam yang masih menerima gaji seperti biasanya, begitupula dengan guru honorer dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan juga P3K,” ungkap Musa, Kamis (26/01).
Dalam hal ini, Musa mengaku akan melaporkannya persoalan ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH) karena adanya dugaan unsur pidana. Jika mereka (anggota Panwascam rangkap jabatan-red) mengundurkan diri atau cuti, berarti sudah tidak menerima gaji dari tempat kerjanya.
“Faktanya Panwascam yang diduga double job tersebut pada bulan November, Desember 2022 dan Januari 2023 kemarin masih menerima gaji atau honor dari instansi tempat mereka bekerja. Itu jelas hanya akal-akalan mereka,” katanya.
Politisi PPP Lebak ini menambahkan, seharusnya setelah adanya putusan dari DKPP RI, Bawaslu Lebak jangan main-main, harus tegas dengan memberhentikan Panwascam yang double job, kecuali panwascam tersebut telah mengundurkan diri atau cuti dari pekerjaan sebelumnya dan bisa dibuktikan secara objektif.
“Harusnya Bawaslu Lebak melakukan konfirmasi dan klarifikasi terhadap instansi yang berwenang, harus secara jelas menerima surat pengunduran diri atau mengeluarkan izin cuti. Dan itu harus dipastikan mereka sudah tidak menerima gajih atau honor,” tandas Musa.
Oleh karena itu, kata Musa, dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan persoalan tersebut ke BPK RI perwakilan provinsi Banten agar BPK melakukan klarifikasi dan pemeriksaan terhadap para Panwascam yang rangkap jabatan.
“Sampai saat ini masih ada 9 orang Panwascam yang rangkap jabatan dan namanya belum masuk dalam laporan DKPP RI, mereka diantaranya pegawai non ASN dilingkungan Pemkab Lebak seperti guru honor SD, SMP, BPBD dan lain-lain,” tegasnya.
Sementara, Ketua Bawaslu Lebak, Odong Hudori kepada BANPOS menyebut, jika pihaknya siap menerima segala putusan dari sidang DKPP RI tersebut
“Iya kita sudah tau keputusan itu, sidang putusannya kemarin kan,” ujar Odong.
Hanya saja, Terang Ketua Bawaslu Lebak ini, bahwa terkait awal mereka para pendaftar Panwascam yang rangkap jabatan itu, saat mendaftar sudah melampirkan bukti pengunduran diri dan ijin dari instansi mereka bekerja.
“Kita tahunya mereka saat daftar sudah mendapat ijin dan juga ada yang mengundurkan diri. Namun pada kenyataan mereka masih tetap bekerja seperti yang dilaporkan pengadu, itu sebenarnya itu bukan urusan kami. Karena Bawaslu tidak punya kewenangan melakukan verifikasi atau penelusuran data mereka ke instansinya,” jelas Odong.
Pada bagian lain Odong menjelaskan, soal sanksi peringatan itu pihaknya akan menindaklanjuti dan mempersiapkan apa yang harus dilakukan.
“Kita akan tindak lanjut soal putusan ini dalam waktu tujuh hari ini ke depan. Hanya saja kita hingga saat ini belum menerima surat resmi dari DKPP tentang apa yang harus dilakukan Bawaslu Lebak. Jadi intinya, Bawalu Lebak tidak akan mangkir dari putusan DKPP hanya kami belum mendapat petunjuk berikutnya,” papar Ketua Bawaslu Lebak.
Terpisah, kuasa hukum pengadu, Raden Elang Yayan Mulyana mengatakan bahwa sidang putusan atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu akhirnya dikabulkan. Ia menyebut, sanksi peringatan dari DKPP terhadap Bawaslu Lebak itu harus segera ditindaklanjuti oleh pihak Bawaslu Lebak.
“Dalam hal ini putusan sudah jatuh, yaitu peringatan. Sanksi peringatan ini bisa bersifat ringan atau keras terkait pelanggaran kode etik. Bawaslu Lebak harus melakukan sesuai perintah putusan tersebut, jika tidak mereka akan kena sanksi yang lebih berat,” kata Elang.
Menurut Elang, sebagai penyelenggara Pemilu itu harus memiliki Intergritas dan adil dalam melakukan kinerja. Karena, jika tidak dilaksanakan dengan sebenarnya hasilnya akan berdampak ke ranah yang lain.
“Jika sejak awal penyelenggara pemilu tidak adil maka jangan harap ke depan akan menghasilkan pemimpin yang baik. Kami berharap Pemilu 2024 ini bersih dari praktek kolusi dan nepotisme jujur bersih adil,” terang Elang.
Adapun soal pihak Bawaslu Lebak belum menerima surat resmi dari DKPP, terang Elang, itu harusnya pihak teradu yakni Bawaslu Lebak bisa membaca yang dimaksud.
“Kalau alasan belum menerima surat resmi dan perintah yang harus dilakukan, itu bukan alasan untuk tidak melakukan apa yang diminta dari hasil sidang DKPP. Jaman sekarang kita bisa download apa saja perintah putusan itu. Diantaranya pelanggaran kode etik mereka karena telah mengangkat komisioner Panwascam yang dobel job, dan mereka hingga saat ini belum mundur dan masih bekerja di tempat asal, itu saja tingga di PAW. Dan untuk verifikasi komisioner yang lain yang masih dobel job, agar Pekerjaan Pemilu tidak terganggu oleh job yang lain. Karena penyelenggara Pemilu itu harus bekerja penuh waktu,” terangnya menandaskan.(WDO/ENK)
Tinggalkan Balasan