PP Pengelolaan Sedimentasi Hasil Laut Dituding Bisa Rusak Ekosistem

 

LEBAK, BANPOS – Aktivis Mahasiswa Untirta, Muhamad Taufik Ramdan, mengecam pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Pasalnya, hal ini bisa memicu kerusakan ekosistem laut dan juga terjadinya celah adanya perbuatan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) dalam membuat perizinan.

Mahasiswa Jurusan Peternakan ini kepada BANPOS menjelaskan, pada peraturan terbaru tersebut, pada Bab IV tentang Pemanfaatan Pasal 9 ayat 2, pemerintah mengizinkan kembali ekspor pasir laut. Hal inilah yang membuat pihaknya kecewa dengan pemerintah.

“Setelah 20 tahun ekspor pasir laut tidak lagi diizinkan dengan segala pertimbangan yang akan merusak ekosistem pantai dan laut, namun sekarang kebijakan tersebut kembali diberlakukan. Tentu rakyat bertanya-tanya ada kepentingan apa gerangan sehingga pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan ekspor pasir laut. Tidak adakah ekspor yang bisa dilakukan pemerintah tanpa berpotensi merusak lingkungan,” ujarnya, Selasa (6/6).

Dikatakan Taufik, ketentuan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut untuk reklamasi, proyek infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha hingga ekspor tersebut dinilai dapat mengacaukan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan.

“Selain itu, PP itu juga berpotensi terjadinya suap. Sebab untuk pelaku usaha, harus mendapat izin dari Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) atau dari gubernur. Tentu ini akan menjadi celah terjadinya transaksi ilegal untuk menerbitkan perizinan ekspor pasir laut,” ungkap Taufik.

Mahasiswa asal Lebak ini menambahkan, Pemerintah Pusat melalui Presiden harus berpikir ulang, karena konflik akibat penambangan pasir laut sudah banyak terjadi. Di Kabupaten Lebak menurutnya, juga terjadi beberapa kasus dengan maraknya tambang pasir laut ilegal yang mengakibatkan konflik antara pengusaha dan masyarakat lokal.

“Jika sekarang diperkuat melalui PP, potensi konflik akan semakin luas dan merugikan nelayan kecil,” tuturnya.

Pada bagian lain, Taufik menjelaskan terkait kebijakan ekspor pasir laut yang sudah pernah dilakukan pada masa Orde Baru. Hal itu menurutnya membuat pulau-pulau kecil terancam lenyap akibat adanya abrasi.

“Contoh pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) dan Pulau Nipah di Batam yang terancam lenyap karena abrasi. Sebab, pasir diekspor untuk mereklamasi Singapura. Tentu dampak kerusakan bukan hanya pada pantainya melainkan ekosistem biodata laut di sekitarnya juga kena imbas,” tegasnya.

Oleh karenanya, Pemerintah Pusat harus meninjau ulang PP tersebut. Karena, tidak ada urgensi yang mendesak terkait dengan kebijakan ini. “Justru kebijakan ini akan merusak ekosistem laut dalam jangka yang lama. Habitat ikan terancam rusak dan mengakibatkan nelayan kehilangan sumber mata pencaharian. Itulah yang kita khawatirkan,” tandasnya. (WDO/DZH)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *