JAKARTA, BANPOS – Permohonan penghapusan pasal-pasal tembakau dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan terus berjalan. Terbaru, Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia (Gapero) bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur mewakili para pelaku industri tembakau menyampaikan aspirasi kepada Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR, yang saat ini tengah membahas aturan yang akan bersifat Omnibus Law tersebut.
Ketua Kadin Jawa Timur Adik Dwi Purwanto menyampaikan kekhawatirannya karena pasal-pasal dimaksud akan mempengaruhi komoditas tembakau di Indonesia. Adik mengatakan, seluruh pasal dimaksud berpotensi mematikan Industri Hasil Tembakau (IHT).
“Mazhab kesehatan jangan mengalahkan mazhab ekonomi. Keduanya ini penting, harus ada titik temu. Harus ada pencegahan tidak berkembangnya preferensi rokok. Ini harus dievaluasi dulu dan perlu pengawasan-pengawasan,” kata Adik Dwi Purwanto, usai audiensi dengan Komisi IX DPR, seperti keterangannya yang diterima redaksi, Senin (12/6).
Dia menjelaskan, turunan industri rokok itu banyak. Mulai dari pedagang asongan sampai petani. “Ini yang harus dipikirkan teman-teman Dewan,” lanjut Adik.
Adik menjelaskan, dari sisi kesehatan, dia meminta Pemerintah menetapkan regulasi agar para perokok agar tidak merugikan lingkungan sekitar. Harus dilakukan pencegahan. Seperti, di kawasan perkantoran, harus ada smoking area. Tidak boleh merokok di sembarang tempat.
“Ini yang harus diperhatikan DPR. Ini semua bisa dijembatani melalui pengawasan. Contoh pengawasannya, tidak menjual rokok di area dekat sekolah dan pembatasan umur perokok,” papar Adik.
Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K Mudi menyatakan keberatan apabila Pasal 154 dan 155 yang mengatur masalah tembakau masih ada RUU Kesehatan disahkan. ”Dalam pasal itu, tembakau termasuk zat adiktif dan psikotropika. Ini yang menjadi keberatan kami. Sebagai petani tembakau berarti pembudidaya tanaman ilegal,” tegas Mudi.
Mudi khawatir, apabila pasal tersebut tetap masuk RUU Kesehatan dan disahkan, petani tembakau bisa dianggap menanam tanaman ilegal. Dia meminta Pemerintah untuk melindungi petani tembakau agar roda perekonomian di daerah tetap bergerak.
”Kami meyakini bahwa penyusunan bab zat adiktif pada RUU Kesehatan tidak dikaji secara mendalam dan tidak memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan, khususnya IHT. Kami percaya bahwa peraturan-peraturan saat ini telah melingkupi IHT dengan baik dan proporsional, serta menetapkan batasan-batasan jelas bagi seluruh lapisan masyarakat,” tutur Mudi.(PBN/RMID)
Tinggalkan Balasan