SERANG, BANPOS – Tingginya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Provinsi Banten yang berhasil diungkap oleh kepolisian membuat pemerintah kembali mengingatkan tentang pentingnya partisipasi multi pihak.
Sementara pemerintah juga diminta untuk menyelesaikan akar permasalahan dari ‘wabah’ TPPO ini, yaitu tingginya angka kemiskinan dan sedikitnya lapangan kerja bagi masyarakat Banten.
Terkait hal ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Banten mengaku telah membentuk Gugus Tugas pencegahan agar kasus TPPO tidak terjadi.
Kepala DP3AKKB Banten Sitti Maani Nina mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk Gugus Tugas Pencegahan TPPO dengan melibatkan semua pihak dari berbagai unsur, mulai dari aparat hukum hingga masyarakat sipil.
”Kalau di pencegahan kami memang sudah ada gugus tugas TPPO yang sudah dibentuk berdasarkan SK Gub di dalamnya, juga memang berbagai lintas sektor yang masuk. Sehingga peran dari APH (aparat penegak hukum), peran dari kami sesuai dengan porsinya masing-masing otomatis berjalan ya,” ujarnya saat dihubungi lewat sambungan WhatsApp pada Selasa (13/6).
Nina menjelaskan, selain dibentuk Gugus Tugas di level masyarakat perlu juga dibentuk komunitas berbasis masyarakat. Tujuannya adalah, agar sistem pencegahan dan pendampingan terhadap korban TPPO dapat jauh lebih efektif.
”Terkait dengan pencegahannya kembali diperlukan pembentukan komunitas TPPO berbasis masyarakat, memang. Ini akan lebih efektif lagi, karena komunitas TPPO berbasis masyarakat itu mereka sendiri yang proteknya, mereka yang mempersiapkannya, mereka yang betul-betul gerak cepat bersama-sama dengan kami, pemerintah,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Nina juga mengatakan, pihaknya telah memberikan dukungan anggaran terhadap Gugus Tugas tersebut agar upaya pendampingan dan perlindungan terhadap korban dapat berjalan dengan baik.
”Dukungan pendanaan juga melalui APBD untuk pencegahan dan penanganan TPPO melalui Satgas TPPO juga kami masukan ke dalam program kegiatan,” jelasnya.
Selain itu, tidak hanya membentuk Gugus Tugas Pencegahan TPPO, Nina juga menjelaskan bahwa DP3AKKB telah berupaya melakukan koordinasi kepada semua pihak agar dapat membentuk fasilitas pelayanan pendampingan yang terpadu, agar kebutuhan korban TPPO terkait dengan pemulihan kesehatan dan sosial dapat segera terpenuhi.
”Termasuk juga koordinasi untuk memberikan kemudahan bagi korban dalam mengakses layanan rehabilitasi kesehatan, sosial maupun TKI, ini juga pusat layanan terpadu dan terintegrasi secara tuntas itu dilakukan langsung oleh UPTD PPA DP3AKKB Provinsi Banten,” tuturnya.
Sementara itu pegiat PATTIRO Banten Martina Nursaprudianti mengatakan, selain memberikan perlindungan dan pendampingan, pemerintah juga perlu untuk memastikan bahwa korban TPPO tidak kembali terjerat ke dalam kasus yang serupa.
Perlu adanya upaya pemulihan terhadap korban dengan cara memberikan pelatihan yang dapat memulihkan keadaan ekonomi para korban. Karena menurut Martina, akar dari terus terjadinya ‘wabah’ perdagangan orang ini tetap adalah kemiskinan.
Tingginya tingkat kemiskinan, serta rendahnya lapangan kerja menyebabkan masyarakat tidak memiliki pilihan dan mudah tertipu dengan janji-janji manis dari oknum-oknum pelaku TPPO tersebut.
”Selain membentuk satgas, pemerintah harus memastikan korban TPPO ini tidak kembali lagi ke pekerja sebagai WNA dengan memberikan pelatihan yang bisa mencukupi ekonomi mereka,” ucapnya.
Menurut Martina, memberikan pelatihan kepada korban TPPO dapat menjadi langkah preventif pemerintah agar korban tidak kembali terjerat.
”Pemberian pelatihan itu salah satu cara preventif pemerintah,” imbuhnya.
Selain itu, Martina juga menekankan selain memberikan perhatian pencegahan di level pendampingan masyarakat, pemerintah juga perlu memperkuat dari sisi hukum agar dapat memberikan efek jera terhadap pelaku TPPO.
”Kalau non preventif itu salah satunya melakukan penekanan hukum pidana dengan menjerat si pelakunya Kalau Banten belum ada perda, perlu mengeluarkan perda terkait pencegahan TPPO itu,” tegasnya.
Terpisah, Pj Gubernur Banten Al Muktabar mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima tawaran pekerjaan ke luar negeri. Perlu adanya pemahaman semua pihak, agar kejadian TPPO di Provinsi Banten tidak kembali terjadi.
”Dan juga dalam rangka itu perlu, pemahaman perhatian kita bersama segenap masyarakat. Komunikasi juga sangat menentukan agar didalami betul dipahami betul sesuatu yang akan kita jadikan keputusan hidup kita agar berangkat ke luar negeri,” terangnya.
Satreskrim Polres Pandeglang mengamankan dua orang diduga pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kedua orang pelaku tersebut adalah US (25) dan OS (34).
Kasatreskrim Polres Pandeglang, AKP Shilton mengatakan, setelah mendapatkan informasi, kedua orang pelaku tersebut diamankan di wilayah Kecamatan Cikeusik sekitar pukul 05.00 WIB.
“Kami baru saja mengamankan dua orang pelaku terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang yang ada di wilayah Pandeglang,” kata Shilton.
Dijelaskan Shilton, dalam melakukan aksinya, kedua pelaku akan mengirimkan tenaga kerja ke negara Malaysia secara ilegal melalui salah satu perusahaan penyalur tenaga kerja bodong atau tidak terdaftar.
Selama kurun waktu hampir enam bulan beroperasi, kata Shilton lagi, kedua pelaku sudah sekitar 18 orang warga Pandeglang sudah diberangkatkan ke Malaysia secara ilegal bekerja di perkebunan sawit. Setelah bekerja, para korban tidak mendapatkan upah yang layak, bahkan tidak ada kepastian kontrak kerja.
“Dari hasil keterangan sementara, pelaku ini sudah enam kali melakukan pengantaran calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia dengan total sebanyak 18 orang dalam kurun waktu selama enam bulan,” terangnya.
Shilton menambahkan, para korban yang diberangkatkan ke Malaysia tersebut tidak dibekali keahlian dalam bekerja oleh pelaku. Agar bisa mengirim korban ke luar negeri, pelaku membuatkan paspor pelancong untuk para korban dan satu orang pekerja dipungut biaya sebesar Rp7 juta.
“Teknisnya mereka ini dipungut biaya sebesar Rp7 juta per orang saat akan diberangkatkan,” ujarnya.
Dengan diamankannya dua orang pelaku tersebut, lanjut Shilton, pihaknya berhasil menggagalkan upaya pengiriman lima orang calon tenaga kerja yang akan diberangkatkan dalam waktu dekat oleh para pelaku.
“Setelah kita melakukan pendalaman dan pemeriksaan, Alhamdulillah kita menggagalkan pemberangkatan sebanyak lima orang calon PMI yang sudah melakukan pendaftaran dan registrasi, dimana dalam waktu dekat orang-orang ini akan diberangkatkan,” ungkapnya.(MG-01/dhe/pbn)
Tinggalkan Balasan