CILEGON, BANPOS – Politisi Partai Gerindra Kota Cilegon Faturohmi mencium adanya nuansa aroma politis pada pemanggilan Walikota Cilegon Helldy Agustian ihwal mutasi Pejabat Sekwan. Selayaknya, surat pemanggilan Walikota yang menandatangani adalah Wakil Ketua I DPRD Hasbi Sidik bukan Wakil Ketua II Nurrotul Uyun. Sehingga dia menilai hal tersebut tidak etis dan tidak memahami prinsip-prinsip kolektif kolegial.
“Artinya hari ini seiring dengan Pak Ketua (Ketua DPRD) sedang ada kegiatan ibadah haji, maka idealnya tupoksi pimpinan itu terkait surat-menyurat atau administrasi ada di Wakil Ketua I,” katanya, Selasa (13/6).
Kemudian, Faturohmi juga mempertanyakan surat undangan yang dilayangkan kepada Walikota tersebut jenis rapat seperti apa. Karena yang dia pahami bahwa jenis-jenis rapat yang diatur dalam tata tertib DPRD, sebagaimana peraturan DPRD Nomor 2 tahun 2019, jenis-jenis rapat itu, ada jenis rapat paripurna, rapat dengar pendapat, rapat komisi dan rapat AKD dan lainnya.
“Nah sementara itu yang kita lihat yang diundang seluruh anggota DPRD tanpa secara spesifik menjelaskan AKD nya. Sehingga kami lebih melihat ini sangat kental sekali nuansa politisnya,” ujarnya.
Faturohmi juga menyampaikan ada mekanisme dalam DPRD. Dia mengaku sudah mengkonfirmasi kepada Wakil Ketua I bahwa tidak mengetahui hal tersebut dan tidak semua fraksi bulat berpendapat untuk mengundang walikota.
“Artinya ada mekanisme internal sebagaimana yang diatur pasal 109 Tata Tertib DPRD mengenai jenis rapat. Maka wajar jika perspektif adanya nuansa politik muncul dalam pemanggilan Wali Kota Cilegon,” tambahnya.
Faturohmi menegaskan, sepanjang yang dia ketahui selama pergantian Sekretaris DPRD tidak pernah menimbulkan persoalan seperti yang terjadi saat ini. Kepala daerah sebagai pejabat tertinggi di daerah memiliki kewenangan untuk melakukan rotasi mutasi ASN, karena sejatinya pejabat Sekwan itu adalah bawahan langsung walikota, meskipun secara etik perlu konfirmasi terlebih dahulu dengan pimpinan, dan itu sudah dilakukan.
“Jangan salah, yang diperdebatkan seolah-olah ini melanggar hukum atau tidak sesuai dengan regulasi. Karena yang dibaca hanya Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sementara Kepala Daerah dalam hal melakukan kebijakan rotasi mutasi ini mengacunya pada Undang-undang nomor 5 tahun 2014. Jadi ini juga harus diperhatikan, karena memang Lex spesialis yang mengatur tentang itu,” terangnya.
Disinggung soal adanya rencana pemanggilan kedua untuk walikota, Faturohmi menjelaskan sebenarnya selama ini jika nuansanya tidak politis, maka ketika DPRD mengundang kepala daerah seringkali diwakilkan oleh Sekda maupun OPD teknis dan tidak menjadi persoalan.
“Kenapa hari ini jadi masalah, kalau nuansanya tidak politis. Yang jelas Fraksi Gerindra akan melakukan protes jika memang itu dipaksakan untuk kepentingan politik tertentu,” tutupnya.(LUK/PBN)
Tinggalkan Balasan