MASA jabatan Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, tinggal tersisa beberapa pekan lagi. Menjabat sejak 12 Mei 2022, Al Muktabar akan habis masa jabatannya pada tanggal yang sama sesuai dengan Pasal 201 Ayat (9) Undang-undang Nomor 10 tahun 2016. Al Muktabar dapat kembali ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur Banten, apabila Presiden Joko Widodo berkenan.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, kali ini Kemendagri membuka pintu partisipasi dari setiap daerah, untuk dapat mengusulkan nama calon Penjabat Gubernur, yang nanti akan ditunjuk oleh Presiden sebagai Kepala Daerah sementara selama satu tahun. Kesempatan untuk berpartisipasi itu diberikan kepada DPRD selaku lembaga perwakilan rakyat di daerah.
Diketahui, penunjukkan Penjabat Gubernur oleh Kemendagri tahun lalu, membuat cukup banyak tentangan hingga gugatan. Gugatan yang dilakukan oleh sejumlah kelompok sipil itu mulai dari gugatan Tata Usaha Negara, hingga gugatan ke Ombudsman RI.
Di Banten tahun lalu, organisasi Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Banten melakukan gugatan ke PTUN Serang, terkait dengan pengangkatan Penjabat Gubernur yang dinilai tidak demokratis dan tidak transparan.
Sementara Ombudsman RI menerima laporan dari tiga organisasi yakni Perludem, KontraS dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Sebelumnya, ketiga organisasi itu menilai bahwa penunjukan Penjabat Gubernur tidak dilaksanakan dengan melibatkan publik dan tidak transparan. Ombudsman menilai terdapat maladministrasi dalam pelaksanaan pengangkatan itu.
Saat ini, daerah mendapat kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan siapa Penjabat Gubernur selanjutnya. Bola panas itu berada di DPRD Provinsi Banten. Banyak pihak pun berbondong-bondong mengingatkan kepada DPRD, untuk dapat memegang integritas dan objektif dalam mengusulkan nama-nama calon Penjabat Gubernur Banten.
Ketua Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Banten, Ucu Nur Arief Jauhar, mengatakan bahwa diberikannya ruang bagi DPRD Provinsi Banten untuk mengusulkan tiga nama untuk dipertimbangkan sebagai calon Penjabat Gubernur Banten, merupakan bukti bahwa pemerintah pusat mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Ini bukti bahwa pusat memberikan ruang kepada daerah untuk berpartisipasi dalam pemilihan Penjabat Gubernur. Hal ini agar legalitas dari Penjabat Gubernur yang dipilih benar-benar kuat, bahwa dia tidak ujuk-ujuk dipilih. Sehingga kalau sudah dipilih, gak ada lagi tuh perdebatan,” ujarnya, Rabu (29/3) malam.
Ucu mengatakan, kesempatan yang diberikan oleh pusat harus benar-benar dimaksimalkan. Sebab, opini yang terbangun saat ini hanya mengerucut pada satu nama saja, yakni Al Muktabar. Dalih yang dibangun adalah karena Al Muktabar saja yang memiliki persyaratan untuk diusulkan sebagai calon Penjabat Gubernur, yakni memiliki jabatan Eselon I.
Namun menurut Ucu hal itu sangatlah aneh. Karena dalam klausul surat yang disampaikan oleh Kemendagri, tidak membatasi nama-nama yang akan diusulkan ke Kemendagri haruslah berasal dari Pemprov Banten. Maka dari itu, slot tiga nama yang dapat diusulkan ke Kemendagri, haruslah dimaksimalkan.
“Memang dari tiga nama yang diusulkan itu, tidak serta merta menjadi bagian yang akan dipilih sebagai Penjabat Gubernur, karena Kemendagri pun pasti juga memiliki nama. Namun paling tidak, kita sebagai masyarakat Banten juga harus terlibat. Karena kalau cuma satu nama saja, ya lucu, jadinya aneh lah,” tegasnya.
Menurutnya, jabatan Penjabat Gubernur merupakan hal yang sangat prestisius bagi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). Maka dari itu, seorang ASN pasti akan berupaya semaksimal mungkin untuk dapat mengemban amanah tersebut, sebagai bagian dari jenjang karir.
“Ini jabatan prestisius bagi seorang ASN. Kalau dulu mungkin Sekda, sekarang ada momentum untuk menjadi Penjabat Kepala Daerah. ASN yang memenuhi kriteria pasti akan berupaya maksimal untuk mendapatkannya. Jadi sangat aneh jika DPRD tidak menemukan sosok lain. Apalagi putra asli Banten pun ada yang menjabat sebagai Eselon I di kementerian,” jelasnya.
Ucu pun menegaskan bahwa posisi saat ini membuat integritas DPRD Provinsi Banten dipertaruhkan. Nurani para anggota legislatif ditantang untuk membuktikan keperpihakannya kepada rakyat Banten. Pasalnya, DPRD harus mengusulkan nama secara obyektif dan membuktikan kepada masyarakat bahwa keputusan yang mereka ambil, demi kemaslahatan masyarakat Banten.
“Saat ini pertaruhannya adalah integritas dari lembaga DPRD. Kalau nantinya hanya ada satu nama saja yang diusulkan yaitu Al Muktabar, maka publik akan berburuk sangka, ada apa sebenarnya? Kok dari tiga jatah nama yang diusulkan, hanya satu saja yang diberikan. Setidaknya, saya yang akan berburuk sangka, mengingat kekuasaan APBD saat ini ada pada Penjabat Gubernur yang sekarang,” ucapnya.
Dia pun memberikan simulasi, dengan memposisikan diri sebagai Penjabat Gubernur yang menghadapi momentum pemilihan ulang seperti saat ini. Menurutnya untuk bisa mengamankan kelangsungan jabatan tersebut, dirinya hanya tinggal memberikan ‘jaminan’ saja kepada para anggota dewan, bahwa masing-masing bisa mendapatkan porsi ‘kue pembangunan’ dari APBD Provinsi Banten yang senilai kurang lebih Rp12 triliun.
“Ini mah kita berkhayal aja, kalau saya yang jadi Penjabat Gubernur, kita bagi-bagi saja proyeknya. Itu sudah aman. Asalkan nama yang disampaikan itu hanya saya saja, jadi kan seolah-olah memiliki legitimasi dari masyarakat bahwa cuma saya yang diinginkan. Kalau seperti itu, maka integritas dari DPRD yang patut dipertanyakan,” tuturnya.
Apalagi jika melihat setahun kepemimpinan Al Muktabar, Ucu menuturkan bahwa seharusnya menjadi catatan tersendiri bagi DPRD untuk tidak memasukkan nama Al Muktabar sebagai calon yang diusulkan DPRD. Sebab, banyak sekali kekisruhan yang terjadi dalam satu tahun ke belakang.
“Kita lihat aja seperti persoalan pengangkatan pejabat-pejabat Pelaksana Tugas yang ternyata tidak punya jabatan definitif. Ini kan se-Indonesia hanya terjadi di Provinsi Banten. Maka kita harus memastikan bahwa APBD tahun 2023 ini tidak digadaikan untuk memuluskan hasrat kekuasaan,” ucapnya.
Koordinator Presidium Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada, mengatakan bahwa surat yang dilayangkan Mendagri Tito Karnavian ke DPRD Provinsi Banten pada 27 Maret lalu, merupakan ruang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Penjabat Gubernur Banten saat ini.
“Ini adalah kesempatan bagi DPRD untuk melihat secara objektif tentang kebijakan Al Muktabar selama 10 bulan terakhir. Begitu juga dengan dinamika yang terjadi di tengah masyarakat terkait kepemimpinan Al,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima BANPOS.
Uday menegaskan bahwa DPRD Provinsi Banten tidak boleh main-main dalam melakukan penilaian terhadap kinerja Penjabat Gubernur Al Muktabar. Karena penilaian tersebut yang akan menjadi landasan objektivitas DPRD, dalam mengusulkan nama-nama calon Penjabat Gubernur periode kedua. Terlebih, persoalan itu juga menyangkut nasib belasan juta masyarakat Banten dalam setahun ke depan.
“Sebagai masyarakat sipil, saya tentu mengapresiasi langkah Mendagri. Meskipun menjadi hak prerogatif Presiden, namun juga mempertimbangkan aspirasi dari daerah dengan memberikan ruang tersebut kepada DPRD,” katanya.
Oleh karena itu, Uday yang juga merupakan Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) menegaskan bahwa dalam penentuan tiga nama yang akan diusulkan ke Kemendagri, tidak boleh melibatkan praktik-praktik transaksional.
“Sekarang bola ada di tangan Fraksi-fraksi di DPRD. Karena itu pesan saya, hindari hal-hal yang tidak terpuji dalam proses pengusulan tiga nama calon Penjabat Gubernur. Sebab dalam proses pencarian nama-nama, ada potensi terjadinya praktik transaksional,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Informasi Regional (Pattiro) Banten, Bahari, mengatakan bahwa DPRD harus belajar dari pengalaman sebelumnya, dimana pemilihan Penjabat Gubernur terkesan tertutup dan tidak terbuka ruang masukan dari publik.
“Kinerja Penjabat Gubernur Banten harus dinilai secara objektif dan proporsional. Apakah target-target RPD yang ada sudah tercapai. Saat ini yang terlihat lebih banyak bermain di isu inflasi saja, belum ke permasalahan pembangunan lainnya,” ujarnya.
Selain itu, ia menuturkan bahwa beberapa kebijakan Penjabat Gubernur Banten yang terkesan kontroversi seperti pengangkatan Pelaksana Tugas yang rangkap jabatan, juga harus menjadi bahan penilaian dari DPRD.
“Apakah hal tersebut berdampak kepada pencapaian target pembangunan? Ataukah malah membuat proses pembangunan menjadi tidak jelas arahnya dikarenakan muncul pro kontra,” ungkapnya.
DPRD diminta untuk jeli dalam hal aturan pengangkatan Penjabat Gubernur ini. Pasalnya, terdapat klausul yang harus dipastikan definisinya. “Apakah memang benar ada klausul perpanjangan? Ataukah dapat diangkat kembali. Karena hal ini akan berpengaruh terhadap status Al Muktabar,” tandasnya.
Akademisi Untirta Serang, Ikhsan Ahmad, menegaskan bahwa surat dari pemerintah pusat yang mengingatkan DPRD Banten agar segera mengusulkan nama-nama pengganti Al Muktabar merupakan langkah tepat dan strategis demi pembangunan lebih baik lagi. “Surat tersebut harus disifati dengan semangat untuk terus membangun perubahan yang lebih baik untuk Banten,” kata Ikhsan dalam pesan tertulisnya.
Ia berharap DPRD benar-benar melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam menentukan siapa saja pengganti Al Muktabar. Dan dilakukan secara transparan. “Oleh karena itu DPRD harus terbuka dengan memberikan kriteria atas nama-nama calon yang dibutuhkan untuk mengganti Pj (Al Muktabar) yang saat ini,” ujarnya.
Adapun kandidat pengganti Al Muktabar yang disampaikan oleh DPRD Banten paling lambat pada bulan April mendatang masih menurut Ikhsan, adalah sosok yang mampu menjawab keresahan masyarakat. “Kriteria tersebut adalah kriteria yang dapat menjawab kebutuhan, persoalan dan tantangan Banten 1 tahun kedepan,” tuturnya.
Adanya dugaan transaksional yang selama ini dikhawatirkan dalam pengisian jabatan strategis, harus ditunjukan oleh DPRD bahwa hal tersebut tidak ada. Caranya keterbukaan dan mendengar apa yang dikehendaki oleh masyarakat, dalam melakukan seleksi nama-nama pengganti Al Muktabar.
“Selanjutnya DPRD harus terbuka kepada masyarakat dalam melakukan seleksi dalam tahapan, penilaian dan pengumuman 3 nama yang diminta. Tidak boleh main umpet umpetan (sembunyi-sembunyi, red) atau menjadikan pengajuan nama pengganti Pj bagian dari transaksional dalam kepentingan politik 2024,” ucapnya.
“Semua elemen kritis masyarakat harus ikut mengawal pengajuan 3 nama jangan sampai menjadi korban tipu muslihat para elit politik dengan mengangkangi politik pemilu untuk kekuasaan semata,” lanjut Ikhsan.
Sedangkan adanya dugaan peranan partai politik dalam penentuan pengganti Al Muktabar diakuinya tidak bisa dilepaskan. Yang terpenting, partai harus mengedepankan kepentingan hajat hidup orang banyak, bukan kelompok tertentu.
“Dugaan itu menurut saya kemungkinan benarnya adalah besar. Di Satu sisi mengakumulasi agenda politik untuk kepentingan politik sah-sah saja, selama tidak mengorbankan kepentingan rakyat,” jelasnya.
Ikhsan juga berharap kedepan DPRD Banten dapat memainkan perannya secara maksimal dan lebih baik lagi, sesuai dengan fungsinya. Mengingat selama ini, banyak kegaduhan terjadi di Provinsi Banten.
“Kalau melihat bagaimana kegaduhan satu tahun ke belakang terjadi dan DPRD lebih banyak diam daripada memainkan fungsi kontrolnya, bisa jadi ini menjadi indikasi ketidakmampuan dewan untuk memperbesar ruang-ruang kepentingan masyarakat, kendati demikian kita mesti tetap optimis, bahwa dewan adalah lembaga resmi yang mewadahi kepanjangan tangan rakyat, karenanya mesti dikawal,” tegasnya. (RUS/DZH)