Penyelenggara Pemilu Jangan Abai Keterwakilan Perempuan

SERANG, BANPOS – Pegiat Pusat Studi dan Telaah Informasi Regional (PATTIRO) Banten Martina Nursaprudianti, menyayangkan tidak adanya keterlibatan perempuan dalam struktur keanggotaan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) Banten dan berharap hal yang sama tidak akan terjadi di KPU kabupaten/kota yang sedang melaksanakan seleksi.
Martina melihat, hasil pengumuman komisioner KPU Banten yang tidak ada satupun perempuan yang terpilih mencerminkan bahwa proses seleksi tidak memberikan kesempatan kepada perempuan.
Menurutnya negara telah memberikan ruang kesempatan kepada kelompok perempuan untuk bisa turut terlibat aktif di seluruh lini kehidupan, hanya saja hal itu tidak diindahkan dalam seleksi KPU Banten.
Padahal, menurut Martina, perihal keterlibatan perempuan dalam KPU telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Komisi Pemilihan Umum, dan juga Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
”Hal ini tentu saja sangat disayangkan, mengingat negara telah memberikan ruang akan partisipasi perempuan melalui affirmative action. Terwujudnya prinsip kesetaraan politik (political equality) dan keadilan social (social justice) mencerminkan keseimbangan perwakilan untuk menjamin suatu peraturan disusun dan diimplementasikan bukan semata untuk kebutuhan kaum perempuan saja,” terang Martina dalam keterangan tertulis yang diterima BANPOS.
Bagi Martina keterlibatan perempuan di dalam tubuh KPU Banten tentu sangat dibutuhkan, terutama dalam hal pengambilan keputusan.
”Pelibatan laki-laki dan perempuan sangat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, politik, maupun penyelenggaraan pemilu dalam sebuah negara demokrasi,” katanya.
Minimnya keterwakilan perempuan dalam tubuh KPUD Banten, menurut pegiat PATTIRO Banten itu terjadi lantaran, aturan yang mengatur perihal keanggotaan KPU untuk perempuan tidak tegas.
Ia menyoroti perihal frasa ’memperhatikan’ dalam Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu  yang dianggapnya memiliki kesan tidak mutlak bagi perempuan untuk terlibat di dalam keanggotaan KPU, meski di dalam aturan itu juga turut disebutkan minimal keterlibatan perempuan sebesar 30 persen.
”Penggunaan kata ’memperhatikan’ mengesankan bahwa syarat tersebut tidak mutlak harus dipenuhi. Tidak tegasnya pengaturan mengenai keterwakilan perempuan sebagai syarat dalam hal ini juga dikarenakan tidak ada norma pendukung yang bersifat ’memaksa’ untuk terpenuhinya 30 persen kuota perempuan,” jelasnya.
Keadaan itu semakin diperparah dengan kesadaran masyarakat terhadap kesetaraan gender yang masih minim, serta masih melekatnya kultur patriarki yang menganggap remeh persoalan bias gender.
Oleh karenanya ia menyarankan kepada semua pihak untuk bisa terlibat aktif melakukan penyadaran bahwa perempuan juga bisa turut dilibatkan  dalam pengambilan keputusan di semua bidang, tidak terkecuali dalam urusan politik dan kepemiluan.
”Maka dari itu salah satu upaya yang dilakukan, dengan melakukan keterlibatan banyak pihak sangat diperlukan. Termasuk diantaranya partai politik, organisasi kemasyarakatan, bahkan pemerintah guna mendukung penguatan kapasitas perempuan, fasilitasi atas pendidikan politik, pengetahuan kepemiluan, dan wawasan mengenai sistem pemerintahan serta ketatanegaraan menjadi hal yang penting bersaing secara positif dengan laki-laki dalam pengisian keanggotaan KPU, maka dari itu Keterwakilan perempuan menjadi isu strategis yang harus terus untuk diangkat. Bahwa demokrasi tanpa adanya keterwakilan perempuan bukanlah demokrasi,” tandasnya.
Diketahui saat ini tim seleksi calon anggota KPU Kota Cilegon periode 2023-2028 sudah memasuki 10 besar. Dari 10 besar hanya ada 1 keterwakilan perempuan yang masuk. Dari 10 besar itu saat ini sudah menjalani fit and proper test atau uji kelayakan yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Banten. Setelah itu, tinggal menunggu penetapan 5 orang anggota atau komisioner KPU Kota Cilegon.
Sedangkan untuk Bawaslu sudah memasuki penerimaan pendaftaran anggota atau komisioner Bawaslu. Waktu penerimaan pendaftaran mulai 29 Mei sampai 7 Juni 2023.
Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon Nurrotul Uyun merasa prihatin dengan minimnya keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara Pemilu di Kota Baja.
“Merasa prihatin, perlu adanya dorongan dan dukungan yang lebih masif lagi kepada para perempuan agar secara aktif menjadi bagian yang ikut berpartisipasi di bidang politik dalam seleksi pemilihan anggota KPU dan Bawaslu,” kata Uyun kepada BANPOS.
Uyun juga mendorong kepada kaum perempuan agar aktif berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu.
“Iya, supaya keterwakilan perempuan bisa terpenuhi,” ujarnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melihat selama ini seleksi anggota KPU maupun Bawaslu sudah transparan.
“Sudah terbuka, yang perlu dioptimalkan mendorong para perempuan untuk terlibat secara aktif,” tuturnya.
Uyun mendorong agar makin banyak lagi perempuan yang mendaftarkan diri menjadi calon komisioner KPU-Bawaslu. Menurutnya, tak sedikit akademisi dan aktivis perempuan yang memiliki kapasitas mumpuni untuk memimpin KPU dan Bawaslu.
Diketahui sebelumnya, sejumlah aktivis perempuan maupun akademisi di Kota Cilegon menyoroti seleksi komisioner anggota KPU maupun Bawaslu Kota Cilegon lantaran masih dianggap diskriminatif bagi kaum perempuan. Karena masih minimnya keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara Pemilu tersebut.(LUK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *