MUMET, itulah yang katanya dirasakan oleh para Kepala Sekolah SMA/SMK Negeri di bawah naungan Dindikbud Provinsi Banten pada akhir tahun 2022. Mereka merasa bahwa sudah mencapai titik jenuh dalam melaksanakan tugasnya selama menjadi Kepala Sekolah, dan ingin healing tanpa terlihat sedang healing.
Akhirnya, para Kepala Sekolah SMA/SMK Negeri tersebut, melalui Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) kota/kabupaten se-Provinsi Banten, menggelar kegiatan healing berbalut Pendidikan dan Latihan (Diklat), dengan menggandeng BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata Kemendikbud RI. Para Kepala Sekolah pun diangkut untuk Diklat alias healing, ke Bandung. Sementara Wakil Kepala Sekolah ke Sawangan.
Namun kisah berbeda datang dari surat Laporan Pengaduan (Lapdu) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, terkait dengan program itu. Berdasarkan foto yang tersebar di kalangan wartawan dan aktivis, diketahui Lapdu itu tertanggal 27 Januari 2023. Lapdu dengan nomor 012/TA-Ins/I/2023 perihal Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi itu ditujukan kepada Kepala Kejati Banten. Niat awal para Kepala Sekolah untuk healing, sempat berubah menjadi pening karenanya.
Adalah Trio Alberto, pelapor atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Ia melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi, pada pelaksanaan kegiatan yang bertema ‘Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Bagi Wakil Kepala SMA-SMK-SKh di lingkungan Pemerintahan Provinsi Banten Tahun 2022’ yang dilaksanakan atas kerjasama MKKS SMA/SMK/SKh Dindikbud Provinsi Banten dengan BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata Kemendikbud RI.
Dalam laporan itu, mereka yang dilaporkan kepada Kejati Banten ialah Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Kasubag Umum dan Kepegawaian Dindikbud Provinsi Banten, Ketua MKKS SMA/SMK Provinsi Banten, Ketua MKKS SMA dan SMK Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten.
Berdasarkan informasi yang diterima BANPOS dari sumber internal Dindikbud Provinsi Banten, diketahui bahwa dugaan tindak pidana korupsi itu mengarah pada praktik pungutan liar atau pungli, yang dilakukan oleh Dindikbud Provinsi Banten. Kegiatan itu disebut pungli lantaran Dindikbud melalui Kasubag Umum dan Kepegawaian, mengakomodir uang sebesar Rp6,5 juta per sekolah, dalam rangka pelaksanaan kegiatan itu.
“Kronologinya, setiap sekolah diminta partisipasi untuk mengikuti kegiatan yang intinya hanya kumpul-kumpul saja, entah ada muatan apa di dalamnya, enggak tau. Tapi kegiatan tersebut dalam satu tahun kemarin pernah dilakukan beberapa kali,” ujar sumber BANPOS tersebut berdasarkan Lapdu yang ada pada Dindikbud.
Berdasarkan laporan, pengumpulan dana sebesar Rp6,5 juta untuk dua orang peserta itu dilakukan oleh Jarkom MKKS dari masing-masing Kepala Sekolah. Setelah dana terkumpul, selanjutnya diserahkan kepada Kasubag Umum dan Kepegawaian pada Dindikbud Provinsi Banten.
“Semua sekolah negeri SMA dan SMK se-Provinsi Banten diharuskan ikut serta. Kegiatan dibagi menjadi dua gelombang, satunya di Sawangan yang diikuti oleh Wakil Kepala Sekolah, dan di Bandung untuk Kepala Sekolah,” ungkapnya.
Menurutnya, kegiatan itu merupakan inisiasi dari Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, dan instruksinya disampaikan dalam beberapa kesempatan kepada para Kepala Bidang dan Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD). Kegiatan itu pun menurutnya sudah pernah diperiksa oleh Inspektorat, meskipun tidak diketahui apa hasil pemeriksaan tersebut.
“Setelah dipanggil Inspektorat, akhirnya bola panas coba digeser ke MKKS sebagai penggagas kegiatan. Sebetulnya para Kepsek juga keberatan akhirnya, siapa yang menggagas tapi mereka yang dilimpahkan tanggung jawab,” tuturnya.
BANPOS pun mencoba mengonfirmasi terkait dengan Lapdu tersebut ke Kejati Banten. Saat dikonfirmasi BANPOS, Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan terkait dengan pelaksanaan Diklat oleh Dindikbud Provinsi Banten maupun MKKS.
“Belum ada, kami belum dapat laporan tersebut,” ujar Ivan saat ditemui pada Selasa (14/3) kemarin. Ivan pun mengarahkan agar menanyakan terlebih dahulu kepada pelapor, apakah benar-benar sudah melapor atau belum.
Trio Alberto saat dikonfirmasi BANPOS, membenarkan bahwa Lapdu tersebut belum masuk ke Kejati Banten ‘secara resmi’. Menurutnya, ada beberapa hal yang membuat laporan itu belum juga masuk ke Kejati Banten. Namun sejak BANPOS mengonfirmasi kepada Trio pada Selasa (14/3) sore hingga Kamis (16/3) malam, Trio tidak juga mau memberikan statemen berkaitan dengan hal itu.
Di sisi lain, sumber BANPOS di internal Kejati Banten mengatakan, memang terdapat praktik seolah-olah telah membuat Lapdu ke Kejaksaan atau Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya, hanya untuk menakut-nakuti pihak tertentu.
“Saya tidak mengomentari yang sekarang. Cuma seperti kemarin, ada orang yang katanya sudah membuat Lapdu ke Kejati. Buktinya foto orang itu di depan Kejati Banten sambil pegang berkas Lapdu, terus dikirim ke dinas. Orang dinas bertanya ke kami, ternyata cuma numpang foto aja orangnya,” kata dia.
Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, M. Taqwim, saat dikonfirmasi BANPOS pun membantah laporan tersebut. Ia mengatakan bahwa kegiatan itu diinisiasi oleh para Kepala Sekolah melalui MKKS, dan bukan merupakan kegiatan dari Dindikbud Provinsi Banten. Sehingga, pihaknya pun bingung apa yang menjadi permasalahannya.
“Masalah diklat, saya juga kalau dikatakan gratifikasi atau pungli, itu enggak tahu sebelah mana punglinya,” ujar Taqwim saat diwawancara BANPOS di ruang kerjanya, Kamis (16/3).
Menurut dia, agenda yang diinisiasi oleh MKKS itu memang dilaporkan kepada Dindikbud Provinsi Banten. Hal itu agar dapat membuka komunikasi dengan BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata Kemendikbud RI, sebagai pihak yang menyelenggarakan diklat.
“Pada saat pertemuan, saya ingat saat itu kita habis menghadiri kegiatan Hari Anti Korupsi. Mereka bertanya kira-kira materinya apa saja, saya waktu itu ingat kalau masih banyak pekerjaan-pekerjaan BOS yang belum selesai, sehingga diambil Inspektorat dan BPKAD sebagai bagian dari pemateri,” tuturnya.
Setelah komunikasi tersebut, MKKS pun secara mandiri melakukan komunikasi dengan BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata Kemendikbud RI. Menurut Taqwim, kegiatan tersebut sempat tertunda seminggu, karena terlalu mendadak dilakukan.
“Awalnya juga untuk peserta tidak hanya Kepala Sekolah dan satu Wakil Kepala Sekolah, tapi dua Wakil Kepala Sekolah, satu operator dan satu bendahara. Tapi akhirnya diputuskan hanya dua saja,” tuturnya.
Taqwim mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan itu sepenuhnya dilaksanakan oleh BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata Kemendikbud RI. Para Kepala Sekolah, termasuk Ketua MKKS, seluruhnya menjadi peserta Diklat. Dalam kegiatan itu, Dindikbud hanya membuka dan menutup kegiatan, sekaligus merekomendasikan materi yang akan disampaikan dalam Diklat.
“Seperti kami merekomendasikan kepada Bispar untuk mengundang Inspektorat dan BPKAD sebagai narasumber. Ini karena memang ada informasi-informasi terkait dengan pengelolaan keuangan yang perlu disampaikan, seperti pelaporan BOS, kemudian bagaimana konversi realisasi anggaran ke aset. Kami juga meminta kepada Bispar agar ada materi kurikulum merdeka,” terangnya.
Ketua MKKS Kota Serang, Ade Suparman, membenarkan bahwa memang ada kegiatan itu. Menurutnya, kegiatan itu merupakan hasil dari masukan para Kepala Sekolah yang tergabung dalam MKKS, sebagai bentuk healing atas kemumetan yang mereka rasakan.
“Kami ini di sekolah sudah mumet kan. Dari November bahkan sebelumnya, pokoknya sudah mumet lah dengan berbagai hal. Akhirnya ada keinginan dari teman-teman Kepala Sekolah itu refreshing sambil menuntut ilmu,” ujar Ade saat diwawancara BANPOS di ruang kerjanya, Rabu (15/3).
Ade mengatakan kegiatan healing itu akan diawali dengan pelaksanaan pendidikan dan latihan (Diklat) atas sejumlah teknis yang diperlukan oleh para Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah. Diklat itu berkaitan dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Bahan-bahan yang kami butuhkan itu bagaimana penatausahaan dana BOS, sehingga kami sodorkan (ke para Kepala Sekolah). Karena kami tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan Diklat, maka minta bantuan lah kepada Bispar untuk menjadi pelaksana. Sepakat semua,” tuturnya.
Ia pun membenarkan bahwa untuk Kepala Sekolah, Diklat dilaksanakan di Bandung. Sementara para Wakil Kepala Sekolah melaksanakan di Sawangan, tepatnya di Wisma BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata Kemendikbud RI. Ia pun mengaku usai pelaksanaan Diklat Kepala Sekolah di Bandung, para Kepala Sekolah pergi ke Lembang untuk refreshing, dengan bermain arum jeram dan sebagainya.
Ade mengatakan, sejak awal pihaknya mengingatkan kepada para peserta Diklat, untuk menggunakan dana pribadi dan tidak menggunakan dana BOS. Sebab, dana BOS tidak menganggarkan untuk pelaksanaan Diklat. “Jadi Kepala Sekolah kalau dapat tukin, disisihkan untuk biayanya,” terang Kepala SMAN 4 Kota Serang itu.
Menurutnya, para Ketua MKKS se-Provinsi Banten mengimbau kepada para Kepala Sekolah, untuk ikut serta dalam kegiatan itu. Sebab menurutnya, materi yang akan disampaikan sangat dibutuhkan oleh Kepala Sekolah. Namun ia menegaskan, kegiatan itu tidak bersifat wajib.
“Lalu untuk pembayaran, Bendahara MKKS menyampaikan kepada kepala Sekolah, untuk kegiatan itu dibebankan kepada masing-masing orang, baik Kepala Sekolah maupun Wakil Kepala Sekolah. Pembayarannya ada beberapa cara, mau bayar ke Bendahara boleh, transfer ke Bispar boleh, atau nanti bayar di sana boleh. Jadi tidak ada yang masuk ke Dindik,” katanya.
Terkait dengan laporan pengaduan yang dilakukan oleh Trio Alberto, ia pun mengaku bingung. Pasalnya, laporan tersebut tidak seperti yang terjadi di lapangan. Bahkan, pihaknya juga telah datang ke Inspektorat untuk memberikan penjelasan.
“Kami juga sempat datang ke Inspektorat untuk menjelaskan hal itu, dan diterima. Karena kalau dibilang ada pungli atau gratifikasi, itu seperti apa. Karena kan pelaksananya langsung dari Bispar,” tandasnya.(MUF/DZH)
Tinggalkan Balasan