JAKARTA, BANPOS – Ratusan pimpinan pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Aula Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah, Jatinegara, Jakarta, Jumat (17/2). Kehadiran mereka di sana untuk mengikuti Munas VIII PP Pemuda Hidayatullah.
Munas tersebut menjadi istimewa karena mereka mengundang Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dalam rangkaian acara yang digelar dari tanggal 17 hingga 19 Februari 2023 itu.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hadir dalam munas untuk menyampaikan materi-materi kebangsaan dan keumatan kepada para peserta. Sebelum menyampaikan materi dengan tema Kokohkan Karakter Pemuda Progresif Beradab Untuk Indonesia Bermartabat 2045, pria yang akrab disebut HNW itu mengucapkan selamat atas terselenggaranya Munas.
“Mudah-mudahan akan menghadirkan keputusan dan langkah yang penting untuk direalisasikan sebagaimana spirit tema yang ada di Munas,” ujarnya.
Tema yang ada menurut Wakil Ketua Badan Wakaf Pondok Pesantren Modern Gontor itu merupakan visi yang luar biasa sehingga untuk mencapai cita-cita tersebut memerlukan soliditas yang luar biasa di internal Pemuda Hidayatullah dan organisasi Hidayatullah itu sendiri.
“Soliditas dan konsolidasi ini menjadi dipentingkan, agar bisa merealisasikan misi yang hebat dari Munas,” ujarnya.
Dalam pemaparan, pria asal Klaten, Jawa Tengah, itu menuturkan bahwa Pemuda adalah bagian dari peran mensejarah yang dipentingkan. 100 tahunan yang lalu, muncul anak-anak muda yang mengokohkan jati diri dan karakter yang selanjutnya menghadirkan peran yang luar biasa, yakni memproklamasikan Sumpah Pemuda, yang menjadi pilar dan aktor penting Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Pada masa itu istilah “Indonesia” yang awalnya dikreasikan para Pemuda yang berkumpul dalam organisasi Perhimpunan Indonesia, merupakan imajinasi dan idealisme yang populer dan mampu membingkai persatuan pemuda.
Lewat organisasi yang mereka dirikan, Perhimpunan Indonesia, pada tahun 1920-an, mereka merintis Indonesia yang dicitacitakan. Organisasi itu didirikan oleh Mohammad Hatta di Belanda.
Semasa dengan Mohammad Hatta, di Kairo, Mesir, juga hadir seorang anak muda dari Gunung Kidul lulusan Pesantren Tremas, Pacitan. Anak muda yang bernama Abdulkahar Mudzakir itu sedang menempuh pendidikan di Al Azhar. Abdulkahar di Al Azhar tidak hanya sekadar kuliah namun juga menulis dan menjadi wartawan.
Sebagai seorang penulis dan wartawan, ia mengabarkan tentang Indonesia di berbagai media di Timur Tengah. “Dari sinilah saat Indonesia merdeka, negara-negara Timur Tengah yang kali pertama mengakui kemerdekaan Indonesia,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan oleh HNW, saat Mohammad Hatta dan Abdulkahar Mudzakir pulang ke Indonesia, mereka mempunyai peran penting dalam menuju Indonesia merdeka.
Mohammad Hatta dan Abdulkahar Mudzakir menurut HNW, pada masa itu merupakan sosok anak muda yang berlatar belakang pendidikan umum dan pesantren yang berperan serta dalam menghadirkan Indonesia yang beradab dan bermartabat.
Satu abad yang lalu atau pada tahun 1920 an, anak-anak muda sudah memantapkan jati diri, karakter, progresifitas, dan kolaborasi di antara mereka. Dari semua langkah itulah digelarlah Kongres I Pemuda tahun 1926 dan Kongres II Pemuda tahun 1928. “Kongres pemuda merupakan salah satu langkah sangat penting menuju Indonesia merdeka,” paparnya.
Dari sejarah di atas HNW membenarkan Pemuda Hidayatullah yang dalam munas mempersiapkan langkah untuk menyongsong tahun 2045.
Dari sekarang di tahun 2020an mempersiapkan karakter, jati diri, untuk bisa menghadirkan pemuda progresif beradab yang mengisi Indonesia Emas 2045. Serta mempersiapkan pemimpin berskala Nasional di tahun 2045.
Munas yang digelar, dikatakan sebagai pilihan dan tonggak yang sangat dibenarkan karena hal demikian merupakan suatu fakta seperti yang terjadi 100 tahun yang lalu di mana para pemuda di tahun 1920-an, merekalah yang menjadi aktor-aktor utama dalam mempersiapkan Indonesia Merdeka melalui keaktifan di PPKI, BPUPKI, dan Panitia 9.
HNW mengatakan bila belajar dari sejarah, dari para pemuda yang berperan menghadirkan Indonesia merdeka maka kita mudah mendapatkan fakta bahwa mereka adalah anak-anak muda yang terdidik. Mereka ada yang mendapat pendidikan di Eropa, Mesir, maupun Indonesia sendiri.
Ada yang pendidikan umum ada yang di Pesantren. Kalau pun ada yang otodidak, otodidaknya sangat luar biasa, seperti Haji Agus Salim.
Menurut HNW, orang yang terdidiklah yang bisa menghadirkan kontribusi luar biasa. Latar belakang pendidikan umum maupun pesantren mampu menghasilkan pendidikan yang luar biasa. Keterdididikan menghasilkan kualitas dan keunggulan.
Untuk itu, bila Pemuda Hidayatullah hendak mempersiapkan pemimpin di tahun 2045 maka amat sangat dipentingkan kualitas pendidikannya. Keterdidikan dari generasi pada masa lalu adalah keterdidikan yang benar di mana dari perilaku dan pikiran yang dihasilkan semuanya demi Indonesia merdeka dan bersatu.
“Tidak ada pikiran mereka yang memecah belah persatuan bangsa dan umat. Keterdidikan mereka memberi solusi,” tambahnya.
Menurut HNW mereka tidak hanya terdidik namun mereka juga aktivis organisasi. Mereka anak-anak muda yang terbiasa bergerak, bekerja, dan berorganisasi. Mereka tidak individualistik.
Tidak mungkin Indonesia merdeka oleh seseorang yang egois atau maunya bekerja sendiri atau mementingkan kelompoknya saja tanpa mempertimbangkan maslahat terbesar bagi bangsa dan negara.
“Maka juga tidak mungkin memikirkan Indonesia tahun 2045 dengan sejak sekarang mengabaikan kualitas SDM, pendidikannya serta sifat aktif berorganisasi dan terbiasa berani maju memberi solusi konstruktif atas berbagai masalah dan tantangan serta peluang yang ada,” pungkasnya.(RMID)
Tinggalkan Balasan