Baru Sebulan Bisnis, Pengedar Pil Koplo Ditangkap

SERANG, BANPOS – Tergiur keuntungan yang besar, SB (23) warga Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, nekad melakukan bisnis jual beli pil koplo.

Namun baru sebulan berbisnis, pria pengangguran ini dicokok personil Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang di rumahnya pada Senin (13/02/2023).

Dari rumah kontrakannya ini petugas mengamankan barang bukti 1.544 butir pil hexymer dan 80 butir pil tramadol yang dibungkus plastik kresek.

Kapolres Serang AKBP Yudha Satria menjelaskan penangkapan pengedar obat keras ini berawal dari informasi warga yang curiga lantaran rumah kontrakan tersangka kerap dikunjungi tamu tidak dikenal.

“Awalnya dari laporan masyarakat yang curiga lantaran kontrakan tersangka kerap didatangi pemuda-pemuda luar kampung,” terang Kapolres didampingi Kasatresnarkoba AKP Michael K Tandayu kepada awak media, Selasa (14/02/2023).

Berbekal dari laporan dari masyarakat itu, Tim Satresnarkoba yang dipimpin Ipda Rian Jaya Surana kemudian melakukan pendalaman informasi. Senin sekitar pukul 17.00, Tim Satresnarkoba mengamankan tersangka yang diduga sedang menunggu konsumen.

“Saat dilakukan penggeledahan, petugas menemukan bungkusan plastik yang berisi 1 toples berisi 1.000 butir pil hexymer serta 544 butir siap edar yang sudah dikemas dalam kantong klip, masing-masing berisi 4 butir,” kata Yudha Satria.

Kapolres menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada masyarakat yang telah membantu anggotanya dalam memberikan informasi narkoba. Kapolres menegaskan bahwa dalam memberantas narkoba harus melibatkan masyarakat.

“Kami tidak bisa jalan sendiri dan harus ada peran masyarakat. Oleh karena itu, jangan takut memberikan informasi. Kami berkomitmen akan menindaklanjuti setiap informasi dan akan menindak tegas pelaku narkoba,” tandasnya.

Sementara tersangka SB mengaku baru sebulan melakukan bisnis jual beli Pil Koplo. Bisnis narkoba dilakukan karena tergiur dengan keuntungan yang besar. Alasan lainnya, tersangka menganggur dan butuh untuk biaya kebutuhan sehari-hari.

Menurut pengakuan tersangka, kata Michael, untuk satu toples pil hexymer seharga Rp 700 ribu, keuntungan yang didapat tersangka bisa mencapai lebih dari Rp1,5 juta. Sedangkan untuk tramadol, tersangka hanya mendapatkan keuntungan Rp 18 ribu per papan.

“Tersangka terpaksa menjual obat keras karena menganggur. Selain itu, keuntungan yang besar juga menjadi motif lainnya. Keuntungan menjual obat digunakan untuk kebutuhan, termasuk bayar sewa kontrakan,” kata Michael. (Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *