JAKARTA, BANPOS – Hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan ketuk palu soal gugatan terhadap sistem pemilu. Sehari jelang putusan, MK menambah keamanan baik di dalam maupun di luar gedung. Pengamanan ini penting, mengingat putusan yang akan diambil itu sangat sensitif dan menyedot perhatian publik selama berbulan-bulan.
Pembacaan sidang putusan akan dimulai sekira pukul 09.30 WIB. Sembilan hakim MK dipastikan hadir saat sidang putusan itu dibacakan. Dalam sidang tersebut, MK juga sudah menyampaikan undangan untuk kehadiran dari kedua pihak berperkara. Baik dari penggugat maupun tergugat, yakni DPR dan pemerintah.
Juru Bicara MK Fajar Laksono menyampaikan, sejumlah persiapan telah dilakukan untuk menjaga situasi tetap kondusif selama majelis hakim membacakan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan sistem pemilu. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya untuk mengamankan lokasi. Penambahan personel tak hanya dilakukan di luar area gedung MK, tapi juga di dalam ruang rapat pleno.
“Kami menyadari bahwa perkara 114 ini mendapatkan atensi dari publik dengan luar biasa, pasti ditunggu banyak orang ya,” kata Fajar, saat dihubungi Rakyat Merdeka (BANPOS grup), semalam.
Karena tingginya atensi publik itu, tentunya MK bersiap atas segala kemungkinan yang terjadi. “Tentu akan ada hal-hal yang harus kami persiapkan, terutama berkaitan dengan pengamanan,” bebernya.
Menurut Fajar, penambahan personel merupakan hal biasa yang dilakukan MK dalam mengawal jalannya sidang. Khususnya untuk perkara yang sifatnya menyedot perhatian publik.
“Dalam sidang sebelumnya, kami juga selalu berkoordinasi dan bersinergi dengan Polda Metro Jaya, guna mendukung kelancaran dan pengamanan persidangan,” kata Fajar.
Fajar mengatakan, berbagai elemen pemerintah juga sudah diberikan undangan untuk menghadiri sidang putusan. “Semuanya juga sudah dikasih surat panggilan untuk hadir dalam persidangan,” ujar Fajar saat ditemui wartawan di Gedung MK, Jakarta.
Bagaimana persiapan hakim? Dihubungi semalam, hakim MK Enny Nurbaningsih mengaku tidak punya persiapan khusus jelang putusan sidang judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Satu-satunya hakim perempuan di MK ini mengatakan, majelis hakim tidak mengurusi persiapan keamanan. Enny dan hakim MK lainnya hanya fokus pada pemeriksaan berkas perkara hingga kesimpulan dari semua pihak.
Enny menegaskan, dalam prosesnya, majelis hakim tidak boleh terpengaruh oleh isu apapun yang ada di luar. Sebab, anggota majelis hakim telah terikat dengan kode etik. “Jadi tidak ada ‘ritual’ khusus sebagaimana putusan-putusan MK lainnya,” ujar Enny.
Wanita kelahiran Pangkal Pinang, 27 Juni 1962 ini menambahkan, sebelum pengucapan putusan dilakukan dalam sidang terbuka, majelis hakim lebih dulu merumuskan putusannya secara tertutup.
Karena sifatnya yang rahasia dan tertutup, Enny yakin tidak akan ada kebocoran informasi soal putusan. Sebab, hanya mereka yang sudah diambil sumpahnya yang bisa masuk Ruang Permusyawaratan Hakim (RPH). “Yang dilakukan di lantai 16 yang sangat senyap dengan jumlah orang yang boleh masuk sangat dibatasi,” tandasnya.
Ketua KPU, Hasyim Asy’ari menyatakan pihaknya selaku penyelenggara Pemilu akan menghormati segala keputusan MK terkait sistem pemilihan umum. Selain itu, pihaknya juga memastikan akan menghadiri sidang putusan MK secara online. Hasyim juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengganggu jalannya sidang.
Salah satu elemen pemerintahan, yaitu DPR memastikan hadir dalam sidang putusan tersebut. Kali ini, DPR akan diwakili oleh Kuasa Hukum DPR di MK, Habiburokhman.
“Jelas kami (DPR) akan hadir. Karena sekarang saya posisinya sebagai kuasa DPR di MK. Memang bukan 8 atau 9 (wakil fraksi) tapi saya secara keseluruhan mewakili DPR,” tegas Habib.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati optimistis, MK bakal mempertimbangkan argumentasi yang telah disampaikan pihak-pihak terkait dalam sidang. Wanita yang akrab disapa Nisa ini mengatakan, Perludem merupakan salah satu pihak yang dihadirkan dalam sidang untuk menyampaikan pandangannya.
Ia yakin, pendapat itu bakal diterima Majelis MK dengan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Sebab isu terkait sistem pemilu bukan isu konstitusionalitas. Jadi yang namanya sistem pemilu pasti ada kekurangan dan ada kelebihannya masing-masing. “Sehingga MK tidak bisa mengatakan bahwa satu sistem pemilu ini konstitusional sementara yang lainnya tidak,” ungkap Nisa, semalam.
Ketika ditanya terkait penambahan personel di MK jelang putusan, Nisa mengakui hal itu wajar dilakukan. Sebab, perkara ini telah menjadi polemik dan mendapat sorotan dari banyak pihak.
Dia mengatakan, kemungkinan MK merasa khawatir jika putusannya tidak bisa menyenangkan semua pihak, akan timbul gejolak di masyarakat. Makanya personel keamanan ditambah jelang putusan besok.
“Kalau MK menambah personel, maka saya sedikit bisa memahami. Tapi saya tetap berharap putusannya objektif, mandiri, tanpa intervensi dari pihak manapun” tutupnya.
Diketahui, gugatan ke MK perihal sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup, diajukan pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono dan lima koleganya pada November 2022 lalu.
Gugatan itu berawal ketika ada sejumlah pasal dalam Undang-Undang atau UU Pemilu yang dinilai kurang tepat. Antara lain tentang pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2.
Demas menilai sistem proporsional terbuka lebih banyak jeleknya. Dia mencontohkan calon legislator satu partai bakal saling sikut demi mendapatkan suara terbanyak.
Selain itu, besar kemungkinan peluang terjadinya politik uang. Dia menyebut, kader berpengalaman acap kali kalah oleh kader dengan popularitas dan modal besar.
Delapan fraksi di DPR diketahui menolak usulan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Mereka sempat mengadakan pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Minggu, 8 Januari lalu. Mereka adalah Partai Demokrat, PKS, Partai NasDem, PPP, Partai Golkar, PKB, PAN, serta Partai Gerindra yang absen namun menyatakan sikap.(PBN/RMID)
Tinggalkan Balasan