JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto angkat bicara soal rencana tutupnya e-commerce JD.ID. Menyusul delapan e-commerce lain yang lebih dulu gulung tikar. Seperti Blanja.com, Elevenia, Qlapa, Rakuten, Cipika, Multiply, MatahariMall.com, dan Tokobagus.
JD.ID yang merupakan perusahaan joint venture China dan Singapura, akan menutup layanannya di Indonesia pada 31 Maret 2023. Pesanan terakhir diterima pada 15 Februari 2023.
Darmadi menilai, tutupnya e-commerce banyak dipicu oleh strategi marketing pemasaran yang terlalu berlebihan.
Dia bilang, strategi bakar duit e-commerce selama ini ibarat gelembung (bubble) yang sulit dipegang. Penuh ketidakpastian.
Padahal, unsur kepastian adalah hal yang sangat fundamental, dalam membaca arah pasar.
“Sejak awal, sudah bisa diprediksi, model bisnis semacam itu tidak akan mampu bertahan lama. Apalagi ini bisnis jasa. Bisnis yang tingkat risikonya cukup tinggi,” jelas politisi PDIP itu.
Selain soal strategi bakar duit, Darmadi berpendapat, tutupnya JD.ID tak terlepas dari langkah mereka yang sering menabrak aturan dasar ekonomi, supply and demand.
Kerangka teori ini yang paling basic ini jelas menekankan pentingnya menjaga keseimbangan rantai pasok (supply chain), agar semuanya berjalan normal.
Sementara mereka, melakukan hal yang sebaliknya. Merusak keseimbangan pasar dirusak dengan mengacaukan harga pasaran (predatory pricing). Inilah membuat mereka gagal mengikuti irama pasar.
“Strategi bakar duit dan perilaku predatory pricing yang dilakukan e-commerce, merupakan kesalahan besar yang berakibat fatal kepada mereka sendiri. Situasi ini pula yang membuat business plan mereka menjadi kurang kredibel,” beber Darmadi.
“Dari sisi teori dan praktek, mereka juga masih mentah. Mereka terlalu utopis dan tidak sadar, bahwa karakteristik pasar itu tidak bisa dimonopoli secara absolut,” imbuh Bendahara Megawati Institute ini.
Merespons fenomena tumbangnya e-commerce dengan kapital besar, Darmadi menyarankan pemerintah, untuk membuat aturan yang berpijak pada prinsip keadilan ekonomi. Demi kepentingan bangsa dan negara.
Mengingat selama ini e-commerce bebas menjalankan praktik dan rencana bisnisnya tanpa filter yang ketat.
Sementara kontribusi mereka pun tidak begitu signifikan. Bahkan, aliran uang keuntungan hasil bisnis mereka, banyak mengalir ke luar negeri.
“Saatnya negara atur bisnis e-commerce. Agar tidak ada lagi perilaku predatory pricing, yang selama ini anyak merugikan pelaku ekonomi dalam negeri,” tegas anggota Badan Legislasi DPR itu.(RMID)
Tinggalkan Balasan