GINSI Minta Evaluasi Perpanjangan Safeguard

JAKARTA, BANPOS – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) meminta Pemerintah mengevaluasi rencana perpanjangan kebijakan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) di Indonesia.

Kebijakan safeguard tidak menjamin berkembangnya produk dalam negeri baik dari kualitas maupun varian selama tidak pernah di diagnosa dengan benar penyebab gagalnya produk dalam negeri bersaing dengan impor terutama dari sisi biaya.

GINSI juga meminta Pemerintah untuk segera mengumumkan produk apa saja yang akan terkena jika perpanjangan safeguard dilakukan termasuk tambahan bea masuknya.

Ketua Umum BPP GINSI Capt Subandi mengatakan, perlindungan yang berlebihan terhadap produk lokal justru berpotensi membuat industri dalam negeri menjadi malas dan hanya memanfaatkan kesempatan tanpa berupaya untuk berkembang.

Bahkan, kalau tidak ada kompetitor harga produk lokal juga jadi mahal dan bisa menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan kreatifitas.

“Untuk melindungi industri dan produk dalam negeri justru lebih baik dengan aturan larangan dan pembatasan (lartas) terhadap produk impor yang hendak masuk, dan tidak perlu melalui perpanjangan safeguard,” katanya di Jakarta, Rabu (19/7).

Sebelumnya, dalam kesempatan public hearing yang digelar Pemeerintah menyebutkan bahwa safeguard bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif dari meningkatnya impor barang-barang tertentu.

Namun, para pelaku usaha berkesimpulan menolak adanya rencana perpanjangan kebijakan safeguard. Pelaku usaha berpandangan tindakan safeguard yang diberlakukan harus sesuai dengan perjanjian perdagangan internasional yang telah ditandatangani oleh Indonesia, seperti perjanjian World Trade Organization (WTO) dan perjanjian perdagangan lainnya.

Untuk itu, pelaku usaha meminta Pemerintah harus bisa memastikan tindakan safeguard yang diterapkan tidak melanggar komitmen perdagangan internasional yang telah diikuti oleh Indonesia.

Dari hasil public hearing itu juga terungkap dampak negatif adanya perpanjangan kebijakan tindakan pengamanan perdagangan. Antara lain, peningkatan harga barang impor, terbatasnya akses pasar, retaliasi internasional, kurangnya inovasi dan pembaruan teknologi, kemunduran dalam integrasi ekonomi global, dan menimbulkan ketidakpastian.(RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *